[Lanjutan dari novel "Aku hanya Figuran"]
Awalnya kupikir Kamu hanyalah gadis biasa-biasa saja. Namun mata polosmu mengalihkan semuanya. Aku tak bisa berpaling. Timbul ketertarikan untuk mengenalmu lebih dalam lagi. Hingga akhirnya Aku sadar, Aku telah jatuh sejatuh-jatuhnya pada pesonamu.
Hei Khansa Aulia, Yohan Alexander menyukaimu. Sadarkah Kau dengan hal itu? (Yohan Alexander)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[POV Alex] Ch 29 - Cincin dari Siapa?
Entah berapa lama kami berpacu. Aku memuaskan keinginan tubuhku. Namun sepertinya tak akan pernah ada kata puas dalam diriku. Tubuh istriku benar-benar candu. Bagaikan heroin, semakin dihisap membuat penggunanya semakin ketagihan. Benar-benar membuatku tidak bisa berpaling.
Terkadang aku tidak mengerti dengan sistem tubuhku. Apakah aku yang terlalu maniak? Atau pesona tubuh Khansa yang terlalu melekat? Aku tidak bisa membedakan keduanya. Yang jelas, tidak akan pernah ada kata puas bila berhubungan dengan Khansa.
Seperti misalnya pagi ini. Tadi malam kami bahkan melakukannya selama beberapa kali, namun pagi ini tubuhku begitu menginginkannya lagi. Hanya Khansa yang bisa membuatku seperti ini. Hanya dia.
Aku meninggalkan Khansa yang tertidur kelelahan akibat olahraga pagi kami. Turun ke lobby hotel dan mulai mencari persewaan motor. Setelah mendapatkannya, aku mulai mencari-cari perlengkapan pendukung untuk acara berpetualang kami. Sebenarnya bukan benar-benar berpetualang. Kami hanya akan pergi melihat sawah, menuruti keinginan bumil yang tidak bisa dicegah. Namun permintaan Khansa membuatku khawatir. Wanita itu ingin melihat sawah dengan menggunakan motor. Padahal menggunakan mobil akan lebih aman untuknya. Baik itu dari segi keselamatan bayi, maupun untuk perlindungan tubuhnya sendiri.
Naik mobil akan mencegahnya dari kepanasan, polusi asap, serta akan membuatnya duduk dengan nyaman. Namun Khansa tak mengindahkan itu semua. Dia tetap bersikeras ingin naik motor. Dia menggunakan jurus terakhir yang digunakan hampir semua wanita hamil, yaitu mengidam. Semua keinginan tak wajar, mereka atas namakan sebagai ngidam. Menjadikan bayi sebagai alat untuk mencapai keinginan.
Kali ini aku akan mengalah. Bila aku memberikan pengamanan yang ketat, seharusnya tidak akan jadi masalah.
Aku pergi ke toko yang menjual peralatan yang kubutuhkan. Berbelanja hal-hal kecil yang menurutku cukup dibutuhkan. Selesai melakukannya, aku kembali ke hotel dan mendapati istriku masih tertidur dengan lelapnya.
"Bangun. Katanya mau lihat sawah?" bisikku sembari mengecupi pipinya. Kelopak mata itu bergerak dengan malas dan membuka secara perlahan, menatapku dengan tatapan mengantuk.
"Jam berapa?"
"Setengah delapan."
"Sudah sesiang ini. Kenapa tidak membangunkanku Mas?" Khansa langsung beringsut duduk. Wajahnya cemberut.
"Kamunya capek gitu yank."
"Salahmu buat aku capek." Khansa mengomel sembari pergi ke kamar mandi. Aku menahan diri untuk tidak menyusulnya.
Lima belas menit kemudian, wanita itu keluar dari kamar mandi seraya memakai bathrobe. Rambut basahnya dia tutupi dengan handuk.
"Mana baju yang mau dipakai?"
"Di koper Mas."
"Pakai celana juga. Biar nggak kepanasan. Mana celanamu?"
"Ada di koper Mas." Aku melayangkan pandang ke setiap sudut ruang, mencari-cari koper yang dimaksud. Koper itu terletak tak jauh dari tempatku berada. Aku mendekati koper itu dan mulai membukanya. Khansa mengikutiku dari belakang.
"Pakai yang ini Mas." Khansa menunjuk salah satu celana berwarna hitam. Aku menarik celana berbahan tipis itu dan memperhatikannya dengan seksama.
"Apa tidak terlalu tipis pakai ini? Pakai kaos kaki juga ya." ucapku. Khansa mencoba mendebat. Namun aku mengancam akan mengantarnya dengan mobil bila dia tidak menuruti kata-kataku. Pada akhirnya wanita itu menyetujui semua persyaratanku asalkan bisa melihat sawah dengan naik motor.
Aku menutupi seluruh tubuh Khansa. Baik itu dengan menggunakan kaos kaki, sarung tangan maupun masker. Tak lupa aku juga menjaketi tubuhnya. Tidak ada bagian dari tubuh Khansa yang bisa terkena sinar matahari. Aku cukup puas melihat hasil kerjaku.
Setelah semua persiapan selesai, aku melajukan motor secara perlahan. Menuju area pematang sawah, tempat tujuan wisata istriku tercinta.
Selama beberapa jam kami menatap sawah dengan bosan. Ya, aku sangat bosan. Tapi tidak begitu dengan Khansa. Tampaknya wanita itu sangat menikmatinya. Aku merengkuh tubuhnya sembari sesekali mengecupi keningnya. Mencoba menyukai hal-hal yang dia sukai.
Matahari tepat berada di atas kepala ketika kami memutuskan untuk pergi dari area hijau itu. Kemudian kami memutuskan untuk mencari makan dan kembali ke hotel.
Agenda kami hari itu cukup sibuk. Pagi sampai siang kita pergi melihat sawah. Siang sampai sore kita kembali ke hotel. Menjelang malam, kami keluar dan menikmati suasana alun-alun di malam hari.
Si bumil kembali menikmati wisata kuliner. Entah berapa banyak makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Tak henti-hentinya mulut itu mengunyah. Nafsu makan Alkha benar-benar besar. Hanya dengan melihatnya saja sudah membuatku kenyang.
Kami kembali ke hotel ketika waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Khansa tampak kelelahan. Selain lelah karena seharian berjalan-jalan, tubuhnya juga lelah karena tak henti-hentinya berusaha melayani keinginan tubuhku.
Begitu membaringkan tubuhnya di ranjang, dalam waktu beberapa menit, wanita itu sudah pergi ke alam mimpi.
"Tidur yang nyenyak sayang." Aku mengecup keningnya dan menyelimuti tubuhnya. Aku beranjak dari ranjang, bersiap-siap untuk menelepon keluargaku.
Dddrrrttt... Dddrrrttt... Dddrrrttt...
Terdengar bunyi ponsel yang bergetar. Aku meraih ponsel. Kupikir ponselku yang bergetar, namun ternyata tidak demikian. Aku mencari-cari sumber bunyi itu dan menemukannya. Rupanya bunyi itu bukan berasal dari ponselku, melainkan dari ponsel Khansa yang diletakkan di samping tempat tidur.
Aku meraih ponsel itu untuk melihat siapa yang meneleponnya. Ternyata panggilan itu dari Fian.
"Halo? Mbak? Mbak dimana? Mas Alex nyariin lho..."
"Fian, ini Aku. Alex."
"Lho? Kok kamu Mas? Mbak Khansa..."
"Khansa sudah bersamaku... Halo? Halo?" Sambungan itu terputus. Aku mengecek ponsel Khansa. Ternyata ponsel itu kehabisan baterai.
Wanita itu terkadang ceroboh juga. Membiarkan ponselnya berkali-kali kehabisan baterai. Tidak pernah belajar dari kesalahan. Untung saja Aku mencintainya. Jadi aku akan memaafkan semua kesalahannya.
Aku mencari-cari charger Khansa, namun tidak menemukannya. Mungkin dia menaruh charger itu di kopernya. Berpikir hal itu, aku langsung membuka koper Khansa dan membongkar isinya. Mencari benda berkabel itu secara seksama.
Ketika tidak kunjung menemukannya, aku mulai mengeluarkan satu persatu barang-barang Khansa yang terdiri dari berbagai macam hal seperti baju, pakaian dalam, sepatu flat, peralatan mandi, peralatan sholat, sandal, powerbank, kotak berwarna merah dan charger.
Aku mengambil charger itu, tapi perhatianku tertuju pada kotak beludru berwarna merah seukuran genggaman tangan. Aku merasa sangat familiar dengan kotak itu. Seperti pernah melihatnya, namun entah dimana.
Aku membuka kotak itu dan mendapati sebuah cincin di dalamnya. Cincin itu terbuat dari emas putih. Di bagian tengah mata cincin tampak taburan berlian yang diukir berbentuk bunga. Sedangkan di bagian dalam cincin terukir inisial, A❤️K. Inisial A? Alex? Tidak mungkin. Aku tidak pernah memberi cincin ini pada Khansa. Lalu siapa "A"?
Sepucuk lipatan kertas kecil menarik perhatian. Aku mengambil kertas itu dan membukanya. Dan isinya... Membuatku benar-benar naik darah!!
"Pakai cincin ini ketika kamu merasa tidak bahagia. Aku akan datang untukmu, Khansa."
A❤️K
***
Happy Reading 😘
anw, aku dari 2025 yah. kangen Alkha.
tapi ada yg lucu..
pov nya tukang telur gulungg/Facepalm//Facepalm/..
ada² aja yg nulis novel ini..
ampe nasib telor gulung pun di tulis.