Kesalah pahaman dua sahabat lama membuat putri salah satu di antara mereka harus menanggung derita. Ratia, putri dari keluarga Atmojo yang trus di kejar dan harus di habisi oleh keluarga Baskoro.
Ratia kecil terpaksa di sembunyikan di sebuah negara, di mana hanya kakeknya saja yang tau. Bertahun-tahun di cari, keberadaan Ratia tercium. Namun dengan cepat kakeknya menikahkan Ratia pada keluarga yang kaya dan berkuasa. Ternyata hal itu membuat Ratia semakin menderita, Aksara memiliki banyak wanita di hidupnya. Perlakuan tidak menyenangkan trus Ratia dapatkan dari suaminya itu. Dengan kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Ratia dia berhasil meluluhkan hati sang suami, namun Ratia terlanjur membenci suaminya Aksara. Rasa benci Ratia pada sang suami dan keluarganya membuat dia ingin mengakhiri hidup. Namun dengan segala cara Aksara mencegah hal itu, dan membuat Ratia luluh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rickaarsakha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sedikit Kebebasan
"Apa yang kau lakukan di kamar ku?" tanya Aksara, masih memegang kepala istrinya.
"Maaf Mas, aku akan pindah saja." berusaha bangun dan mengambil kembali hp yang terjatuh tadi. Menjauhkan tubuhnya dari pria itu, dari pada kepalanya di benturkan lebih baik menjauh saja.
Apa-apan si Herry, katanya dia belum akan kembali malam ini. Dan kenapa dia memerahi ku? Salahkan pelayan sana. Ratia
"Apa yang sedang kau lakukan? sedang menelpon siapa malam-malam begini?" pertanyaan yang membuat Ratia mengerutkan dahi.
Apa, bukankah itu urusan pribadi? Ratia
"Apa kau punya pacar?" Aksara terus bertanya, sambil membuka sepatu yang dia pakai. Menggulung semua rambut panjangnya ke atas. Ratia seketika merinding, situasi sekarang sangat di luar dugaannya.
"Tidak ada Mas, aku tidak punya pacar."
"Benarkah? Kenapa?" malas sekali rasanya Ratia menjawab pertanyaan itu. Dia pun kembali menghidupkan Hpnya. Saking terkejutnya dia barusan, Hp itu ternyata terjatuh cukup keras.
"Aku akan pindah kamar saja Mas, takutnya nanti aku menggangu." Karena masih ingin mengobrol di telepon, akhirnya Ratia memutuskan untuk pergi ke kamar lain. Lagi pula siapa yang tahan dengan pria menyeramkan seperti Aksara.
"apa kata mu, pindah?" ucap Aksara yang tiba-tiba tersenyum. Melihat senyum sang suami, Ratia semakin merinding.
Kenapa dia tersenyum seperti itu?
"Kau pikir, untuk apa aku pulang kerumah?" melempar Jas yang ia pakai ke sembarang tempat dan mulai menanggalkan beberapa kancing di kemejanya.
Ya tuhan, apa yang akan dia lakukan pada ku? Aku tidak mau. Ratia
Nafas Ratia sudah tak beraturan, wajahnya memucat dalam sekejap. Terduduk di tepi tempat tidur, tangannya mencengkram sprei dengan sekuat tenaga.
"Jangan berharap berlebihan Ratia, aku hanya ingin mandi!" tanpa peduli pada istrinya, pria itu berlalu pergi begitu saja bahkan tanpa ekspresi. Cepat sekali dia merubah raut wajahnya.
Apa maksudnya berharap? Cih, kurang ajar beraninya dia mempermainkan ku. Ratia
Setelah kepergian Aksara, ketakutan Ratia pun berakhir yang ada hanyalah kekesalan. Kekesalan nampaknya akan tumbuh subur di hati Ratia.
Masih dengan memainkan Hp dan duduk di tempat tidur. Sebenarnya dia sungguh ingin keluar dari kamar ini, tapi dari pada menjadi masalah ya sudah bertahan saja.
Tak lama Aksara pun keluar, dengan pakaian yang sudah rapih. Mungkin suaminya itu akan kembali pergi. Gadis itu hanya melirik sedikit, tidak memperdulikannya sama sekali.
"Tidurlah, ini sudah malam. Jangan sampai mata mu bengkak."
Pria macam apa dia ini. Malam-malam begini memakai jas, seperti ingin ke kantor saja. Tapi terserahlah. Ratia
Pria itu pun keluar, tanpa memberi tahu Ratia dia akan ke mana dan tanpa basa-basi juga tentunya. Namun hal itu bagai angin segar untuk Ratia, memainkan Hp sampai tengah malam akan lebih baik.
Hari-hari pun berlalu dengan hal yang sama. Aksara yang berangkat ke kantor pagi-pagi dan pulang malam. Dan tengah malamnya pun pergi lagi. Pulangnya entah jam berapa, yang pasti ketika Ratia bangun suaminya itu sudah berada di kamar.
Sementara Ratia, hanya berdiam diri di rumah. Terkadang mengobrol bersama para pelayan, dan hanya beberapa kali saja mengobrol dengan Kakek Suseno yang terhormat. Bosan, tentu saja. Sempat beberapa kali Ratia meminta di antar ke rumah sakit milik keluarga Suseno, namun sayang sang suami memintanya untuk menunggu beberapa waktu dulu. Meski Kakek Suseno sangat mengizinkan Ratia untuk memulai mengurus rumah sakit mereka, namun keputusan Aksaralah yang harus dia patuhi.
Pagi yang cerah di hari libur, Ratia bangun lebih awal. Sementara suaminya masih tertidur bahkan mungkin baru saja tertidur. Perlahan gadis itu menuruni anak tangga, memindai sekitar.
Kakek, mau ke mana dia pagi-pagi begini?
Jagad Suseno nampak baru saja keluar dari kamarnya yang berada di lantai bawah. Pria berumur itu, memakai stelan olah raga lengkap dengan sepatunya.
"Kakek mau ke mana?" Ratia sedikit berteriak dan mulai sedikit berlari menuruni anak tangga.
"Kakek mau joging, mau ikut?" tawarnya pada Ratia. Dengan cepat gadis itu mengangguk.
"Gantilah baju mu, kakek tunggu di depan." tanpa menjawab lagi, Ratia kembali berlari menaiki tangga.
Sebenarnya bukan joging, mereka berdua hanya berjalan saja. Mungkin Tuan Suseno sudah tidak mampu. Tidak hanya mereka berdua, namun banyak. Ada beberapa pengawal di samping mereka, tentu saja ada Herry. Entah bagaimana dia tau kalau Nonanya itu akan bangun sepagi ini.
"Kek, bantulah aku merayu Tuan Aksara. Aku bosan di rumah." pinta Ratia sembari terus melangkah.
"Bagaimana Kakek bisa melakukannya, Kakek saja jarang melihat batang hidungnya." bahkan Kakek Suseno pun pusing, bagaimana membujuk cucunya itu.
"hari inikan libur Kek, siapa tau dia di rumah. Atau kita pulang sekarang, dia pasti belum bangun." Usul Ratia, kesempatan ini jangan di lewatkan begitu maksudnya.
Dan Akhirnya mereka berdua sepakat, untuk segera kembali kerumah dan berharap Tuan Aksara yanh sibuk itu masih di rumah.
Ketika sudah sampai di halaman, betapa terkejutnya mereka berdua. Aksara nampak sudah berkacak pinggang, tatapannya seolah mengintrogasi.
"Wah rupanya sudah bangun suami mu ini Ratia, apa dia mau menyusul kita?" goda Kakek, agar suasana mencair.
"Dari mana saja?" tanpa peduli dengan apa yang di ucapkan Kakeknya barusan. Memilih bertanya, padahal dari pakaian saja sudah jelas.
"Ayo kita masuk, bagus sekali jika kita sarapan lebih pagi." kakek pun tidak menjawab pertanyaan. Karena memang tidak harus di jawab, yang bertanya sebenarnya sudah tahu.
"Istri mu sudah bosan sekali di rumah Aksara." Kakek memulai obrolan di meja makan.
"Pergilah, tapi hanya untuk melihat-lihat dan duduk-duduk saja di sana" langsung menjawab, karna Aksara sudah tahu arah pembicaraan Kakeknya. Ratia dan Jagad Suseno saling pandang, seolah maling yang baru saja tertangkap basah.
Waduh, aku harus bicara apa lagi ini. Ratia
Kembali Ratia melihat ke arah Kakek Suseno, seoalah mengatakan 'Kakek ayo bicara lagi'.
"Hms jadi, Ratia boleh bekerja?" sebenarnya pertanyaan ini tidak perlu di tanyakan, tapi karna agak gugup, ya sudah yang penting bicara saja.
"Tapi ingat, hanya mengawasi!" Entah untuk berapa kali Ratia dan Kakek Suseno saling pandang, seolah mereka berdua berkomunikasi lewat mata.
"Pergilah hari ini bersama Kakek, aku ada sedikit urusan." Kakek pun mengangkat jempol sembunyi-sembunyi agar hanya Ratia yang melihat hal itu. Lalu di balasnya dengan senyum dan sambil menganggukan kepala. Mantap, mungkin begitu artinya. Mereka berdua sangat bahagia, tentu dengan tujuan yang berbeda.
Setelah pembicaraan singkat pagi ini, mereka bertiga masuk kekamar untuk bersiap. Ratia pun dengan semangat empat lima menyiapkan dirinya. Sedikit kebebasan di tangan.
"Ingat ya, kau sudah harus kembali sebelum aku pulang ke rumah!" sebuah peringatan di berikan.
"Apa bisa Mas kabari jika akan pulang cepat?'' tidak ada jawaban dari suaminya.
Saat Ratia sudah siap dan akan melangkah keluar, tiba-tiba saja pinggangnya di tarik oleh Aksara. Dengan cepat Ratia mengangkat kedua tangannya di dada, memberikan sorot mata setajam mungkin.
Mau apa dia? Ratia
Beberapa saat mata mereka bertemu, dan Aksara pun semakin mengencangkan tangannya sehingga membuat tubuh mereka tanpa jarak sedikitpun.
double up