“Mama, dadan Luci atit, nda bita tatan ladi. Luci nda tuat..."
"Luci alus tatan, nda ucah bitala dulu. Abang Lui nda tuat liat Luci nanis,” mohon Rhui berusaha menenangkan adik kembarnya yang tengah melawan penyakit mematikan.
_____
Terasingkan dari keluarganya, Azayrea Jane terpaksa menghadapi takdir yang pahit. Ia harus menikah dengan Azelio Sayersz, pimpinan Liu Tech, untuk menggantikan posisi sepupunya, Emira, yang sedang koma. Meski telah mencintai Azelio selama 15 tahun, Rea sadar bahwa hati pria itu sepenuhnya milik Emira.
Setelah menanggung penderitaan batin selama bertahun-tahun, Rea memutuskan untuk pergi. Ia menata kembali hidupnya dan menemukan kebahagiaan dalam kehadiran dua anaknya, Ruchia dan Rhui. Sayangnya, kebahagiaan itu runtuh saat Ruchia didiagnosis leukemia akut. Keterbatasan fisik Rhui membuatnya tidak bisa menjadi pendonor bagi adiknya. Dalam upaya terakhirnya, Rea kembali menemui pria yang pernah mencampakkannya lima tahun lalu, Azelio Sayersz. Namun, Azelio kini lebih dingin dari sebelumnya.
"Aku akan melakukan apa pun agar putriku selamat," pinta Rea, dengan hati yang hancur.
"Berikan jantungmu, dan aku akan menyelamatkannya.”
Dalam dilema yang mengiris jiwa, Azayrea harus membuat pilihan terberat: mengorbankan hidupnya untuk putrinya, atau kehilangan satu-satunya alasan untuknya hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Di apartemen Jeremy, Sekretaris Bob masih berada di sana, menjalankan tugasnya menjaga Rea dan Rexan. Pria dengan postur tubuh tegak itu tak lepas dari tingkah Rexan yang kini terlihat sangat menggemaskan. Senyum gembira terus mengembang di wajah tampan Rexan karena ia kini bisa makan bersama Rea. Mereka menyantap masakan yang dimasak sendiri oleh Rea. Sungguh sebuah kebahagiaan singkat yang teramat berarti bagi bocah itu.
Rea pun tersenyum lega melihat Rexan yang begitu ceria. Namun, di balik senyum itu, terselip kesedihan mendalam karena Rhui dan Ruchia tidak berada di sampingnya.
Rhui… Ruchia… Mama harap kalian baik-baik, Sayang.
“Pak Bob, mengapa hanya berdiri di sana? Mari duduk dan makan bersama-sama,” ajak Rea.
“Saya masih kenyang, Nyonya, dan lagi, panggil saja saya ‘Bob’. Saya akan sangat berterima kasih bila Nyonya memanggil saya demikian,” kata Bob dengan rasa hormat.
“Baiklah, Bob. Tetapi Anda juga tidak perlu memanggil saya ‘Nyonya’. Saya sudah bukan bagian dari keluarga Sayersz,” timpal Rea, tersenyum getir.
“Maafkan saya, Nyonya. Dari data yang saya ketahui, Anda masih bergelar menantu keluarga Sayersz. Presdir Liu dan Anda belum resmi bercerai,” jelas Bob.
Rexan yang sedang memasukkan sendok ke mulut hingga pipinya menggembung sebelah, heran melihat kedua orang dewasa itu berbisik-bisik. Tiba-tiba, percakapan Rea dan Bob terhenti oleh celetukan polos Rexan.
“Mama Leja, napa dulu pelgi dali Papa? Papa olangnya kulang ganteng ya?” tanyanya.
“Mama merasa tidak pantas menjadi istri Papamu. Papamu hanya milik Ibumu,” jawab Rea, nadanya dipenuhi kesedihan.
Yaitu, Emira…
“Mama, napa bicala begitu? Lejan lasa Mama tama Papa celasi,” ujar Rexan.
Rea hanya tersenyum, memaklumi ucapan anak itu yang masih kecil dan belum memahami rumitnya kehidupan orang dewasa. Ia mengulurkan satu tangannya, hendak membelai kepala Rexan tetapi ia urungkan. Ia masih dihantui ketakutan bahwa anak itu akan mendapat kesialan darinya.
Anak ini sungguh beruntung, dia sangat sehat, baik, dan polos. Untung saja dia tidak lahir dari rahimku. Kalau saja dia lahir, mungkin saja dia akan mendapat penyakit dariku, seperti Rhui dan Ruchia. Ya… aku memang pembawa kesialan. Aku seharusnya yang mengidap penyakit itu, bukan Ruchia.
Merasa rendah diri, oleh karena itu, Rea bersedia mendonorkan jantungnya agar kesialannya berakhir pada dirinya sendiri. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia juga merasa tidak tega meninggalkan anak-anaknya. Ia masih ingin hidup lama, sampai anak-anaknya tumbuh dewasa dan melihat mereka bahagia.
Rea semakin menunduk membuat Rexan tidak tahan melihat raut muka Rea yang muram. Ia seperti melihat dirinya sendiri yang menyedihkan dalam keputusasaan.
Pluk! Rea terhenyak sesaat begitu pelukan mendadak diberikan oleh Rexan. Anak cadel itu mendongak dan tersenyum lebar. “Mama, pelgi ke tempat Lui tama Luci, yuk.”
Rea menyeka genangan air matanya. “Baiklah, kita coba ke sana. Siapa tahu mereka kembali ke rumah sakit,” ucap Rea, semangatnya kembali bangkit. Namun Bob berkata bahwa kedua anaknya tidak ada di sana.
“Talo gitu, di mana, Paman?” tanya Rexan bingung, sambil berdiri di samping Rea yang sudah bersiap pergi.
Bob hendak bicara, tetapi tiba-tiba pintu apartemen terbuka, membuat perhatian mereka teralih pada sosok pria yang berdiri di ambang pintu. Rea mematung, dan begitu pula dengan Jeremy yang tak bergeming. Pria muda itu segera berlari dan langsung memeluk Rea, di hadapan Rexan dan Bob yang terhenyak.
“Rea… kau kembali…. syukurlah… aku sangat senang,” bisik Jeremy, suaranya sarat akan kerinduan yang dalam dan menenangkan, persis seperti dulu.
Rea hendak membalas pelukannya, tetapi ia urungkan. Matanya menangkap sosok Azelio yang berdiri jauh di belakang Jeremy. Mata pria itu menghujam tajam ke arahnya, seolah tidak suka melihat pemandangan itu.
“Ihhh… Paman! Janan pelut Mama Leja! Mama Leja puna Lejan! Puna Papa Jilo. Pelut biwawak aja cana,” protes Rexan, menarik-narik celana Jeremy dan mendorongnya menjauh.
“Dia sudah ada kemajuan, bagus,” gumam Azelio, merasa bangga, seperti melihat duplikat dirinya sendiri. Senyum tipis terukir, tetapi kemudian sirna karena teringat dirinya tidak menyukai Rea. Tanpa sengaja, pandangan matanya terpaku pada Rea yang juga sempat menatapnya, namun detik kemudian Rea berpaling darinya, acuh tak acuh.
Dulu, Azelio yang bersikap acuh, tetapi kini wanita itu lebih acuh lagi. Seingatnya Rea selalu menunduk ketakutan setiap mata mereka tak sengaja bertemu, tetapi kini ketakutan itu telah lenyap. Hanya ada kebencian yang menusuk tepat ke jantungnya.
Cih, kenapa dadaku jadi panas begini…?
_
Mamaaa… Papaaa…
“Luci?” ucap Rhui tersenyum lebar melihat Ruchia sudah bangun lagi.
“Kakak… mana Mama? Papa?” lirih Ruchia dengan alat bantu pernapasan. Ia bertanya karena hanya Rhui dan Rubi yang ada di depannya.
“Ma-Mama tama Pa-Pa, lagi kelja,” jawab Rhui terpaksa berbohong, tapi Ruchia tahu dari mata Rhui yang telihat jelas berbohong. Ruchia meneteskan air mata, bersiap menangis lagi tetapi Rubi berkata demikian.
“Kamu janan nanis telus, kalo nanis telus, ental jadi jelek. Kamu alus kuat, alus tahan campai Ibu cama Ayah kalian datang. Jangan cengeng cepelti dia,” ucap Rubi panjang lebar sambil menunjuk Rhui yang kesal disebut cengeng.
“Lui nda cengeng, boncel ompong!” balas Rhui saking kesalnya, ia beri nama panggilan khusus pada Rubi.
“Huu… capi cengeng, cuka nanis! Nda kelen! Macih nompol dalam celana!” balas Rubi tak mau kalah.
Melihat kedua anak itu berdebat, Ruchia tersenyum tipis. Lalu ia melihat Dokter datang bersama Nenek Rita dan Kakek Romo. Mereka membicarakan perkembangan kanker di tubuhnya. Dokter menerangkan bahwa hanya dengan kemoterapi saja tak mampu menyembuhkannya. Ruchia membutuhkan sumsum tulang secepatnya. Lalu Dokter wanita itu menyuruh mereka meninggalkan Ruchia yang perlu diperiksa.
Nenek Rita dan Kakek Romo mulai khawatir. Keduanya segera menuju ke ruang kerja cucunya. Sementara Rhui dan Rubi menunggu di depan pintu. Rhui mengepalkan kedua tangannya, tak tega mendengar tangisan Ruchia. Sontak, Rhui menoleh menatap tangan kanannya yang digenggam oleh tangan kiri Rubi. Ia melihat anak itu tersenyum.
“Nda papa… nda papa… Luci nda papa… kamu nda ucah cedih. Daddy Lubi bica bantu kalian,” ucap Rubi yang mencoba menghibur Rhui agar tidak menangis juga. Rhui hanya diam dan membiarkan genggaman Rubi.
Meskipun Rubi kadang menyebalkan, ternyata Rubi cukup baik dan perhatian. Melihat Rhui sudah tenang, Rubi pun melontarkan pertanyaan.
“Hai, hai, celitakan coal Ibumu. Gimana Ibumu? Apa Ibumu tantik macam Lubi? Atau milip Luci?”
“Buat apa cali tahu?” tanya Rhui sinis.
“Capa tahu bica jadi Mama balu Lubi …”
Hah?
Rhui langsung melongo.
Talo Mama tama Papa dia belsama, belalti Lui jadi Kakak Lubi? Nda! Lui nda mau puna adik ompong!
_
Devron!
Devron yang sedang membaca laporan baru, tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Kakak dan Neneknya.
“Ada apa, Nek? Mengapa kalian sepanik itu?” tanya Devron menutup berkas di tangannya.
“Dev, nyawa anak itu masih terancam. Kemoterapi belum cukup membuatnya sembuh. Kau harus segera mencari Ibunya. Ibunya pasti punya cara,” mohon Nenek Rita tidak rela Ruchia meninggal. Karena baginya Ruchia dan Rhui sudah seperti cucu kandung mereka.
“Dev, turuti permintaan Nenekmu, Nak,” mohon Kakek Romo dengan penuh harap.
“Baiklah, kalau begitu, apa kalian punya fotonya?” ucap duda tampan itu bersedia membantu. Nenek Rita lantas mengeluarkan secarik foto lama Rea yang diambil di hari pertama Rea tinggal bersama mereka di Desa.
BRak! Tiba-tiba Devron berdiri dan menggebrak meja setelah melihat foto Rea, membuat pasangan lansia itu terlonjak kaget.
“Ada apa denganmu, Dev?” tanya mereka cemas, takut Devron berubah pikiran.
_
srmoga saja fia mau, wlu pyn marah dan kesal pada kelakuan papa ny
tapi ingin menyelsmat kan putri ny darimaut
maka ny dia marsh sambil ngebrak meja 😁😁😁
songong juga nech si Ron2.
henti kan kegilaan mu Rhui, utk memberi pelajaran dan menghancue kan perusahaan ayah mu
jika bukan Luna dan Celina...
Emira hafis baik, dia tdk akan mauenikah dengan mu, katena ituenyakiti jati afik ny Rea.
paham kamu..
kokblom keliatan.
jarus kuat. pergi lah sejauh mungkin, dan utup indentitas mu, agar yak afa yg bisa menemu kan mu Rea.
biar kita lihat, sampai do mana sifat angkuh nu ny si Azeluo
sama2 farah mafia