Realita skripsi ini adalah perjuangan melawan diri sendiri, rasa malas, dan ekspektasi yang semakin hari semakin meragukan. Teman seperjuangan pun tak jauh beda, sama-sama berusaha merangkai kata dengan mata panda karena begadang. Ada kalanya, kita saling curhat tentang dosen yang suka ngilang atau revisi yang rasanya nggak ada habisnya, seolah-olah skripsi ini proyek abadi.
Rasa mager pun semakin menggoda, ibarat bisikan setan yang bilang, "Cuma lima menit lagi rebahan, terus lanjut nulis," tapi nyatanya, lima menit itu berubah jadi lima jam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 33
Dosen pembimbingku tidak hanya meminta untuk merapikan tabel operasional variabel dan indikator, tetapi juga mengarahkan untuk membuat kuesioner berdasarkan indikator yang telah ku buat.
Pada awalnya, ini terdengar seperti tantangan baru yang bisa ku atasi. Namun, ketika aku mulai menyelami tugas ini, kebingungan dan kekacauan yang ku rasakan semakin menjadi-jadi.
Aku memulai dengan harapan bahwa membuat kuesioner dari indikator yang sudah ada akan lebih mudah. Namun, semakin ku dalami, semakin aku menyadari betapa tidak jelasnya indikator yang telah ku buat.
Indikator tersebut, meskipun sudah ku coba rancang dengan sebaik mungkin, ternyata tidak memiliki asal usul yang jelas dan cara penerapan yang tepat. Ini membuatku kesulitan dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan untuk kuesioner.
Contohnya, salah satu indikator yang ku buat adalah tentang "Frekuensi Pembelian."
Aku menjelaskan bahwa indikator ini mengukur seberapa sering rata-rata pelanggan membeli dari penjual yang sama dalam periode waktu tertentu.
Namun, saat mencoba untuk merumuskan pertanyaan kuesioner yang relevan, aku merasa buntu. Bagaimana aku bisa membuat pertanyaan yang tepat jika indikatornya sendiri tidak terdefinisi dengan baik?
Selain itu, aku juga merasa frustrasi karena tidak tahu harus memperbaiki indikator tersebut dengan cara apa.
Aku sadar bahwa indikator yang ku buat harus dapat diukur dengan jelas dan memberikan informasi yang bermanfaat untuk penelitian.
Namun, karena asal usul indikatornya tidak jelas dan penjelasannya tidak memadai, aku merasa kesulitan dalam menentukan bagaimana cara memperbaikinya agar bisa digunakan dalam kuesioner.
Aku mencoba membuat pertanyaan yang sesuai dengan indikator yang ada, tapi setiap kali aku menyusunnya, rasanya tidak ada kepastian apakah pertanyaan tersebut akan menghasilkan data yang valid dan relevan.
Ini membuatku merasa tertekan, seolah-olah aku sedang berusaha memecahkan teka-teki yang tidak ada solusinya.
Aku juga merasa kesulitan dalam menentukan bagaimana cara mengukur jawaban dari kuesioner tersebut. Apakah aku harus menggunakan skala Likert atau metode lain?
***
Setelah membaca kembali seluruh perjalanan yang penuh liku ini, aku menyadari betapa pentingnya untuk benar-benar memahami setiap aspek dari skripsi, bukan sekadar menyusun kata demi kata tanpa pemahaman yang mendalam.
Aku mulai menyadari bahwa selama ini aku terlalu terburu-buru dan tidak menyadari betapa banyaknya detail yang perlu kuperhatikan.
Aku memutuskan untuk mengambil langkah serius dalam menyusun skripsi ini. Aku mulai dengan membaca berbagai skripsi yang telah selesai, mengamati bagaimana struktur dan formatnya, serta mencatat hal-hal penting yang mungkin bisa ku terapkan dalam penulisanku sendiri.
Aku juga menyelami jurnal-jurnal akademik yang relevan untuk memperdalam pemahaman tentang topik yang ku teliti. Buku-buku metodologi penelitian pun tak luput dari pencarianku, agar aku bisa mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai konsep dan teknik penelitian.
Satu hal yang benar-benar membuatku tersadar adalah betapa selama ini aku tidak memahami dengan benar apa yang sebenarnya aku kerjakan.
Aku mengira bahwa aku sudah cukup memahami skripsi hanya dengan membaca beberapa referensi secara sepintas.
Namun, setelah mempelajari lebih lanjut, aku menyadari betapa banyak yang harus ku pelajari dan perbaiki.
Aku sadar bahwa seharusnya aku memulai dengan memperbaiki setiap kesalahan yang ada, bukan menunggu hingga terdesak oleh waktu.
Saat melihat teman-teman yang mulai ngebut dalam bimbingan, rasa takut ketinggalan semakin menyentuhku. Aku merasa tertekan dan cemas jika tidak bisa mengikuti perkembangan mereka.
Namun, ketakutan terbesar sebenarnya bukanlah tentang ketinggalan waktu atau tidak bisa memenuhi tenggat.
Yang lebih menakutkan adalah ketika aku tidak bisa menjelaskan dengan baik tentang skripsi yang ku buat sendiri.
Aku merasa akan menjadi masalah besar jika suatu saat nanti aku ditanya tentang hal-hal mendalam dari skripsi tersebut, dan aku tidak bisa memberikan jawaban yang memadai.
***
Menghapus bagian Operasional Variabel dan Indikator dan menggantinya dengan yang lebih sederhana mungkin bisa menjadi langkah awal yang baik untuk menyederhanakan proses penyusunan skripsi.
Namun, aku menyadari bahwa kesederhanaan pun tak lantas menjamin kemudahan jika pemahaman kita tentang konsep-konsep dasar tersebut masih minim.
Kadang, menyederhanakan sesuatu justru bisa menjadi tantangan tersendiri, terutama jika kita hanya memiliki pemahaman yang setengah-setengah.
Aku merasa bahwa meskipun aku berusaha membuat segala sesuatunya lebih mudah, jika dasar-dasarnya masih belum benar-benar ku kuasai, segala usaha tersebut tetap bisa menjadi sia-sia.
Aku mencoba mencari cara untuk menjelaskan variabel dan indikator dengan cara yang lebih mudah dipahami.
Aku menyadari bahwa meskipun aku sudah mengubahnya menjadi bentuk yang lebih sederhana, aku tetap harus memahami inti dari setiap elemen tersebut.
Bagian ini sebenarnya adalah bagian penting dari skripsi. Operasional variabel membantu mendefinisikan bagaimana variabel-variabel dalam penelitian akan diukur dan dievaluasi.
Indikator memberikan penjelasan rinci tentang apa yang akan diukur dalam penelitian tersebut.
Jika aku tidak memahami dengan jelas apa itu operasional variabel dan indikator, maka meskipun aku membuatnya sederhana, aku tetap akan mengalami kesulitan dalam penerapannya.
***
Indikator Harga
Kotler dan Armstrong (dalam Pradana dkk, 2017, hal 17) menjelaskan bahwa indikator harga adalah sebagai berikut:
1. Harga terjangkau oleh kemampuan daya beli konsumen.
2. Kesesuaian antara harga dengan kualitas.
3. Harga memiliki daya saing dengan produk yang sejenis.
Gambar 1.1
Indikator Harga
Harga Terjangkau Oleh Kemampuan Daya Beli Konsumen
Kesesuaian Antara Harga Dengan Kualitas
Harga Memiliki Daya Saing Dengan Produk yang Sejenis.
Sumber: Pradana dkk., (2017)
(sebenernya tiga indikator itu ada kotaknya masing-masing. Dan dari masing-masing indikator itu ada anak panah yang ngarah ke kotak yang tulisanya harga)
***
Di tengah kesibukan menyusun skripsi, salah satu tantangan besar yang aku hadapi adalah cara mencantumkan sumber dengan benar, terutama ketika menggunakan indikator dari referensi yang mengutip sumber lain.
Ini menjadi dilema tersendiri bagi aku, yang kadang merasa bingung harus menulisnya bagaimana agar tetap sesuai dengan kaidah akademik.
Ketika aku mengambil indikator dari Pradana dkk., yang juga mengutip dari Kotler dan Armstrong, aku terjebak dalam kebingungan tentang bagaimana menyajikan sumber-sumber ini dengan tepat.
Dalam teks, biasanya aku menyebutkan referensi seperti ini: Kotler dan Armstrong (dalam Pradana dkk., 2017, hal. 17). Ini jelas menunjukkan bahwa informasi tersebut berasal dari Kotler dan Armstrong, tetapi dikutip oleh Pradana dkk. di tahun 2017.
Namun, tantangan muncul ketika aku harus mencantumkan sumber ini di tabel atau gambar indikator dalam skripsi.
Bagaimana caranya agar informasi tersebut tetap jelas dan akurat tanpa terlihat membingungkan?
Sumber yang terlalu rumit atau tidak sesuai dengan format dapat memengaruhi kejelasan dokumen dan bisa jadi salah paham oleh pembaca.
Jadi, di bagian bawah tabel atau gambar, aku memutuskan untuk mencantumkan sumber dengan format yang lebih sederhana namun tetap informatif. Aku menulis:
Sumber: Pradana dkk., (2017)
Dengan menulis seperti ini, aku berharap bisa membuatnya lebih mudah dipahami. Ini sebenarnya cara yang lebih praktis, tetapi aku juga merasa agak cemas karena seharusnya aku mencantumkan sumber asli secara jelas, yaitu Kotler dan Armstrong, terutama ketika informasi yang diberikan sangat spesifik.