Arvania tidak menyangka jika pernikahan yang ia impikan selama ini menjadi pernikahan yang penuh dengan air mata.
Siksaan demi siksaan ia terima dari suaminya. Namun bodohnya Vania yang selalu bertahan dengan pernikahan ini.
Hingga suatu hari Vania tidak mampu lagi untuk bertahan, ia memilih untuk pergi meninggalkan Gavin.
Lalu bagaimana dengan Gavin yang telah menyadari perasaan cintanya untuk Vania setelah kepergiannya?
Akankah Gavin menemukan Vania dan hidup bahagia?
Ataukah Gavin akan berakhir dengan penyesalannya?
Ikuti kisahnya di
Pada Akhirnya Aku Menyerah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gara Gara Kopi
Malam ini Vania kembali mendapatkan siksaan dari Gavin. Gavin memaksakan kehendaknya kepada Vania hingga pagi hari.
Baru saja Vania memejamkan matanya, hari sudah pagi. Ia membuka matanya menatap pria kasar yang saat sedang terlelap di depannya. Siapa lagi kalau bukan Gavin.
Vania tersenyum, entah terbuat dari apa hati Vania. Setelah di siksa ia bahkan tidak memendam kebencian pada Gavin.
" Lakukan sesuka hatimu Mas! Aku yakin suatu saat nanti kau akan menyayangiku." Dengan pelan Vania turun dari ranjang. Ia masuk ke dalam kamar mandi membersihkan tubuhnya.
Setelah selesai, ia menyiapkan pakaian kantor untuk Gavin. Ia turun ke bawah untuk membuatkan sarapan suami dan adik iparnya. Ia berjalan dengan susah payah menahan rasa sakit pada tubuh dan bagian bawahnya.
" Aku mau masak apa ya?" Vania membuka kulkas.
" Apa makanan kesukaan Mas Gavin dan Sandia? Aku bahkan tidak tahu apa apa tentang mereka, aku akan memasak rendang, udang cabe hijau sama... " Vania nampak sedikit berpikir.
" Kangkung taucho aja kali ya, di sini ada kangkung juga." Sambung Vania.
Vania mulai meracik bahan bahannya. Ia memasak dengan benar agar rasanya bisa pas di lidah Gavin. Dua jam Vania baru menyelesaikan masakannya. Ia segera menatanya di meja makan.
" Pagi Kak." Sapa Sandia menghampirinya.
" Pagi sayang, ayo kita sarapan!" Ucap Vania.
Sandia menatap menu makanan di meja.
" Ini semua Kak Vania yang masak?" Sandia mengerutkan keningnya.
Vania tersenyum.
" Iya." Sahut Vania.
" Kenapa Kak Vania yang masak? Memangnya dimana Bi Rumi?" Tanya Sandia.
" Kakak memecatnya."
Sandia dan Vania menoleh ke belakang menatap Gavin yang berdiri di depan pintu dapur.
" Buatkan aku kopi!" Gavin duduk di kursinya.
" Iya Mas." Vania segera membuatkan kopi untuk Gavin.
" Kenapa Kakak memecat bi Rumi? Memangnya apa kesalahannya?" Sandia duduk di depan Gavin yang terhalang oleh meja.
" Sekarang sudah ada Vani, jadi kita tidak membutuhkan bi Rumi lagi." Sahut Gavin.
" Apa Kakak tega membiarkan Kak Vania melakukan semuanya sendiri?" Selidik Sandia.
" Itu sudah tugasnya." Sahut Gavin.
" Tapi Kak...
" Tidak perlu berdebat Sandia, aku istri Kakakmu! Jadi sudah kewajibanku mengurusnya dan rumahnya, aku tidak pa pa kok, memang tugas seorang ibu rumah tangga seperti itu kan." Sahut Vania memotong ucapan Sandia.
" Ini Mas kopinya!" Vania meletakkan secangkir kopi di depan Gavin.
Gavin menyeruput kopi itu lalu...
" Buh." Gavin menyemburkan kopi panasnya.
" Kenapa Mas?" Tanya Vania.
" Kau tanya kenapa hah!" Bentak Gavin berdiri di depan Vania. Ia menatap Vania dengan nyalang.
" I.. Iya." Sahut Vania.
" Kau ingin tahu kenapa? Minum kopi itu sekarang juga!" Titah Gavin.
Vania menatap secangkir kopi yang masih mengebul. Kopi yang baru saja ia seduh, ia tidak bisa membayangkan seberapa panasnya kopi tersebut.
" Aku bilang minum!" Bentak Gavin.
" I.. Iya Mas." Vania mengambil kopi tersebut. ia ragu untuk meminumnya, ia justru hanya menatapnya saja.
Gavin merebut cangkirnya, ia mencengkeram pipi Vania hingga membuat mulut Vania terbuka. Tanpa belas kasihan, Gavin menuangkan kopi panas itu ke mulut Vania.
Mau tidak mau Vania meneguk kopinya. Tenggorokan dan lidahnya terasa terbakar.
" Kak jangan lakukan itu!" Pekik Sandia.
Pyar....
Gavin membanting cangkir itu hingga berserakan di lantai.
Vania mengeluarkan air mata tidak tahan dengan rasa panas di dalam mulutnya.
" Hanya membuat kopi saja kau tidak becus! Apa kau hanya ingin menumpang makan saja hah!" Bentak Gavin.
Gavin menarik kasar rambut Vania.
" Awh sakit Mas." Pekik Vania.
" Kak tolong hentikan! Jangan lakukan ini kepada Kak Vania! Kasihan dia Kak!" Ucap Sandia sambil menangis. Ia tidak tega melihat Kakak iparnya di perlakukan buruk oleh Kakaknya sendiri.
" Masuk ke kamarmu!" Titah Gavin.
" Tapi Kak apa...
" Masuk!" Bentak Gavin membuat tubuh Sandia berjingkrak kaget.
Dengan kesal Sandia meninggalkan meja makan.
Sandia tidak mengerti kenapa Gavin melakukan semua itu. Ia akan menanyakannya pada Gavin nanti.
" Mas lepaskan aku!" Ucap Vania.
" Aku tidak akan pernah melepaskanmu! Aku akan terus menyiksamu sampai aku puas, aku akan membuatmu gila karena hidup bersamaku!" Teriak Gavin mendorong keras tubuh Vania.
Brugh...
" Awh." Keluh Vania saat tangannya mengenai pecahan beling. Darah segar mengalir di sana.
" Ssshhh." Desis Vania merasakan perih.
Krek...
"Awh ya Tuhan..." Pekik Vania saat Gavin menginjak kakinya.
Gavin berlalu meninggalkan Vania sendiri.
" Hiks... Hiks.... "
" Kenapa kau melakukan semua ini padaku Mas? Apa kesalahanku padamu?"
Pertanyaan Vania menghentikan langkah Gavin. Ia menoleh ke belakang menatap Vania dengan penuh kebencian.
" Kau tidak perlu tahu apa kesalahanmu! Terima saja apapun perlakuan ku padamu! Anggap saja aku sedang membalaskan dendam ku padamu!" Gavin segera berlalu.
" Balas dendam? Balas dendam apa yang dia maksudkan? Aku bahkan tidak pernah mengenal Mas Gavin sebelumnya, lalu kenapa aku harus menganggap semua perlakuannya sebagai balas dendamnya? Hiks... Ya Tuhan yang Maha membolak balikkan hati, berikanlah kelembutan di dalam hati Mas Gavin untukku, jika Kau tidak mau memberikan banyak setidaknya berikan sedikit saja." Monolog Vania.
Sandia yang mendengar mobil Gavin pergi, ia segera berlari ke dapur.
" Ya ampun Kak Vania." Pekik Sandia mendekati Vania.
" Kaki dan tanganmu berdarah Kak." Sandia membantu Vania duduk di kursi.
" Aku akan mengambilkan obat untukmu Kak." Ujar Sandia.
Vania mencekal tangan Sandia membuat Sandia menoleh ke arahnya.
" Kau tidak perlu membantuku, aku tidak mau kau mendapat hukuman dari Kakakmu, Sandia... Biarkan aku mengobati lukaku sendiri!" Ucap Vania.
" Tapi Kak." Ucap Sandia.
" Tidak pa pa Sandia." Sahut Vania.
" Baiklah, tapi biarkan aku yang membereskan semua ini." Sandia menyapu pecahan belingnya sedangkan Vania mengobati lukanya.
" Sandia apa kau mau membantuku?"
Sandia menoleh ke arah Vania.
" Apa yang bisa aku bantu Kak?" Sandia balik bertanya.
" Bantu aku mencari tahu apa alasan Kakakmu melakukan semua ini padaku." Ucap Vania.
" Maksud Kak Vania, Kak Gavin melakukan kekerasan lain begitu?" Selidik Sandia.
" Ah tidak Sandia lupakan saja! Mungkin Mas Gavin tidak suka dengan kopi yang aku buat untuknya.".Sahut Vania.
" Tidak... Aku tidak boleh melibatkan Sandia dalam hal ini, aku takut Sandia menjadi sasaran amukannya, aku akan mencari tahu sendiri." Batin Vania.
" Sudah selesai Kak, ayo kita makan." Ucap Sandia.
Keduanya makan bersama tanpa Gavin karena Gavin sudah pergi ke kantor.
Di dalam ruangannya, Gavin sedang duduk menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya.
" Aku akan membuat hidupmu lebih sengsara dari ini Vania.... Ini baru permulaan saja, kau akan merasakan sakit yang lebih dari ini." Ucap Gavin tersenyum smirk.
Ceklek....
Leon masuk ke dalam ruangan Gavin. Ia menghampiri Gavin yang masih tersenyum senyum sendiri.
" Lo kenapa Bro? Kesambet?"
Pertanyaan Leon membuat Gavin kaget
" Sialan Lo!" Umpat Gavin.
" Bro gue mau tahu keadaan Vania, gimana kabarnya? Apa lo berbuat kasar padanya?" Tanya Leon.
Gavin membulatkan matanya sambil menatap Leon.
" Kenapa? Apa kau menyukainya? Apa kau berubah pikiran? Apa kau mau merasakan tubuhnya? Kau penasaran dengannya?" Selidik Gavin.
" Ya... Aku penasaran padanya, kalau bisa berikan dia padaku untuk selamanya." Sahut Leon.
" Apa maksudmu Leon?" Selidik Gavin.
" Daripada lo berikan dia pada orang lain, berikan saja dia padaku, aku akan menjadikannya milikku selamanya, dan aku akan membayarnya dengan sangat mahal." Sahut Leon.
" Tidak bisa! Tawaran itu sudah expired, kau tidak akan pernah bisa memilikinya karena dia mangsaku Bro, lo cari yang lain saja!" Sahut Gavin.
" Walaupun gue tidak tahu apa yang terjadi dengan kalian berdua sebenarnya, tapi aku merasa ada yang tidak beres di sini, sepertinya ada yang di sembunyikan Gavin dari gue, gue harus segera mencari tahunya." Batin Leon.
Bukan tanpa alasan Leon mengatakan semua itu. Sandia baru saja mengadu padanya tentang apa yang terjadi pada kakak iparnya. Ia bukan orang bodoh yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada kedua kakanya. Ia hanya pura pura tidak tahu dan. percaya pada ucapan Vania saja.
Sandia tidak tega melihat Vania yang tersiksa karena ulah kakaknya sendiri. Untuk itu ia meminta bantuan Leon untuk mengeluarkan Vania dari rumahnya.
Gavin menatap Leon dengan perasaan tak menentu.
" Kenapa Leon menginginkan Vania? Apa dia menyukainya? Tidak akan aku biarkan Vania jatuh ke tangan orang lain, dia hanya akan bersamaku bagaimana pun keadaannya, aku akan membuat hidup Vania berakhir di rumah sakit jiwa seperti ibuku." Batin Gavin tersenyum smirk.
maaf aku skip aja soalnya menurutku balasan Vania ke gavin gak sebanding sama siksaan Gavin ke Vania soalnya Vania sudah sakit fisik dan mental kalau orang normal paling sudah gila berhubung ini novel ya maha ciptaan author
tapi q coba mau mampir cerita author yang lain
Semoga sukses trus buat author jangan liat yang comen yang buruk buruk" tetep semangat bikin cerita buat para penggemar authornya semangattt /Pray//Pray//Pray/