Asa terkejut saat membuka matanya semua orang justru memanggilnya dengan nama Zia Anggelina, sosok tokoh jahat dalam sebuah novel best seller yang menjadi trending topik paling di benci seluruh pembaca novel.
Zia kehilangan kasih sayang orang tua serta kekasihnya, semua terjadi setelah adiknya lahir. Zia bukanlah anak kandung, melainkan anak angkat keluarga Leander.
Asa yang menempati raga Zia tidak ingin hal menyedihkan itu terjadi padanya. Dia bertekad untuk melawan alur cerita aslinya, agar bisa mendapat akhir yang bahagia.
Akankah Asa mampu memerankan karakter Zia dan menghindari kematian tragisnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Gaby, lo kenapa?"
Gina bertanya ketika melihat sahabatnya memasuki kelas dengan wajah pucat. Tidak hanya pucat, mata gadis itu juga terlihat merah seolah baru menangis. Ada apa dengan Gaby? Gaby duduk di samping Gina tanpa menjawab pertanyaannya.
"Kak Zia ganggu lo lagi?" tanya Gina pelan.
Gaby menggeleng tanpa menatap Gina. Jawaban itu membuat Gina bertanya lagi, tapi urung ketika tiba-tiba telinganya menangkap obrolan teman-teman sekelas yang baru saja memasuki kelas.
"Gila! Gila! Gak kuat gue! Pas mukul Kak Haris damage-nya gak ngotak!"
"Ish, beneran anjir! Gue sampe tahan napas waktu lihat Kak Arza sama Kak Haris ngerebutin Kak Zia. Gila! Bisa-bisanya dua cowok keren kayak gitu ketemu di satu ruangan, ya."
"Apalagi pas Kak Arza narik tangan Kak Zia, gue auto lemes, sumpah!"
Gina tertegun mendengar obrolan teman-teman sekelasnya. Ia melirik Gaby yang masih menunduk dan pasti mendengar semuanya.
"Eh, tapi gue kepo deh, tadi Kak Arza bawa Kak Zia ke mana ya?"
"Tadi gue sempet denger katanya ke gudang sekolah."
"Mereka ngapain ya ke gudang sekolah?"
"Jangan-jangan…"
BRAK!
Gina menggebrak meja, mengejutkan seluruh kelas. Ia memelototi mereka agar berhenti bergosip. Mereka memelototi balik.
"Ngapain sih lo, Gin, segala gebrak-gebrak meja. Gak jelas banget!"
Gina mendelik. "Kalian yang gak jelas! Itu tugas numpuk, bukan buat dipajang! Udah bego, tambah bego gara-gara gosip mulu!"
"Sok banget lo!" rutuk salah satu murid.
Mereka akhirnya kembali ke tempat masing-masing, tapi jelas kesal. Gina kemudian menoleh lagi pada Gaby, yang masih menunduk sambil menggenggam ujung roknya kuat-kuat.
"Lo denger itu semua?" tanya Gina.
Gaby mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Iya, Gin … gue denger. Gue gak ngerti kenapa Kak Arza jadi kayak gitu. Belakangan ini dia berubah. Dia kayak ngejauh dari gue, terus … gue ngerasa Kak Muar malah makin deket sama Kak Zia."
Gina mengelus punggung tangan Gaby.
"Kok bisa, ya? Padahal Kak Arza tuh selama ini jelas-jelas paling peduli sama lo. Bahkan dia tuh selalu belain lo tiap Zia jahatin lo. Tapi sekarang… makin aneh."
Gaby menghela napas berat, hidungnya memerah. "Gue juga gak ngerti, Gin. Semua berubah gitu aja … Padahal selama ini cuman lo sama Kak Arza yang ngertiin gue. Di rumah Kak Zia selalu nyudutin dan cerita hal buruk tentang gue di depan Papi, gue gak tahu gimana kalau sampai Papi percaya sama ucapan Kak Zia dan malah benci sama gue. Gue takut, takut gak punya siapa-siapa lagi," kata Gaby dengan raut wajah murung.
"Lo sabar ya, By. Manusia biadab macam setan kayak dia pasti akan kena karma." Gina benar-benar membenci Zia, entah mengapa perempuan itu tega memperlakukan sahabatnya sampai seperti ini. "Jangan sampai perubahan Kak Arza juga karena Kak Zia cerita macem-macem tentang lo ke dia."
"Gue juga mikirnya kayak gitu, selama ini Kak Zia benci sama gue kemungkinan dia juga bakal ngelakuin hal yang bikin orang-orang yang sayang sama gue jadi balik benci."
Gina langsung berdecak sinis. "Gila ya! Zia bener-bener iblis. Lo gak boleh tinggal diam, By. Jangan sampai Kak Arza makin terpengaruh sama omongan Zia. Najis banget gue sama tuh orang."
Gaby menunduk, namun samar-samar sudut bibirnya tertarik ke atas, disertai kilatan matanya yang tampak sangat dingin.
"Hm, gue juga gak akan membiarkan itu," gumam Gaby lirih.
***
Kacau! Kacau! Kacau!
Zia mengusap wajahnya dengan frustrasi. Ya Tuhan, mengapa semuanya menjadi semakin rumit? Alur cerita ini benar-benar berantakan. Ia tahu sejak jiwanya masuk ke tubuh asli Zia Angelina, secara tidak langsung ia mempengaruhi alur cerita novel ini, namun ia tidak menyangka dampaknya akan sejauh ini.
Dan tentang segala perubahan Arza, kenapa tadi ia bertingkah seperti seorang cowok yang sedang cemburu. Zia pusing, apalagi ketika mengingat perkataan Arza tadi yang membuatnya merinding.
"Zia, mulai saat ini cuman gue, cuman gue yang boleh lo lihat."
Sakit mental kan!
Zia curiga jangan-jangan Tuhan memberinya kesempatan kedua untuk hidup dua kali bukan karena Tuhan menyayanginya, melainkan karena dosanya yang sudah menumpuk sehingga neraka saja enggan menerimanya. Astaga! Zia merutuki dirinya sendiri, biasanya ia mempercayai Tuhan. Tambah menumpuk dong dosanya.
Zia menghela napas panjang kemudian membungkuk mengambil batu kecil di bawah kakinya. Menatap lurus danau indah di depannya, matanya mengejap beberapa kali sebelum kembali menghela napas. Zia melemparkan batu yang ada di telapak tangannya lalu mengamati gelombang air di danau itu bergulung kecil akibat lemparan batunya.
"Astagaaa! Gue masih merasa gak tenang!" Gadis itu mengeluarkan satu embusan napas kasar sebelum bergerak mondar-mandir memikirkan teori konspirasi dari dunia novel ini.
"Hobi lo aneh ya, selain suka meluk orang sembarangan ternyata juga suka cosplay jadi setrikaan."
Kening Zia mengerut, kakinya yang sibuk mondar-mandir langsung berhenti mendengar suara tak asing itu. Ia berbalik dan mendapati seorang pemuda sedang bersandar di bawah pohon dengan tatapan lurus ke arahnya.
"Sejak kapan lo di situ?" tanya Zia.
Pemuda itu mengedikkan bahu. "Mungkin sebelum lo datang terus ngoceh-ngoceh sendiri."
Zia merapatkan bibirnya mendengar itu. Bikin malu saja.
"Gak usah malu, orang lagi banyak masalah memang kadang suka gila mendadak."
Mata Zia membuka lebar. "Cih, gak ada orang waras ngomong sama orang gila."