“Jangan berharap anak itu akan menggunakan nama keluarga Pratama ! Saya akan membatalkan pernikahan kami secara agama dan negara.”
Sebastian Pratama, pewaris tunggal perusahaan MegaCyber, memutuskan untuk membatalkan pernikahannya yang baru saja disahkan beberapa jam dengan Shera Susanto, seorang pengacara muda yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 tahun.
Shera yang jatuh pingsan di tengah-tengah prosesi adat pernikahan, langsung dibawa ke rumah sakit dan dokter menyatakan bahwa wanita itu tengah hamil 12 minggu.
Hingga 1.5 tahun kemudian datang sosok Kirana Gunawan yang datang sebagai sekretaris pengganti. Sikap gadis berusia 21 tahun itu mengusik perhatian Sebastian dan meluluhkan kebekuannya.
Kedekatan Kirana dengan Dokter Steven, yang merupakan sepupu dekat Sebastian, membuat Sebastian mengambil keputusan untuk melamar Kirana setelah 6 bulan berpacaran.
Steven yang sejak dulu ternyata menyukai Kirana, berusaha menghalangi rencana Sebastian.
Usaha Steven yang melibatkan Shera dalam rencananya pada Sebastian dan Kirana, justru membuka fakta hubungan mereka berempat di masa lalu.
Cover by alifatania
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Bukan Penculikan
Kirana hanya bisa berdoa dalam hati semoga Steven tidak terus menerus dalam keadaan emosi. Pria yang dulu dikenalnya sangat penyabar sekalipun sering di bully, sekarang sudah berubah. Sifat Steven yang sekarang mengingatkan Kirana pada Tante Rosa, mamanya Steven.
Mobil Steven memasuki kawasan Bogor menuju puncak. Kirana mulai merasa ketar-ketir. Dia bersedia berbicara dengan Steven tapi di restoran atau tempat umum lainnya. Bukan di villa apalagi hotel.
“Kita mau kemana Steve ?” tanya Kirana dengan nada yang dibuat setenang mungkin.
“Kenapa ? Kamu takut Sebastian tidak bisa menemukanmu ?” ejek Steven dengan nada sinis.
“Bukan,” jawab Kirana sambil tersenyum. “Jangan jauh-jauh, aku nggak mau kena macet pas arah baliknya.”
“Kita bisa menginap,” jawab Steven dengan santai.
“Kalau menginap aku nggak jadi ngobrol sama kamu. Turunin aku di depan !” Kirana langsung cemberut membuat Steven tertawa. Mode marahnya langsung turun level.
“Kenapa ? Begitu takutnya kamu sama Sebastian ?”
Kirana langsung menggeleng dan menoleh menatap Steven.
“Bukan masalah Sebastian. Urusan dia marah biar aja, tapi mama. Kamu mau kalau mamaku melarang aku berteman lagi denganmu ?”
Alasan yang sama selalu Kirana ucapkan bila Steven sedang memaksanya. Steven memahaminya karena Ibu Dewi adalah guru yang terkenal tegas pada semua murid tanpa memandang status mereka.
Steven tertawa sambil mengacak-acak rambut Kirana. Moodnya yang tadi buruk perlahan membaik karena Kirana membawanya pada ingatan masa kecil mereka.
“Steven !” Seru Kirana saat melihat pria itu masih membawa mobilnya ke arah puncak.
“Oke,. Oke. Aku nggak akan bawa kamu ke puncak, Kita cari restoran yang nyaman di Bogor.”
Steven memasuki pom bensin yang ada di dekat situ untuk memutar kembali ke arah Bogor.
“Bisa carikan tempat yang bagus untuk kita siang ini,” Steven menyerahkan handphonenya.
“Jangan coba-coba hubungi Sebastian atau Aldo !” ancam Steven.
“Iya, iya. Aku janji hari ini akan meluangkan waktu untukmu. Kita mgobrol.”
Kirana pun mulai mencari restoran lewat laman bantuan di handphone Dan seteah sepakat dengan Steven, pria itu membawa mobilnya menuju ke sana dengan bantuan aplikasi peta.
Hanya membutuhkan waktu 15 menit mobil Steven sudah terparkir di restoran.
“Steven,” Kirana menahan lengan Steven sebelum mereka keluar dari mobil. Pria itu langsung menoleh menatap Kirana.
“Boleh aku pinjam handphone kamu untuk menghubungi mamaku ? Aku mau mengabarkan kalau aku sedang keluar kantor dan pulang agak telat.”
Steven menatap tajam dengan tatapan menyelidik. Dia berusaha mencari kejujuran dari kalimat Kirana.
“Aku akan bicara dengan pengeras suara supaya kamu bisa ikut mendengar.”
Tanpa Steven perlu mengatakan kecurigaannya, Kirana langsung menjelaskan. Akhirnya Steven memberikan handphonenya pada Kirana dan melihat gadis itu memencet nomor.
“Halo,” suara mama Lia langsung terdengar setelah dering ketiga.
Pengeras suara dihidupkan. Kirana memberi isyarat pada Steven untuk mengenali suara mama Lia dan pria itu mengangguk.
“Halo Ma, sorry aku lagi pinjam handphone Steven. Hape aku kehabisan daya. Mama masih ingat kan sama Steven Pratama ? Mantan murid mama ?”
“Iya.”
“Aku lagi diajak pergi sama Steven ke Bogor untuk makan sambil ngobrol, Ma. Maklum kami kan sudah lama nggak ketemu. Mama tolong simpan nomor Steven ya, buat hubungi aku kalau ada perlu. Tolong bilang ke Marsha juga ya Ma, kalau hari ini aku nggak keburu ketemuan sama dia.”
“Marsha ?”
“Iya Ma, Marsha. Masa mama lupa sama temanku itu. Tolong bilangin Marsha aku nggak jadi ketemu hari ini. Dia pasti telepon ke mama soalnya kan hape aku mati.”
“Jangan pulang malam-malam !”
Mama Lia yang agak bingung dengan pesan Kirana hanya menutup percakapan mereka dengan pesan itu. Mama Lia sempat berpikir dan berusaha mengingat nama Marsha sebagai teman Kirana. Seingat mama Lia, hanya ada Shinta dan Anna yang menjadi sahabat putrinya sejak SMA.
Firasat keibuannya mulai berjalan. Karena belum memiliki nomor Sebastian maupun asistennya, akhirnya mama Lia menghubungi Widya.
Mama Lia sempat menanyakan nama Marsha dan Widya langsung memberitahu kalau Marsha adalah salah satu sekretaris di MegaCyber.
Tidak ingin merepotkan mantan tetangganya, Mama Lia minta nomor handphone Sebastian atau asistennya.
Setelah Widya memberikan nomor keduanya, Mama Lia langsung menghubungi Sebastian dan menyampaikan pesan dari Kirana.
“Apa Kirana memberitahu lokasi persisnya, Tante ?”
Tanya Sebastian dengan nada khawatir.
“Tidak Pak Bastian.” Mama Lia yang belum terbiasa memanggil kekasih anaknya itu hanya dengan nama saja.
“Panggil saya Sebastian saja, Tante,” ucap Sebastian sedikit kikuk.
“Maaf belum biasa.”
Akhirnya pembicaraan terputus setelah Sebastian memastikan pada mama Lia kalau ia akan membawa pulang Kirana dalam keadaan baik-baik saja.
Sebastian yakin kalau Steven tidak akan menyakiti Kirana, tapi yang membuatnya tidak yakin kalau Steven hanya mengajak Kirana ngobrol saja tanpa berusaha menyentuh atau mencium kekasihnya.
“Tenang Pak Bas, saya yakin kalau Kirana bukan model orang yang pasrah diperlakukan tidak sopan oleh orang yang bukan calon suaminya,” ujar Dion dengan nada sedikit meledek.
“Kamu masih bisa bercanda dalam keadaan seperti ini ?” Omel Sebastian sambil melotot.
Dion terkekeh sambil menutup mulutnya. Aldo, Milan dan Arman sebetulnya juga ingin tertawa seperti Dion.
Mereka sudah duduk di dalam ruangan Sebastian sejak boss MegaCyber itu tiba di kantor. Baru kali ini mereka melihat Sebastian dengan wajah kusut dan sangat khawatir. Saat masa pacaran dengan Shera, Sebastian hampir tidak perah meminta bantuan untuk mengecek keberadaan Shera, sekalipun mantan istrinya itu pergi tanpa kabar selama 2 hari.
Tuan Richard yang baru saja selesai bertemu dengan Pak Johan ikut masuk juga ke ruangan Sebastian.
“Gimana Bas, sudah bisa diketahui kemana Steven membawa Kirana ?”
Sebastian menggeleng dan memghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa.
“Dimana kesulitannya ?” Tuan Richard memandang ketiga stafnya satu persatu.
“Posisi handphone Kirana tidak aktif, Tuan.” Arman yang menjawab.
“Saya sedang melacak keberadaan nomor Tuan Steven. Tidak akan lama.”
Aldo membuat suasana hati Sebastian lebih tenang. Dia lupa kalau ada alrernatif lain memggunakan nomor panggilan Steven.
Hanya dalam waktu 20 menit, titik lokasi nomor Steven sudah ditemukan. Aldo menuliskan nama tempat dan alamatnya.
Sebastian langsung beranjak bangun, namun Tuan Richard mencegahnya, meminta Sebastian untuk mendengarkan pendapat daddy-nya dulu.
Dion yang sudah mengerti maksud Tuan Richard mengajak Aldo, Milan dan Arman keluar ruangan meninggalkan ayah dan anak itu.
“Jangan langsung menjemput Kirana pulang, Bas. Beri mereka waktu untuk menyelesaikan persoalan mereka di masa lalu.”
Tuan Richard menasehati anaknya yang terlihat emosi dan ingin bergegas menjemput Kirana.
“Berikan waktu pada Steven untuk mengeluarkan isi hatinya pada Kirana. Daddy dengar kalau mereka pernah bersahabat baik saat kecil dan terpisah karena Steven mengambil kuliah di Jogja dan Kirana harus pindah mengikuti tugas papanya”
Sebastian masih terdiam mendengarkan nasehat Daddy Richard. Mengingat bagaimana Steven pernah memeluk kekasihnya, bahkan selalu berusaha menyentuh Kirana saat mereka berbincang, hati Sebastian jadi tidak tenang.
“Kamu boleh pergi menyusul ke tempat Kirana berada, tapi jangan langsung main jemput. Tunggu sampai mereka selesai dan keluar resto, baru kamu yang bawa Kirana pulang.”
Setelah mempertimbangkan saran daddy-nya, akhirnya Sebastian langsung mengajak Dion untuk menemaninya. Asisten yang penuh pengertian itu sudah membatalkan beberapa jadwal Sebastian sore ini dan memundurkan semua meeting besok pagi. Jaga-jaga kalau bossmya akan datang lebih siang.
Sebastian pamit pada Daddy Richard untuk menyusul Kirana.
“Ingatkan Bastian untuk jangan gampang emosi, Yon,” pesan Tuan Richard saat mereka bertiga sudah berada di dalam lift.
“Biar Pak Tomo yang setir mobil, Bas. Kasihan Dion kalau nanti ngantuk karena terlalu capek.”
Sampai di lobby, Tuan Richard langsung pulang dengan mobil dan sopirnya, sementara Pak Tomo mengantarkan Sebastian dan Dion menyusul Kirana.