NovelToon NovelToon
Jodoh Masa Kecil

Jodoh Masa Kecil

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Dosen / Perjodohan / Patahhati / Konflik Rumah Tangga- Terpaksa Nikah
Popularitas:299.8k
Nilai: 5
Nama Author: N. Mudhayati

Gendhis... Gadis manis yang tinggal di perkampungan puncak Sumbing itu terjerat cinta karena tradisi perjodohan dini. Perjodohan itu disepakati oleh keluarga mereka saat usianya delapan bulan dalam kandungan ibunya.
Gadis yang terlahir dari keluarga sederhana itu, dijodohkan dengan Lintang, anak dari keluarga kaya yang tersohor karena kedermawanannya
Saat usia mereka menginjak dewasa, muncullah benih cinta di antara keduanya. Namun sayang, ketika benih itu sudah mulai mekar ternyata Lintang yang sejak kecil bermimpi dan berhasil menjadi seorang TNI itu menghianati cintanya. Gendhis harus merelakan Lintang menikahi wanita lain yang ternyata sudah mengandung buah cintanya dengan Lintang
Seperti apakah perjuangan cinta Gendhis dalam menemukan cinta sejatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Mudhayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pesta Tunangan Impian Para Gadis

"Kring... Kring..."

Bel sekolah berbunyi, pertanda waktu istrahat telah tiba. Seperti biasa, Gendhis dan teman-temannya keluar kelas, sekedar untuk melepas penat, atau menghabiskan waktu istirahat mereka di kantin sekolah.

"Kamu nggak keluar, Dis?" Tanya Tina, teman sebangku Gendhis.

"Nggak ah, aku lagi males keluar." Jawab Gendis sembari membaca buku novel yang ia pinjam di perpustakaan.

"Ya udah, aku ke kantin duluan ya sama temen-temen." Pamit Tina.

"Okey..." Jawab Gendhis.

Ketika sampai di depan pintu Tina berkata, "Dis... Dicariin Mas Lintang..."

"Eh, udah. Biar aku aja yang masuk." Kata Lintang sambil berjalan menuju meja di mana kekasihnya itu duduk

Senyum lembut mengembang dari wajah cantik nya. Gendhis menyapa kekasihnya. "Ada apa, Mas Lintang nyariin Gendhis?"

"Aku pengen ngomong, Dis..." Lintang duduk di kursi depan meja Gendis.

"Ya, Mas. Kenapa?" Gendis menutup buku yang sedang dibacanya.

"Soal tadi malam... " Kata Lintang.

Gendhis faham apa yang hendak kekasihnya itu sampaikan.

"Mungkin, ucapan terimakasih saja nggak akan cukup untuk menebus apa yang sudah kamu lakukan untuk ku tadi malam, Dis." Hingar bahagia terpancar dari raut wajah Lintang.

"Ah... Mas Lintang terlalu berlebihan." Gendhis tersipu malu.

"Aku serius, Dis. Kalau bukan karena kamu yang membujuk Bapak dan Ibu tadi malam, mungkin saat ini aku pmasih bingung bagaimana harus meyakinkan mereka." Ucap Lintang.

"Gendhis hanya menyampaikan apa yang Gendhis rasa tepat kok, Mas." Gendhis menjawab.

"Bukan hanya tepat lagi, Dis. Kamu tahu kan sejak kecil itulah impian terbesarku. Menjadi seorang TNI. Dan kamu... telah mewujudkannya untuk ku. Terimakasih..." Lintang menatap wajah kekasihnya dengan penuh rasa bangga.

"Iya, Mas... Itu adalah impian Mas Lintang, perjuangkan itu, do'a ku selalu ada untukmu." Gendhis turut berbahagia untuk kekasihnya.

"Baik, Dis. Aku berjanji. Akan menjaga kepercayaan kalian, aku juga akan belajar dengan sungguh-sungguh, agar aku cepat selesai dan kita... bisa segera menikah." Janji manis itu keluar dari mulut Lintang tanpa adanya paksaan dari siapapun.

Gendhis tersenyum lega mendengar ucapan manis Lintang. Ia hanya berharap tak ada sesuatu pun yang akan menghalangi hubungan mereka sampai tiba waktunya nanti.

"Kring... Kring..."

Bel sekolah kembali berbunyi. Waktu istirahat telah usai. Lintang pun pergi meninggalkan Gendhis lalu kembali masuk di kelasnya.

*****

Gendhis turun dari sepeda motor yang membawanya pulang dari sekolah. Dengan siapa lagi kalau bukan dengan Lintang, calon tunangannya. Gendhis terkejut, karena saat dia berangkat sekolah pagi tadi halaman rumahnya yang berseberangan dengan rumah Lintang masih sangat sepi. Dan lihat sekarang... Sudah banyak hiruk pikuk orang kesana kemari dengan segala aktivitasnya.

"Sudah pulang Mbak Gendhis?" Tanya seorang wanita paruh baya sembari membawa panci berisi daging yang penuh.

"Iya, Mbak... Sudah." Jawab Gendhis tersenyum sambil berjalan di halaman rumahnya.

Nampak bukan seperti halaman lagi. Baik halaman rumahnya atau rumah Lintang, dipenuhi dengan tenda berkelambu hijau army. Rumah mereka yang hanya dipisahkan oleh jalan kampung itu, disulap oleh WO (wedding organizer) menjadi satu halaman yang menakjubkan. Tampak seperti bukan dua keluarga yang sedang punya hajatan, tapi satu anggota keluarga.

Di depan rumah Lintang terpampang dekorasi pelaminan dengan aneka bunga krisan dan bunga mawar yang berwarna warni. Taman kecil dengan suara gemercik air dari kolam taman buatan itu membuat dekorasi semakin hidup. Lampu hias berwarna putih berkelipan, dan sepasang kursi di pelaminan, semuanya tampak sejuk dipandang mata.

Di depan rumah Gendhis, panggung hiburan pun tak kalah menariknya. Dengan berbagai macam dekorasi juga tanaman hias berwarna wani. Lalu di tengah-tengah halaman mereka, terdapat kursi dan beraneka macam hidangan tertata rapi di atas meja tamu yang dibungkus kelambu warna army muda dipadukan dengan pita cantik warna merah muda. Tak salah memang Lintang memilih WO waktu itu. Seleranya memang sangat modern, sehingga membuat seluruh warga kampung takjub melihatnya. Tak heran jika para gadis di kampung nya sangat memimpikan pesta pertunangan nan megah seperti pesta Lintang dan Gendhis.

"Beruntung sekali ya Pak Ratno dapat calon besan seperti Pak Argo. Sudah baik, dermawan, kaya pula. Lihat Bu, baru acara pertunangan saja sudah semewah ini. Apalagi kalau menikah nanti..." Kata seorang ibu di dapur rumah Gendhis. Orang itu tampak menengok ke kanan dan ke kiri seolah memastikan bahwa tidak ada dua pihak keluarga yang mendengar ucapannya.

"Iya, katanya besok setelah acara pertunangan ada acara pengajian, dan yang akan memeriahlan acara besok katanya grup qosidah ternama dari Semarang lho, nasi... nasi... nasi apa namanya?" Tambah ibu-ibu yang lain.

"Nasi uduk?" Jawab ibu-ibu yang sedang mengupas bawang merah.

"Hus... Nasi uduk. Nasidaria lho bu..." Ibu yang pertama memulai percakapan itu menjawab.

"Nah, betul... Nasidaria. Terus malamnya lagi akan ada pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dari Jogjakarta lho, Bu." Kata salah satu ibu.

"Iya, beruntung sekali ya Bu Sari." Ketiga ibu-ibu itu pun saling berkomentar tanpa mereka sadari bahwa sebenarnya Gendhis mendengar percakapan mereka dari balik pintu.

Kemudian datang Bu Rati membawa panci yang habis ia cuci di samping rumah Gendhis.

"Eh, Bu Ibu... Bukan cuma Bu Sari yang beruntung, Bu Parti juga beruntung lho dapat calon mantu seperti Mbak Gendhis. Sudah cantik, baik, ramah, pinter masak, rajin bantu orang tua, berpendidikan, sekolah juga pandai... Wes, benar-benar calon mantu idaman."

"Iya... Betul ibu-ibu, memang Mas Lintang dan Mbak Gendhis itu pasangan yang sempurna. Nyaris ndak ada kurangnya lho, cantik dan ganteng..." Tambah ibu-ibu yang lain.

Gendhis masih berdiri di belakang pintu dapur. Ketika ibu-ibu selesai membicarakannya, Gendhis memutuskan untuk masuk rumah melalui pintu dapur.

"Permisi, ibu-ibu..." Seolah Gendhis tak mendengar apapun tentang percakapan mereka.

Ibu-ibu itupun terkejut melihat Gendhis yang ternyata sudah berdiri di depan pintu.

"Eh, Mbak Gendhis sudah pulang ya..." Tanya Bu Rati.

"Iya, Bu Rati. Monggo ibu-ibu, saya numpang lewat." Dengan ramah, Gendhis melewati kerumunan ibu-ibu yang sedang memasak untuk tamu undangannya.

"Iya, Mbak..." Jawab ibu-ibu.

"Eh, kira-kira Mbak Gendhis denger nggak ya ucapan kita tadi?" Salah satu dari mereka berbisik.

"Mudah-mudahan saja ndak, ya. Ah... Sudah... sudah, bergosipnya, nanti ayam gorengnya gosong lho, Bu." Jawab Bu Rati.

Mereka pun melanjutkan pekerjaannya. Tradisi dan kekeluargaan di Kampung Merangi memang masih sangat kental. Terlihat ketika salah satu warga ada yang sedang punya hajatan. Saat diminta bantuan untuk datang kerumah, mereka langsung berbondong-bondong datang membantu. Meninggalkan pekerjaan di ladang mereka, dari pagi hingga larut, sampai semua pekerjaan dapur terselesaikan.

Bukan untuk imbalan, mereka melakukan ini dengan ikhlas, karena mereka menempatkan segala sesuatu pada posisinya. Mereka sadar suatu saat nanti pasti juga akan mengalami hal yang sama, yaitu menjadi tuan rumah hajatan. Dan biasanya, sebagai ucapan terimakasih, sang pemilik rumah akan memberikan timbal balik berupa sembako atau makanan yang diberikan kepada warga setelah semua acara selesai. Itulah tradisi Kampung Merangi.

*****

Malam itu suara musik terdengar cukup keras di sekitar rumah Pak Argo juga Pak Ratno. Beberapa warga masih disibukkan dengan sederet persiapan untuk acara minggu pagi. Ibu-ibu di dapur mempersiapkan makanan, sedangkan bapak-bapak di luar ada yang masih asyik mengobrol sambil menikmati secangkir kopi. Remaja kampung yang juga teman-teman Lintang itu terlihat asyik bermain PlayStation yang di bawanya dari kamar Lintang.

Sementara di tempat lain, Gendhis termenung sendirian duduk di depan cermin meja rias yang ada di kamarnya. Bu Sari membuka pintu kamar hendak mengajak putrinya makan malam. Bu sari sedikit heran melihat putrinya berwajah muram menjelang hari pertunangannya.

"Nduk... ada apa? Sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu. Apa... kamu lagi terngiang acara besok pagi jadi nggak bisa tidur ya?" Bu Sari tersenyum menggoda mendekati putrinya.

"Eh... Ibu... nggak kok Bu, Gendhis cuma sedang berfikir." Jawab Gendhis dengan suara lemah.

"Kamu mikirin apa Nduk?" Bu Sari penasaran.

"Gendhis merasa... apa tidak terlalu berlebihan?" Ucapannya terputus.

"Apanya yang berlebihan, Nduk?" Bu Sari masih belum mengerti.

"Ya, semuanya Ibu. Ayah dan Ibu bahkan tidak bertanya, Gendhis mau acara tunangan seperti apa." Nampak ada sedikit kekecewaan dari wajah cantiknya.

Bu Sari duduk di atas dipan tempat tidur putrinya.

"Gendhis, kenapa tiba-tiba kamu bicara seperti itu, Nduk? Apa yang membuat Gendhis tidak menyukai pesta ini?" Ucap Bu Sari mulai khawatir.

"Ibu... Bukannya Gendhis nggak suka." Jawab Gendhis.

"Lalu?" Bu Sari balik bertanya.

"Gendhis berterimakasih karena Bapak sama Ibu sudah mengadakan pesta pertunangan untuk Gendhis. Tapi... apakah harus semewah ini? Ini kan baru tunangan, Bu..." Jawab Gendhis.

Bu Sari membelai rambut panjang putrinya.

"Sayang... ini semua Pak Argo dan Nak Lintang yang mengurus. Bahkan Bapak sama Ibu ndak bisa menolaknya karena mereka bersi kukuh untuk tetap membuat pesta untuk kalian. Mulai dari acara, dekorasi, hiburan semua mereka yang atur." Ucap Bu Sari mencoba menenangkan Gendhis.

"Iya... tapi ibu sama bapak kan bisa tanya sama Gendhis dulu..." Ucap Gendhis.

"Gendhis... ibu minta maaf karena Ibu sama Bapak ndak sempet ngomong sama kamu, karena kami pikir, kamu akan suka dengan pesta ini." Jelas Bu Sari.

"Oh... Ibu... yang mau tunangan itu Gendhis kan Bu, Gendhis cuma nggak mau anggapan warga tentang keluarga kita jadi salah faham. Bagaimana jika mereka mengira kita memanfaatkan keluarga Pak Argo dengan kekayaan dan kebaikannya? Meskipun kita hidup dari keluarga yang sederhana, tapi bukan berarti kita harus menerima semua pemberian Pak Argo pada kita, Ibu..." Jelas Gendhis sambil memegang jemari ibunya.

Bu Sari terkejut dan berkata, "Memangnya ada Nduk yang bicara begitu? Siapa, Nduk?"

"Sudah lah bu, ndak penting juga siapa yang bilang. Toh memang kenyataan nya kita sudah menerima semua pemberian Pak Argo." Gendhis diam-diam masih memikirkan perkataan ibu-ibu siang tadi di dapurnya.

"Gendhis... ibu sama bapak minta maaf ya... karena tidak memberitahukan hal ini sebelumnya." Bu Sari nampak menyesal.

Gendhis hanya menganggukkan kepala.

"Ya sudah, sekarang makan dulu yuk..." Bu Sari mengajak putrinya.

"Tadi sore Gendhis sudah makan dan sekarang masih kenyang, Bu." Jawab Gendhis.

"Ya sudah, sekarang kamu tidur aja. Besok kan harus bangun pagi untuk persiapan." Kata Bu Sari.

Gendhis pun hanya menganggukkan kepalanya.

Bu Sari pergi meninggalkan Gendhis di kamarnya.

Dalam hati gadis itu berkata,

"Bapak, Ibu... kalian terlalu baik. Semua yang kalian berikan untuk ku baik, bahkan terlalu baik. Kalian pilihkan jodoh untuk ku, bahkan di saat aku belum pernah melihat isi dunia. Bagaimana tidak, kalian memilih jodoh untukku saat aku masih berumur delapan bulan dalam kandungan mu, Ibu... Jangankan bertanya padaku inginkan pesta pertunangan seperti apa, bahkan kalian pilihkan jodoh untuk ku tanpa bertanya apakah aku mau menikah dengan laki-laki itu? Syukurlah... laki-laki yang kalian pilih adalah lelaki yang baik, dan keluarga yang baik. Semoga aku tetap bisa menjadi putri kalian yang bisa selalu menuruti kehendak Bapak dan juga Ibu. Karena aku yakin... semua yang kalian lakukan semata-mata hanya demi kebahagiaan putrinya, hingga tak pernah terfikir orang akan berkata apa, asal melihat anak-anaknya bahagia, kalian pasti bahagia. Terimakasih Bapak... Ibu..."

Malam semakin larut. Udara dingin di puncak Sumbing menembus melalui celah jendela kamar yang sedikit masih terbuka. Suara alunan musik perlahan mulai melemah, mengantarkan jiwa-jiwa yang lelah setelah seharian berkutat dengan persiapan pesta pertunangan. Gendhis pun memejamkan kelopak matanya, seraya berdoa, semoga esok menjadi awal hari yang baik untuk hubungannya dengan Lintang, jodoh masa kecilnya yang sebentar lagi akan resmi menjadi tunangannya.

*****

1
Nur Mashitoh
Riko cocoknya jd sahabat
Hairun Nisa
Kalau Lintang n Arnold masih Taruna, berarti Gaby yg sudah jadi Dokter... usianya jauh lebih tua donk ya?
Gandis juga baru lulus SMA kok bisa langsung jadi guru?
Nur Mashitoh
Tah jodohmu yg nolongin Dhis
Nur Mashitoh
kasihan Gendhis..beruntunglah nanti yg dpt jodoh Gendhis
Nur Mashitoh
Gala jodohnya Gendhis nih..sama² hatinya suci
Nur Mashitoh
pantaslah klo Lintang ga berjodoh dgn Gendhis yg sholeha karna Lintang punya sisi liar yg terpendam
Hera
👍🏻👍🏻👍🏻
Ruzita Ismail
Luar biasa
⚘Senja
alur critanya mirip sinetron india "Anandi". ini menurutku ya kakak.
Afida Punya Hayat
bagus, ceritanya menarik
Sandisalbiah
penyesalan itu emang dari dulu selalu gak patuh dgn peraturan krn dia selalu datang terlambat dan sayangnya sampe sekarang gak ada yg bisa menegurnya buat sadar... hadehh.. lintang.. terima nasib aja deh...
Sandisalbiah
nah lo... sakit gak tuh... kamu yg menabur angin lintang, maka kamu yg akan menuai baday... tinggal nunggu karma buat si geby...
Sandisalbiah
karma mulai mereyap mendekat kehidupan lintang.. hemmm... selamat menikmati.... hubungan yg diawali dgn yg salah dan kebohongan juga hanya berlandaskan nafsu yaaa.. endingnya begini... rumah tangganya kacau...
Sandisalbiah
simalakama gini mah....
Sandisalbiah
nah.. makan yg kenyang hasil karya mu lintang... biar warga tau semua kebobrok kan mu... enak aja mau ngikat Ghendis, gak rela Ghendis diambil cowok aini... situ waras.... dasar kang selingkuh...
Sandisalbiah
thor.. enaknya si lintang ini kita ceburin ke kawah merapi yuk... udah egois, songong pula... pengen tak pites itu org...
N. Mudhayati: 😆😆😆 setuju bangeeet kakak.... 👍👍
total 1 replies
Sandisalbiah
pengecut berkedok pahlawan bertopeng kamu Lintang.. banci yg berkaris atas dukungan Lintang tp kamu bagai kacang lupa akan kulinya... jd gak sabar pengen lihat karma apa yg akan kamu terima karena tega menyakiti gadis yg tulus seperti Ghendis
Sandisalbiah
gak gampang buat nyembuhin luka hati pak dosen... se enggak nya perlu waktu dan kesabaran... semangat pak Gala... obatin dulu luka hati Ghendis baru rengkuh hatinya...
enokaxis_
bagus
Noer Anisa Noerma
lanjuuutttttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!