Kembali ke masa lalu, adalah sesuatu yang mustahil bagi Nara.
Tapi demi memenuhi keinginan terakhir sang putri, ia rela melakukan apapun bahkan jika harus berurusan kembali dengan keluarga Nalendra.
Naraya bersimpuh di hadapan Tama dengan deraian air mata. Ia memohon padanya untuk menemui putrinya dan membiarkan sang putri melihatnya setidaknya sekali dalam seumur hidup.
"Saya mohon temui Amara! Jika anda tidak ingin menemuinya sebagai putri anda, setidaknya berikan belas kasihan anda pada gadis mungil yang bertahan hidup dari leukimia"
"Sudah lebih dari lima menit, silakan anda keluar dari ruangan saya!"
Nara tertegun begitu mendengar ucapan Tama. Ia mendongak menatap suaminya dengan sorot tak percaya.
****
Amara, gadis berusia enam tahun yang sangat ingin bertemu dengan sang ayah.
Akankah kerinduannya tak tergapai di ujung usianya? Ataukah dia akan sembuh dari sakit dan berkumpul dengan keluarga yang lengkap?
Amara Stevani Nalendra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ungkapan Hati
__Flash Back On__
Naraya Stevani, adalah seorang gadis yang cerdas dan lemah lembut, ia mendapat beasiswa S1 melalui jalur prestasi untuk meraih pendidikan di salah satu universitas ternama di Sidney.
Gadis yang belum genap berusia delapan belas tahun itu, akan meninggalkan Indonesia untuk menempuh pendidikan di luar negri selama kurang lebih tiga hingga empat tahun.
Namun, di karenakan Naraya mendapat beasiswa berprestasi, ia harus menyelesaikan sekolahnya hanya dalam waktu tiga tahun.
Dan belum genap tiga tahun, gadis berparas cantik dengan tubuh proporsional sudah dapat menyelesaikan gelar Bachelor degree atau setara S1.
Naraya bukanlah gadis dari kalangan orang berada, bapaknya yang hanya seorang satpam, dan sang ibu yang hanya seorang penjual bubur ayam di pagi hari. Harus berjuang keras demi mewujudkan cita-cita putri mereka.
Hidup bermewah-mewahan juga bukan gaya hidup dari Nara. Sampai ketika dia bertemu dengan Khansa dan Anita, yang notabennya adalah anak dari orang kaya, membuatnya merasa istimewa karena kedua gadis kaya raya itu menerima Nara menjadi sahabat tanpa memandang status. Khansa dan Anita adalah dua orang kaya yang selalu membantu Nara terutama jika ia kehabisan uang saku selama di luar negri.
Sampai ketika dia lulus kuliah dan kembali ke tanah air, ia di terima bekerja di perusahaan Angkasa group.
Naraya bekerja sebagai sekretaris dari seorang direktur muda, calon pewaris tunggal perusahaan besar yang bergerak di bidang pembuatan sparepart sepeda motor.
Kebersamaan antara Nara dan Tama, membuat mereka merasakan getaran asmara, menumbuhkan benih-benih cinta di hati keduanya.
"Na" Tama meraih tangan Nara, kemudian mendaratkan di dadanya yang bidang.
Wanita itu sedikit mendongak demi bisa menatap wajah Tama. Manik hitamnya menyoroti manik hitam milik pria di depannya.
"Apa kamu bisa merasakan debaran jantungku?"
Nara mengangguk, lalu menelan salivanya dengan setengah mati.
"Rasanya, aku ingin terus bersamamu, aku tidak bisa jauh darimu. Aku mencintaimu Na"
Nara tertegun mendengar ungkapan hati Tama. Kalau boleh jujur, sebenarnya Nara juga merasakan hal yang sama.
Tapi nyalinya terlalu ciut untuk mengungkapkan perasaannya karena statusnya tak sebanding dengan Tama yang berasal dari keluarga terpandang.
"Aku_"
Nara menggantung perkataannya, ia berusaha menyusun kalimat untuk merespon ucapan Tama.
"Aku_"
"Aku tahu kamu juga mencintaiku" potong Tama. Ia bergerak melingkarkan tangan di pinggang Nara, sedikit menarik agar tubuhnya merapat padanya.
Mereka saling beradu pandang selama kurang lebih sepuluh detik, sebelum kemudian Tama mengecup bibirnya singkat, membuat Nara berjengit karena terkejut.
"Sebenarnya sa_"
Suara Nara menghilang seiring dengan bibir Tama yang tiba-tiba kembali menempel di bibirnya.
Kedua kalinya Nara di buat terkejut oleh sikap sang atasan, terlihat saat mata bulatnya melebar sempurna.
"Aku ingin kamu menjadi milikku Na" katanya ketika bibir mereka terlepas. "Aku tidak bisa kehilanganmu"
Usai mengatakan itu, dan untuk kesekian kalinya Tama mempertemukan bibir mereka, kali ini tidak hanya menempel, tapi sedikit memberi lum@tan lembut.
Nara yang tadinya mencoba berontak, akhirnya malah menerima pertemuan bibir itu lalu membalas ciumannya ketika Tama menggigit kecil bibirnya agar terbuka.
"Hampir dua tahun kita bekerja sama, sedikit banyak kamu pasti tahu bagaimana aku, iya kan?" ujar Tama "Kamu tahu sendiri aku tidak pernah bermain-main dengan ucapanku?" lanjutnya masih dengan tatapan terus tertuju menyoroti bola mata Nara.
Kening mereka masih saling menempel, Nara menatap tama dengan nafas tak teratur, serta jantung yang detakannya kian menggila.
Satu tangan tama yang tadinya memegang lengan Nara, perlahan terangkat mengusap pipi wanita itu dengan lembut.
Melihat Nara memejamkan mata ketika jari jemari tama membelai pipinya, membuatnya kembali mencium Nara.
Ciuman yang semakin lama terasa semakin dalam.
Reflek kedua lengan nara melingkar di leher Tama, sementara satu tangan tama menahan tubuh Nara supaya semakin merapat padanya dan tangan lainnya berada di tengkuknya.
Luwes dan lembut, mereka melakukannya hingga lebih dari satu menit.
Ada sesuatu yang terasa begitu menegang, dengan paksa Nara melepas ciumannya.
Jantung keduanya sama-sama berdetak sangat kencang. Dengan nafas yang saling memburu, paru-paru merekapun seakan mau meledak.
"Pak Tama?" Lirih Nara masih dengan memejamkan mata.
"Hmm?"
Perlahan Nara membuka mata, menatap Tama dengan kepala terdongak.
Hening, Nara tak sanggup jika harus mengatakan Aku juga mencintaimu, lidahnya seolah kelu untuk membalas ungkapan hatinya.
Melihat Nara terdiam, membuat Tama tersenyum, lalu mengecup bibirnya kilat.
"Jangan panggil pak, aku bukan bapakmu" seloroh Tama.
Mereka sama-sama tersenyum.
"Will you merry me?"
Alih-alih menjawab, Nara justru melempar pertanyaan balik. "Tapi bagaimana dengan bu Rania dan pak Idris? Mereka pasti akan menentang hubungan kita karena aku adalah gadis miskin"
"Jangan khawatirkan mereka, aku pasti akan mendapatkan restu dari ayah dan bunda" kata Tama seolah berusaha menepis kekhawatiran Nara.
"Will you merry me?" Tanyanya kedua kali.
Nara menangguk mantap, menatap Tama dengan sorot penuh cinta. "Yes, I would"
Sepasang mata mereka lekat saling menatap, sekian detik kemudian, mereka saling berbalas senyum.
"I love you Naraya"
"I love tou too" balasnya dengan suara sangat lirih, hingga nyaris tak tertangkap di telinga Tama.
Cinta pertama bagi keduanya, mereka saling mengerti satu sama lain, saling memberikan perhatian dan cinta tulus.
Bagi Nara, Tama adalah pria pertama dan terakhir yang akan mengisi hatinya. Sementara bagi Tama, Nara akan menjadi wanita satu-satunya yang akan terus bersemayan dalam lubuk hati sampai akhir hayat.
Bahkan mereka berjanji untuk tetap setia bersama dan saling menjaga hati hingga maut memisahkan.
*********
Kedua belah pihak sudah sepakat untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius, namun ketakutan dan kecemasan Nara belum surut sebab restu dari bu Rania dan pak Idris belum ia dapatkan.
Hubungan mereka yang belum di ketahui oleh siapapun termasuk kedua orang tua Tama, membuat kepercayaan diri Nara kian terkikis. Akan tetapi Tama selalu bisa mengatasi kekhawatiran Nara dengan sangat baik.
"Hari ini aku akan mengajakmu makan malam dengan keluargaku"
Mendengar ucapan Tama, jantung Nara seketika mencelos, perasaan takut tiba-tiba singgah dalam hatinya.
Semburat itu terlukis jelas di wajah ayunya yang polos.
"Kamu jangan takut, aku ada bersamamu, aku pasti akan terus menggenggam erat tangan ini, dan tidak akan pernah melepaskanmu" Imbuh Tama seakan tahu tentang kekhawatiran Nara.
Selalu begitu memang. Jika Nara sedang merasa cemas dengan hubungan mereka, Tama selalu berhasil membuatnya tenang kembali.
"Percaya padaku Na"
Wanita dengan tinggi seratus enam puluh centi meter itu hanya menganggukan kepala merespon ucapan kekasihnya.
"Jangan pernah takut selama ada aku" Tama kembali bicara ketika Nara hanya diam. Genggaman tangannya semakin mengerat seolah menjadi sebuah kode.
Hal itulah yang membuat wanita itu semakin yakin merima pinangan dari atasannya.
"Sekali lagi" kata Tama seraya menyelipkan rambut ke belakang telinga Nara. "Aku mencintaimu, sampai kapanpun, selamanya. Kita hadapi sama-sama rintangan yang menghalangi hubungan kita"
Mengangguk pelan, Nara merespon kalimat Tama yang selalu membuatnya menghangat atas ungkapan-ungkapan yang keluar dari mulutnya. Hingga ia berjanji akan setia pada Tama untuk selamanya.
Bersambung
suka banget sama karya2mu..
semoga sehat selalu dan tetap semangat dalam berkarya.. 😘🥰😍🤩💪🏻