Follow Ig @ rii-ena
Cerita ini mengkisahkan tentang Firda, seorang mahasiswi tingkat satu yang dengan iseng menggagalkan pernikahan Bujang.
Pria dewasa yang dijuluki si bujang lapuk.
Tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Firda yang menyebabkan pernikahan dirinya yang gagal, Bujang membalas permainan yang Firda buat dengan menikahinya malam itu juga.
Bagaimana pernikahan yang mereka jalani selanjutnya? Apakah Firda akan menyerah dan bercerai dengan Bujang yang katanya sudah aki-aki atau justru malah Firda jadi jatuh cinta.
Lalu Bujang sendiri? Masihkah dendam pada Firda karena sudah mengacaukan pernikahannya atau justru bersyukur? ikuti terus cerita mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Bagaikan Mimpi
Bujang tidak bisa tidur, bayangan indah malam ini ambyar gara-gara gadis nakal yang tidur di atas lantai itu.
Sebenarnya Bujang nggak tega juga melihatnya meringkuk tidur hanya beralaskan bedcover, pasti tetap terasa kerasnya lantai. Tapi dia lebih tega telah membuat pernikahan dirinya dan Mawar sebagai permainan.
Mawar juga, katanya sudah nggak cinta lagi dengan mantan suami yang selalu mengajaknya rujuk kembali, tapi nyatanya apa? Dasar cintanya cuma setipis kulit ari bawang.
Kemarin saja nangis-nangis karena suaminya berselingkuh lalu minta cerai, giliran suaminya minta balik mau saja.
Terus, Bujang dianggapnya apa? Nggak sedikit uang yang sudah Bujang keluarkan. Walaupun pestanya tidak besar-besaran dan terbilang mewah, tapi tetap saja Bujang semua yang mengeluarkan biaya.
Untung saja mereka akan menikahnya di kantor urusan agama, tidak dirumah. Jadi biayanya rada-rada miring, coba kalau di rumah? Kan harus mengganti biaya transportasi dan lelahnya pak tuan Kadi, masa' iya cuma ucapan terimakasih saja.
Kalaulah dia jadi menikah dengan Mawar, pasti malam ini dia sedang bekerja keras menggarap sawah dan ladang milik Mawar, eh.
Haish, Mawar itu sudah janda, pasti pengalamannya segudang. Bisa jadi Bujang yang diajari, jadi nggak pakai istilah kerja keras.
Nasib memang tidak ada yang tahu. Bujang sih memang menikah juga sesuai jalannya takdirnya menikah, tapi sayangnya sama bocah ingusan.
Bujang duduk, menatap pigura foto Firda yang ada di atas nakas yang terletak dekat kepala ranjang.
Cantik sih, tapi masih anak ingusan di mata Bujang.
Dibandingkan dengan Mawar yang bahenol, aih, jauh bener bedanya.
Bujang terus menatap Firda yang sepertinya sudah tertidur, dia masih bingung mau di bawa kemana pernikahan ini.
...******...
" Hei, anak nakal, ayo bangun! Kita harus pulang sekarang, aku mau mandi! Sebentar lagi subuh."
Bujang menendang-nendang telapak kaki Firda dengan ujung kakinya.
"Apaan sih, Bang? Kalau mau mandi ya tinggal mandi saja, terus sholat subuh, apa susahnya." jawab Firda malas-malasan dengan mata yang tetap terpejam.
"Nggak, aku biasa kalau mau sholat mandi dulu. Nggak kaya' kamu, perempuan pemalas. Ayo cepat bangun!"
Bujang nggak sabar kalau cuma menendang kakinya lagi, dia langsung saja menarik tangan Firda agar bangun.
Firda melotot dan mau berteriak baru menyadari jika yang membangunkannya tadi bukan Bagas abangnya. Bujang cepat membungkam mulut Firda dengan telapak tangannya.
"Jangan drama lagi dengan berteriak seakan kau lupa aku ini suamimu! Nggak ngaruh, jangan drama-drama'an. Kemasi beberapa pakaianmu, kita pulang ke rumah Abah. Nggak pakai banyak tanya atau protes, cepat!"
Bujang sudah mendorong badan Firda di dekat lemari, mau nggak mau Firda mengemasi beberapa helai pakaian dan keperluan pribadi lainnya dan memasukkannya ke dalam tas.
Firda merasa dari tadi malam dia bermimpi sudah di nikahi oleh aki-aki, dan berharap setelah bangun dari tidurnya semua kembali seperti sedia kala.
"Ya Allah, bangunkan lah aku dari tidurku! Sudah mimpinya ya Allah, masa' sih mimpi kok nikahnya sama aki-aki begitu, yang cakep lah ya Allah...Namanya juga mimpi." gumam Firda sembari menutup resleting tasnya.
"Drama terus..." Bujang menjentik jidat Firda, lalu menariknya keluar dari kamar.
"Bang, tunggu kenapa? Aku belum sikat gigi, belum cuci muka."
"Kelamaan, keburu ketinggalan subuh."
Bujang terus saja menarik tangan Firda yang berpenampilan awut-awutan, namanya juga bangun tidur.
"Lho, kalian mau kemana?"
Ayahnya Firda ternyata sudah bangun dan sudah dalam keadaan rapi dengan memakai baju Koko dan kopiah, sepertinya sudah hendak berangkat ke mesjid. Terlihat Bagas dan Raka juga keluar dari pintu kamar mereka dengan penampilan yang sudah rapi.
"Hmm, anu, Yah, kami pulang dulu! Saya tidak membawa pakaian ganti, nggak enak mau sholat nggak ganti baju."
Pak Deni menghela napas panjang.
"Ya sudah, nanti sore kemari lagi ya! Kita belum pernah ngobrol kan?"
Bujang mengangguk hormat.
"Insya Allah, Yah, kami pulang dulu ya, Yah."
Bujang segera masuk ke dalam mobilnya yang di parkir di depan rumah ayah mertuanya, sedikit menambah gas biar cepat sampai di rumah.
Tanpa mengajak Firda masuk, Bujang sedikit berlari masuk ke dalam kamar.
"Mi, Abah sudah berangkat ke mesjid? " tanya Bujang sambil memakai sarung di depan Firda yang masih berdiri mematung.
"Sudah, buruan! Sudah iqomah tuh." Umi Sri mengingatkan.
" Iya, Mi, Assalamualaikum..." Bujang berlari kecil menuju mesjid yang tidak terlalu jauh dari rumah Abahnya.
"Waalaikumussalam,"
Umi Sri menoleh menatap Firda.
" Kamu kok bengong saja, sayang? Masuklah ke kamar suamimu, mandi, sholat, setelah itu temani Umi di dapur ya!" tegur Umi Sri menyadarkan Firda yang masih tidak tahu mau apa dan mau bagaimana.
" Eh, iya Umi." Firda tersenyum kikuk sembari berjalan menuju pintu tempat Bujang tadi masuk dan keluar.
" Ya, Allah...Ternyata ini nggak mimpi ya?"
Firda duduk di atas ranjang milik Bujang yang terlihat bersih dan rapi, tatanan kamarnya juga terlihat indah.
"Hmm, sepertinya si Bujang lapuk itu sudah mempersiapkan kamar ini untuk si bahenol, sayangnya semua cuma tinggal mimpi." Firda terkikik sendiri, memeluk bantal guling lalu memejamkan kedua matanya melanjutkan tidur.
Turun dari Mesjid Abah Surya bisa melihat putra sulungnya yang sudah menantinya. Beberapa pasang mata melirik ke arah Bujang tapi mereka tidak ada yang berani berkomentar, segan dengan Abah Surya yang merupakan salah satu tokoh masyarakat.
Hanya saja berita gagalnya kembali pernikahan Bujang dan Mawar tidak bisa lagi disembunyikan, semua tetangga kemarin datang ke rumah kediaman orang tua Mawar. Tapi yang bersanding kenapa Mawar dengan mantan suaminya.
"Kenapa pagi-pagi sudah pulang? Pengantin baru..." Abah Surya terkekeh, Bujang cuma tersenyum tipis.
"Bagaimana malam tadi?"
"Apanya, Bah?" Bujang pura-pura lugu.
"Haish, kau sudah dewasa, Mish, masa' nggak tahu kemana arah pembicaraan Abah."
"Bah ...." Bujang protes, berbicara hal seperti itu membuat dia malu.
"Bah, apa keputusan kita ini sudah benar? Apa kata orang nanti jika tahu aku menikah dengan anak kecil?" Bujang mengusap wajahnya resah.
"Dia bukan anak-anak, ya memang usianya sangat jauh dibanding dengan dirimu. Itulah jodoh, siapa yang bisa menebak. Tiga kali kau gagal menikah, ternyata Allah memberikan jodoh padamu dengan cara yang tidak biasa. Sudah, tidak perlu disesali. Bimbing dia dengan baik, Abah yakin kamu bisa.
Tapi kamu memang tidak menghamilinya kan, Mish?"
"Bah.... Bagaimana aku bisa menghamilinya, kenal saja tidak."
"Ya ya ya, Abah percaya, hanya saja Abah kasihan melihat Ayahnya malam tadi. Dia terlihat syok dan sangat bersedih ketika kita katakan kau menghamili putrinya, Abah tahu bagaimana perasaannya, Mish. Tapi mau bagaimana lagi, putrinya benar-benar nakal sih." Abah Surya kembali terkekeh kecil sembari menggelengkan kepalanya.
Sampai dirumah, Bujang tidak melihat ada Firda menemani Uminya di dapur.
"Mi, Firda mana?"
"Dikamar kamu, mungkin masih sholat. Tadi Umi suruh mandi lalu sholat, coba lihat sudah selesai atau belum!"
Bujang berjalan masuk ke dalam kamarnya, terlihat Firda yang dengan nyenyak tidur diatas ranjang.
"Astagfirullah....Hei bocah nakal, kamu sudah sholat belum?" teriak Bujang menggeram agar suaranya tidak kedengaran sampai keluar kamar.
"Aku lupa bawa mukena, nanti aja sholat Dzuhur sekalian, tanggung." jawab Firda sambil menguap
Bujang menarik tangan Firda, membawanya ke kamar mandi lalu diguyurkan kepala Firda dengan air dingin.
Firda sudah mau teriak lagi, Bujang kembali membungkam mulutnya.
"Sstt.... Makanya jangan nakal, mana ada sholat pakai kata tanggung dan sekalian. Cepat mandi! Nanti pakai mukena Umi dulu."
Bujang keluar dari kamar mandi dengan sedikit membanting pintu.
...****************...
sandiwara.. film.. sejenisnya..