Fitriyani Nurjannah adalah seorang guru honorer selama 15 tahun di SMA 2 namun ia tak pernah menyerah untuk memberikan dedikasi yang luar biasa untuk anak didiknya. Satu persatu masalah menerpa bu Fitri di sekolah tempat ia mengajar, apakah pada akhirnya bu Fitri akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bu Fitri dan Kehidupannya
Bu Fitri, dengan suara yang lembut namun bersemangat, menjelaskan alur cerita novel yang berjudul "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata. Para siswa mendengarkan dengan seksama, sesekali mencatat poin-poin penting yang disampaikan oleh guru mereka.
"Anak-anak, novel ini menggambarkan perjuangan yang luar biasa dari sekelompok anak-anak di sebuah desa terpencil di Belitung," ujar Bu Fitri. "Mereka, dengan segala keterbatasan yang ada, tidak pernah menyerah untuk meraih mimpi-mimpi mereka."
Salah satu siswa, seorang gadis bernama Rina, mengangkat tangannya. "Bu, saya ingin bertanya. Apa yang membuat novel ini begitu istimewa?"
Bu Fitri tersenyum. "Pertanyaan yang bagus, Rina. Novel ini istimewa karena mengandung nilai-nilai luhur seperti persahabatan, kegigihan, dan semangat untuk terus belajar. Selain itu, gaya bahasa yang digunakan oleh penulis juga sangat indah dan mudah dipahami."
Setelah itu, Bu Fitri memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau menyampaikan pendapat mereka mengenai novel tersebut. Beberapa siswa aktif berpartisipasi, sementara yang lain tampak masih malu-malu.
Saya sangat terkesan dengan tokoh Ikal dalam novel ini, Bu," kata seorang siswa bernama Budi. "Dia adalah sosok yang sangat gigih dan tidak pernah menyerah meskipun menghadapi banyak kesulitan."
"Betul sekali, Budi," timpal Bu Fitri. "Ikal adalah contoh yang baik bagi kita semua. Dia mengajarkan kita untuk tidak pernah menyerah pada keadaan dan selalu berjuang untuk meraih apa yang kita inginkan."
Diskusi terus berlanjut hingga bel masuk berbunyi. Bu Fitri menutup pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk membuat resensi novel "Laskar Pelangi".
"Anak-anak, tugas ini bertujuan untuk menguji pemahaman kalian tentang novel ini," kata Bu Fitri. "Kerjakan dengan sungguh-sungguh dan jangan lupa untuk memperhatikan struktur dan kaidah penulisan resensi yang baik dan benar."
Para siswa mengangguk tanda mengerti. Mereka kemudian membereskan buku dan alat tulis mereka sebelum meninggalkan kelas.
****
Fitriyani Nurjannah, atau yang akrab disapa Bu Fitri, adalah sosok guru yang luar biasa. Di usianya yang menginjak 38 tahun, ia masih berstatus sebagai guru honorer di SMA 2 tempatnya mengabdi selama 15 tahun terakhir. Namun, status tersebut tidak pernah mengurangi semangatnya untuk mendidik para siswa.
Setiap pagi, Bu Fitri selalu datang lebih awal ke sekolah. Ia mempersiapkan materi pelajaran dengan seksama dan selalu berusaha untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan di kelas. Ia tidak pernah membeda-bedakan siswa dan selalu berusaha untuk memberikan perhatian yang sama kepada semua anak didiknya.
Meskipun gaji yang ia terima sebagai guru honorer tidak seberapa, Bu Fitri tidak pernah mengeluh. Ia tetap bersemangat mengajar karena ia percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah masa depan anak-anak. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk para siswanya, meskipun dengan segala keterbatasan yang ada.
Di luar jam sekolah, Bu Fitri juga aktif dalam kegiatan sosial. Ia sering membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk belajar di rumah. Ia juga aktif dalam kegiatan komunitas di lingkungannya. Bu Fitri adalah sosok yang peduli terhadap sesama dan selalu berusaha untuk memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Suatu sore, setelah selesai mengajar, Bu Fitri duduk di ruang guru sambil memeriksa tugas-tugas siswa. Ia tersenyum melihat hasil kerja keras para siswanya. Tiba-tiba, seorang rekan guru menghampirinya.
"Bu Fitri, saya dengar ada lowongan CPNS untuk guru bahasa Indonesia," kata rekan guru tersebut.
Bu Fitri terkejut. Ia sudah lama menantikan kesempatan untuk menjadi seorang PNS. Namun, ia juga merasa ragu karena ia tahu bahwa persaingan untuk mendapatkan status PNS sangat ketat.
"Saya akan coba mendaftar," kata Bu Fitri dengan semangat. "Saya berharap ini adalah kesempatan saya untuk bisa mengabdi lebih baik lagi."
****
Sore itu, Fitri melajukan motor maticnya dengan hati-hati menyusuri jalanan kota yang mulai ramai. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, ia akhirnya sampai di depan rumahnya. Rumah sederhana dengan cat yang mulai pudar itu adalah tempat ia berlindung bersama keluarganya.
Fitri memarkirkan motornya di halaman rumah dan kemudian masuk ke dalam. Ia melihat suaminya, Dito, sedang duduk di ruang tamu sambil menonton televisi. Dito adalah seorang pegawai swasta di bidang periklanan. Mereka telah menikah selama 16 tahun dan dikaruniai dua orang anak.
"Assalamualaikum, Mas," sapa Fitri sambil mencium tangan suaminya.
"Waalaikumsalam," jawab Dito sambil tersenyum. "Sudah pulang, Bu?"
"Sudah," kata Fitri. "Anak-anak mana?"
"Kenzi sedang belajar di kamar, Mega sedang bermain di luar," jawab Dito.
Fitri kemudian pergi ke kamar Kenzi untuk melihat anaknya. Kenzi adalah anak sulung mereka yang kini sudah berusia 15 tahun dan akan masuk SMA. Ia adalah anak yang rajin dan pintar. Fitri sangat bangga dengan Kenzi.
Setelah itu, Fitri pergi ke halaman belakang rumah untuk mencari Mega. Mega adalah anak bungsu mereka yang masih berusia 12 tahun dan akan masuk SMP. Ia adalah anak yang periang dan aktif. Fitri sangat menyayangi kedua anaknya.
Fitri menghampiri Mega yang sedang bermain dengan teman-temannya. Ia mengusap rambut Mega dengan lembut. "Sudah sore, Nak. Ayo pulang," kata Fitri.
Mega mengangguk dan kemudian berpamitan dengan teman-temannya. Ia berjalan bersama Fitri menuju rumah.
****
Kenzi, anak sulung Fitri dan Dito, adalah seorang remaja yang ambisius. Ia memiliki cita-cita untuk masuk ke SMA favorit di kota ini. Oleh karena itu, ia belajar dengan sangat giat setiap hari. Ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya yang telah bersusah payah membesarkannya.
Fitri dan Dito sangat bangga dengan Kenzi. Mereka melihat Kenzi sebagai anak yang mandiri dan bertanggung jawab. Mereka tidak pernah memaksa Kenzi untuk belajar terlalu keras. Mereka hanya ingin Kenzi belajar sesuai dengan kemampuannya dan tidak melupakan waktu istirahatnya.
Fitri dan Dito juga tidak pernah memberikan dorongan secara langsung kepada Kenzi untuk belajar giat. Mereka percaya bahwa motivasi belajar harus datang dari diri sendiri. Mereka hanya memberikan dukungan moral dan material kepada Kenzi.
Fitri juga tidak memiliki niat untuk membantu Kenzi masuk ke sekolah tempat ia mengajar. Ia tidak ingin memanfaatkan posisinya sebagai guru untuk kepentingan pribadi. Ia ingin Kenzi masuk ke sekolah favorit dengan kemampuan dan usaha sendiri.
Fitri tahu bahwa banyak teman sesama guru yang melakukan praktik "titip-menitip" siswa ke sekolah tempat mereka mengajar. Namun, ia tidak ingin mengikuti jejak mereka. Ia ingin menjadi contoh yang baik bagi para siswanya.
Suatu malam, Fitri melihat Kenzi sedang belajar di kamarnya. Ia menghampiri Kenzi dan duduk di sampingnya.
"Kenzi, kamu sudah belajar dari tadi. Istirahat dulu, Nak," kata Fitri.
"Tidak apa-apa, Bu. Aku masih ingin belajar lagi," jawab Kenzi.
"Iya, Ibu tahu kamu ingin masuk SMA favorit. Tapi, jangan lupa istirahat juga. Kesehatan itu penting," kata Fitri.