Karena sebuah wasiat, Raya harus belajar untuk menerima sosok baru dalam hidupnya. Dia sempat diabaikan, ditolak, hingga akhirnya dicintai. Sayangnya, cinta itu hadir bersama dengan sebuah pengkhianatan.
Siapakah orang yang berkhianat itu? dan apakah Raya akan tetap bertahan?
Simak kisah lengkapnya di novel ini ya, selamat membaca :)
Note: SEDANG DALAM TAHAP REVISI ya guys. Jadi mohon maaf nih kalau typo masih bertebaran. Tetap semangat membaca novel ini sampai selesai. Jangan lupa tinggalkan dukungan dan komentar positif kamu biar aku semakin semangat menulis, terima kasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandyakala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan yang Selalu Diingat
Tak terasa sudah delapan bulan rumah tangga Ezra dan Raya berjalan, tapi hubungan di antara keduanya sama sekali belum ada kemajuan.
Ezra masih saja bersikap dingin dan menunjukkan berbagai penolakan terhadap Raya, sedangkan Raya masih berusaha bersikap sebaik mungkin pada suaminya itu.
"Pak, hari ini bisakah Bapak mengantarku ke pemakaman? aku ingin ziarah ke pusara kedua orang tuaku", Raya menemui Pak Seno yang baru saja selesai mencuci mobil.
"Bisa, Non. Jam berapa?", tanya Pak Seno cepat.
"Mmm ... jam tiga sore saja, ya Pak. Terima kasih", jawab Raya dengan ramah.
Setelah ia menemui Pak Seno, Raya segera pergi ke dapur untuk mencari Mbok Nah.
"Mbok, bisakah Mbok bantu aku untuk menghubungi Mas Ezra? sore ini aku ingin pergi ziarah ke pusara kedua orang tuaku", pinta Raya.
"Bisa, Non. Tapi kenapa Non Raya tidak menghubungi Tuan Ezra langsung?", tanya Mbok Nah.
Raya mencoba tersenyum, "Aku tidak memiliki nomor teleponnya, Mbok dan lagi pula Mbok tahu sendiri, selama ini Mas Ezra sangat enggan berbicara denganku", jawab Raya menyembunyikan kesenduan di hatinya.
Mbok Nah menatap Raya dengan iba. Ya, dia sendiri tidak habis pikir, kenapa Tuan Mudanya begitu sulit menerima istri sebaik Raya.
Menurut Mbok Nah, selama delapan bulan ini Raya bersikap sangat baik. Setiap pagi dia masih membuatkan sarapan untuk suaminya meski selalu saja ditolak. Raya juga sesekali belajar menyiapkan pakaian kerja untuk Ezra meski ia harus melakukannya dengan sembunyi-sembunyi, bahkan tak jarang Raya sampai terlelap di ruang utama karena menunggu Ezra yang belum pulang kerja karena lembur.
Raya pun sangat jarang keluar rumah. Ia hanya akan keluar jika ada keperluan penting atau keperluan yang menurutnya benar-benar mendesak. Itupun selalu ia lakukan atas sepengetahuan Ezra dengan meminta Mbok Nah untuk menyampaikan hal tersebut seperti saat ini.
Raya bukan tidak ingin berbicara langsung dengan suaminya. Tapi sudah lebih dari lima kali Ezra selalu memutus telepon sepihak atau meninggalkan pembicaraan setiap kali Raya ingin memulai percakapan. Itulah kenapa, Raya selalu meminta bantuan Mbok Nah untuk memberitahu Ezra jika ia akan pergi keluar. Meski sebetulnya ia tahu suaminya tidak akan memberikan respon apapun, tapi setidaknya sebagai seorang istri, Raya sudah berusaha untuk bersikap terbuka.
Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Raya sudah rapi dan bersiap pergi ke pemakaman diantar oleh Pak Seno.
"Non, tunggu sebentar".
"Ya, kenapa, Mbok?".
"Maaf, Non, tadi Tuan Ezra menitipkan pesan, katanya uang untuk keperluan Non Raya dan keperluan rumah sudah ditransfer", terang Mbok Nah.
"Oh, iya, Mbok. Tolong sampaikan terima kasihku sama Mas Ezra, ya. Aku pergi dulu, Mbok".
"Baik, Non. Hati-hati", pesan Mbok Nah menatap kepergian Raya.
Entah untuk keberapa kalinya, Mbok Nah semakin merasa iba melihat hubungan Tuan dan Nona mudanya itu. Hanya perihal nafkah lahir yang tidak pernah Ezra lewatkan selama ini.
"Tuhan, tolong luluhkan hari Tuan Ezra", harap Mbok Nah tulus.
.
.
"Zra, jadi gak nih kita kongkow? dari kemarin Gita nanyain lo terus. Gue yakin dia tertarik sama lo", celoteh Dion.
Sore ini Dion sengaja mendatangi kantor Ezra.
"Lo gak lihat apa gue lagi sibuk? kalau lo mau, sana layanin tuh Si Gita. Gue gak tertarik", jawab Ezra galak tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
"Ck, payah lo. Gue udah coba deketin Si Gita, tapi dia nolak terus. Padahal gue juga gak kalah keren kan dari lo", ujar Dion penuh rasa percaya diri.
Ezra melirik sejenak ke arah sahabat karibnya itu sambil tersenyum tipis, "Keren sih gak kalah, tapi daya tariknya beda", seloroh Ezra santai.
"Sialan, lo", Dion melemparkan gulungan tissue ke arah Ezra tanda ia tak terima.
"Eh ngomong-ngomong, Bagas kemana? perasaan udah beberapa hari ini gue gak lihat dia, jarang ngontak juga", tanya Ezra penasaran.
"Lo ketinggalan berita sih, Si Bagas lagi sibuk PDKT sama Nita".
"Nita?".
"Iya Si Nita, cewek di club malam yang waktu itu datang bareng Gita juga Devi. Kata Bagas, goyangannya Nita mantap. Makanya dia sekarang lebih betah sama tuh cewek daripada sama kita", terang Dion.
"Wah parah nih Si Bagas, kelakuannya makin ambyar. Ini pasti pengaruh lo kan, Dion. Dulu mana ada kelakuan Bagas kek gitu".
"Eh, enak aja nuduh gue. Lo gak tahu aja, selama lo kemarin-kemarin kuliah di luar negeri, Bagas sama gue udah banyak perkembangan. Kita udah jadi lelaki dewasa seutuhnya. Nah, lo sendiri apa kabar? jangan bilang istri di rumah masih perawan", ujar Dion vulgar.
"Eh, sialan lo. Jangan bahas istri gue!", tegas Ezra.
Dion terkekeh, dia tidak menyangka reaksi Ezra akan seperti itu ketika istrinya dibahas karena selama ini Ezra biasanya bersikap cuek atas apapun yang berkaitan dengan Sang istri.
"Cieee ... ada yang udah jatuh hati nih sama istri sendiri", goda Dion.
Ezra memasang wajah galak ke arah Dion.
"Bukan urusan lo gue jatuh hati atau enggak. Udah ah, bahas yang lain".
Lagi, Dion terkekeh melihat sikap sahabatnya itu. Meskipun Ezra tidak mengakui apapun, tapi Dion yakin sahabatnya mulai mempertimbangkan keberadaan Raya di sisinya.
"Ya udah, yuk kita go ke club. Nih, Si Bagas udah ngabarin gue, katanya sekarang dia udah ada di sana bareng Nita, Devi, dan Gita", Dion menunjukkan pesan yang tampil di layar gawainya.
Meskipun Ezra malas berurusan dengan para wanita malam itu, tapi dia tidak punya pilihan selain menikmati acara kongkow bersama Bagas dan Dion.
.
.
"Assalamualaikum, Pa, Ma", Raya menatap kedua nisan yang saling bersebelahan di hadapannya.
Ya, tujuh bulan yang lalu kedua orang tua Raya meninggal karena kecelakaan dan semenjak itu, Raya tidak memiliki lagi orang terdekat di sekitarnya.
Raya sebetulnya lahir dari keluarga yang berkecukupan, akan tetapi sepeninggal kedua orang tuanya seluruh aset keluarga dihibahkan ke sebuah panti asuhan sebagaimana wasiat dari kedua orang tua Raya dan dari wasiat itu pula Raya baru mengetahui bahwa dirinya sudah dijodohkan dengan putra tunggal keluarga Hadinata. Hanya saja, selama ini baik Raya maupun Ezra belum pernah bertemu satu sama lain.
Pernikahan dadakan enam bulan lalu itulah yang menjadi pertemuan pertama mereka. Namun, meskipun keadaannya seperti itu, Raya tetap menjalankan wasiat kedua orang tuanya dengan baik. Ia tidak pernah mempermasalahkan seluruh aset keluarga yang dihibahkan itu, pun dengan masalah perjodohan, Raya menerimanya meski terasa berat dan sulit.
"Pa, Ma, Raya kangen sama Papa dan Mama. Sekarang sudah enam bulan lamanya Raya jadi istri Mas Ezra. Papa dan Mama pasti bisa lihat kan seperti apa sikap Mas Ezra ke Raya. Jujur, Raya sedih, tapi Raya akan tetap berusaha menjadi istri yang baik seperti pesan Papa dan Mama. Jangan khawatirkan keadaan Raya di sini, Mama Laura dan Papa Hadinata sayang kok sama Raya", Raya menumpahkan kesedihan hatinya di pusara itu.
Matanya semakin berembun dan akhirnya meneteskan air mata. Kilasan bayangan kedua orang tuanya berkelebat dalam ingatan Raya.
Flashback
Anakku, Naraya, saat kamu membaca surat ini Papa atau Mama pasti sudah tiada. Maafkan kami karena harus meninggalkanmu sendiri, Nak.
Setelah ini kamu pasti akan melalui hari-hari yang berat, tapi kami tahu kamu adalah putri yang kuat. Tetaplah menjadi pribadi yang baik dan ikhlaskan kepergian kami.
Selain itu, izinkan Papa dan Mama menghibahkan seluruh aset keluarga kita ke panti asuhan yang selama ini kita kelola. Di sana ada banyak anak-anak yang tidak seberuntung kamu. Semoga ada banyak kebaikan yang Tuhan berikan untukmu melalui panti asuhan itu, ya.
Nak, lewat surat ini kami juga ingin menyampaikan permintaan agar kamu memperkuat ikatan keluarga kita dengan keluarga Hadinata. Sejak lama Papa dan Mama berteman baik dengan keluarga mereka.
Keluarga Hadinata memiliki seorang putra yang kami yakin juga baik. Terimalah dia sebagai suamimu dan berbaktilah padanya dengan baik bagaimanapun kondisi yang harus kamu lalui nanti. Papa dan Mama yakin, suamimu akan menjaga dan mengasihi kamu dengan sepenuh hati.
Nak, bersabarlah untuk semua hal yang kamu hadapi. Cinta kasih dan do'a kami selalu menyertaimu.
~Papa dan Mama~
Flashback end
Semua pesan yang tertulis dalam surat wasiat itu sangat membekas dalam ingatan Raya. Itulah kenapa, meskipun di awal pernikahan ia tidak cukup yakin dengan ikatan ini, tapi Raya berusaha untuk bertahan.
"Pa, Ma, ini Raya bawakan bunga buat Papa dan Mama. Raya janji akan menjadi putri yang kuat dan nanti Raya pasti datang ke sini lagi. Raya pamit dulu ya Pa, Ma", ucap Raya sambil mengelus dan mencium nisan kedua orang tuanya, tak lupa ia lantunkan do'a untuk mereka.
Ada perasaan lega setiap kali Raya selesai berziarah. Ia merasa beban di hatinya berkurang meski hanya bisa berbicara dengan menatap kedua pusara orang yang sangat itu cintai.
.
.
"Lama amat, Bro", Bagas menyambut kedatangan Ezra dan Dion dengan jabat tangan ala lelaki dan saling berpelukan.
"Biasa, Gas. Nih, Tuan Muda kita susah diajak kongkow", terang Dion yang langsung menarik Devi dalam pangkuannya.
Bagas tersenyum, "Kalau yang udah beristri memang beda, Bro".
"Ck, apaan sih", Ezra menyikut pinggang Bagas.
Bagas dan Dion tertawa bersama-sama.
Tak lama, seseorang datang memasuki ruangan VVIP yang selalu digunakan Dion dan dua sahabatnya itu.
"Hallo", sapa Gita saat dirinya memasuki ruangan itu dan tanpa permisi ia langsung merapatkan tubuhnya dengan duduk di samping Ezra.
"Hallo Gita. Makin cantik aja nih", seloroh Dion yang mendapatkan cubitan manja dari Devi pasangannya.
"Sorry sayang, cuma memuji", ralat Dion pada Devi yang terlihat mengerucutkan bibirnya.
Bagas tertawa kecil melihat pemandangan itu.
Gita tersenyum mendengar pujian dari Dion, tapi matanya tetap menatap lekat ke arah Ezra.
"Kamu kemana aja sih? aku nunggu-nunggu kamu terus lho di sini", ucap Gita santai.
Ezra yang memang tidak pernah tertarik dengan para wanita di sana, termasuk Gita tampak malas menanggapi.
"Kok diam aja? susah emang ya menaklukkan hati kamu", ucap Gita manja. Jari telunjuknya tanpa malu menekan dada Ezra.
"Sorry, singkirkan tangan lo, gue gak suka!", Ezra dengan cepat menepis tangan nakal Gita.
Gita terkejut dengan sikap Ezra. Dia tidak menyangka Ezra masih bersikap sedingin itu terhadapnya.
"Santai, Bro. Jangan terlalu kasar sama cewek", nasihat Bagas.
Ezra tak ingin menanggapi, dia berkeliling mencari-cari minuman di meja, tapi yang tersaji hanya wine.
"Gue mau pesan minuman lain dulu", Ezra bersiap untuk keluar dari ruangan itu.
"Ck, kuliah lama di luar negeri, tapi lo tetap gak bisa minum wine, Zra", ejek Dion.
"Si Ezra emang terlalu baik", tambah Bagas.
Ezra tersenyum sinis ke arah kedua sahabatnya itu. Ya, meskipun selama ini setiap kali dirinya dan kedua sahabatnya nongkrong di club malam, tapi Ezra tidak pernah tertarik menenggak wine yang disajikan.
"Kamu mau minum apa? biar aku yang ambilkan", tawar Gita.
"Gak usah, gue bisa pesan sendiri", lagi, Ezra menolak.
"Zra, jangan gitu dong. Lo boleh aja gak suka sama Gita, tapi niat dia baik cuma mau bawakan minum, hargai lah sedikit", ucap Dion yang mulai jengah dengan sikap Ezra.
Ezra melirik ke arah Dion, dia menarik nafas berat, "Ok, gue mau cola dingin aja. Makasih", ucap Ezra sambil menatap Gita.
"Ok, aku pesankan ya. Kamu tunggu di sini", ujar Gita dengan ramah.
semoga tidak ada lagi yang menghalangi kebahagiaan kalian
setelah aku ikuti...
tapi cerita nya bagus biar diawal emosian 🤣🤣🤣
semoga aja raya bisa Nerima anak kamu dan Sindi ya...
semangat buat jelaskan ke raya
aku penasaran kek mana reaksi Sindi dan papanya tau ya kebusukan anak nya
semoga tidak terpengaruh ya....
taunya Sindi sakit tapi kalau kejahatan ya harus di pertanggung jawaban