Akibat ditikung saudara kembarnya, Darren memilih keluar dari rumah mewah orang tuanya, melepas semua fasilitas termasuk nama keluarganya.
Suatu hari salah seorang pelanggan bengkelnya datang, bermaksud menjodohkan Darren dengan salah satu putrinya, dan tanpa pikir panjang, Darren menerimanya.
Sayangnya Darren harus menelan kecewa karena sang istri kabur meninggalkannya.
Bagaimana nasib pernikahan Darren selanjutnya?
Apakah dia akan membatalkan pernikahannya dan mencari pengantin penganti?
Temukan jawabannya hanya di sini
"Dikira Montir Ternyata Sultan" di karya Moms TZ, bukan yang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Talak sekaligus lamaran
Pak Haris yang sedang duduk di teras rumahnya tampak terkejut melihat Ajeng turun dari mobil, diikuti oleh Darren yang turun dari sepeda motor dan parkir di dekat mobil tersebut. Pak Haris berdiri dengan cepat, matanya terbelalak menatap Ajeng dengan campuran perasaan lega, tetapi rasa marah dan kecewa lebih mendominasi. Dia lalu menghampiri Ajeng dan...
Plakkk
Semua mata membelalak dan menutup mulut mereka dengan tangan, melihat kejadian yang berlangsung dengan cepat itu.
"Masih ingat pulang kamu, Ajeng! Setelah apa yang telah kamu lakukan, hahhh!" sentak Pak Haris dengan suara lantang membuat tetangga mereka berdatangan dan penasaran dengan apa yang terjadi.
"Sudah puas kamu membuat kami menanggung rasa malu akibat ulahmu!"
Pak Haris rupanya tak dapat menahan amarahnya pada Ajeng, putrinya yang begitu dia sayangi justru membuatnya kehilangan muka di depan orang banyak juga besannya.
Ajeng hanya bisa menunduk dalam, tidak berani menatap ayahnya yang sangat marah padanya. Bu Hasna yang tidak tega segera mendekat dan mencoba menenangkan sang suami. "Tenang, Pak. Tidak ada gunanya menyelesaikan masalah dengan emosi."
Kemudian Darren menghampiri mereka dan membuka suara, "Pak, sebaiknya kita bicara di dalam dengan kepala dingin."
Mereka pun masuk ke dalam rumah dan duduk bersama di ruang tamu, suasana tegang memenuhi ruangan.
Darren membuka suara, "Begini, Pak, Bu. Saya ingin mengembalikan Ajeng pada Bapak dan Ibu. Saya rasa pernikahan ini cukup sampai di sini agar tidak saling menyakiti."
Darren berhenti sejenak seraya menatap Ajeng. "Saya Darren, menalak kamu, Ajeng, sebagai istri saya. Kamu bebas dari ikatan pernikahan kita," kata Darren dengan suara yang tegas.
Ajeng mengangkat kepalanya dan menatap Darren. Entah mengapa ada perasaan nyeri di dalam hatinya yang terdalam.
Pak Haris dan Bu Hasna begitu terkejut, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa pasrah seraya menatap Darren dengan pandangan sulit di artikan.
Namun, belum sirna sepenuhnya keterkejutan mereka, selanjutnya keduanya kembali dibuat tercengang oleh pengakuan Darren.
"Pak, Bu. Ijinkan saya meminang Niken dan menikahinya untuk menjadi istri saya. Saya... menyukainya," ucap Darren dengan penuh percaya diri.
Bukan tanpa alasan Darren menyukai Niken, adik Ajeng yang lugu dan apa adanya. Selama seminggu tinggal di rumah Pak Haris, Niken lah yang merawatnya dengan baik, dari menyiapkan makan hingga mencuci pakaiannya. Darren merasa nyaman dengan kehadiran Niken yang membuatnya tersenyum dan bisa bercanda dengan lepas tanpa beban.
Dia masih ingat saat Niken mengantarkan makanan dengan tersenyum cerah dan mengingatkannya agar jangan lupa makan. Darren merasa terhibur ketika Niken melakukan kesalahan kecil lalu meminta maaf dengan wajah memerah.
Suatu hari, manakala Niken baru selesai mencuci pakaiannya, Darren memberikan uang sebagai tanda terima kasih. Awalnya, Niken menolak dengan keras, tetapi kemudian dia menerimanya dengan tersenyum manis. Darren yang mengintip dari balik pintu kamar tidak bisa menahan tawanya ketika Niken berjingkrak kegirangan setelah dia masuk kamar mengira dirinya tidak melihat.
Sejak saat itu, Darren merasa semakin dekat dengan Niken, dan dia tidak bisa menyangkal perasaannya yang mulai tumbuh. Akan tetapi, Darren juga sadar bahwa statusnya adalah suami Ajeng, kakak Niken. Apakah perasaannya terhadap Niken bisa diterima? Ataukah dia akan dianggap tidak pantas? Darren belum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, setidaknya dia sudah usaha.
"Apa...! Mau menikahi Niken?" Ajeng membulatkan matanya tak percaya. Detik selanjutnya dia tertawa terpingkal-pingkal. "Hahahaha...!"
"Apa ada yang lucu?" Ucapan Darren menghentikan tawa Ajeng.
"Kamu ini lucu sekali, Mas! Masa nggak dapat kakaknya mau nikahi adiknya, kayak nggak ada gadis lain aja." Ajeng berdecak seraya memutar bola matanya.
"Lalu, apa masalah buat kamu?" tanya Darren, suara terdengar datar dan dingin.
Ajeng menatap Darren dengan sinis. "Masalah? Tidak ada masalah sama sekali. Kamu bebas saja menikahi adikku. Aku hanya ingin tahu apa kamu bisa membahagiakan Niken atau tidak. Sementara kamu hanya..."
"Hanya seorang montir dari bengkel yang kecil?" sambar Darren.
Tiba-tiba Ajeng terdiam, seolah tersadar bahwa dia tidak perlu mencari pembuktian apa pun dari Darren. "Sudahlah, toh aku tidak peduli," kata Ajeng dengan nada dingin. "Tapi, apa kamu yakin Bapak akan setuju?"
Ajeng tersenyum sinis, "Aku rasa Bapak tidak akan pernah menyetujui pernikahan kalian."
"Siapa bilang Bapak tidak setuju?" sahut Pak Haris yang sejak tadi hanya terdiam, mencoba mencerna apa yang terjadi. Suaranya berat, tetapi ada kebahagiaan tersirat di baliknya.
"Justru Bapak sangat setuju sekali, karena Nak Darren akan tetap menjadi menantu Bapak," kata Pak Haris dengan senyum puas, membuat Ajeng terkejut.
Ajeng membuka mulutnya lebar-lebar, tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. "Pak... apa Bapak serius?" tanya Ajeng, suaranya bergetar.
Pak Haris mengangguk, "Ya, bapak serius. Nak Darren sudah menjadi bagian dari keluarga ini, dan bapak tidak ingin dia pergi begitu saja. Apalagi jika dia ingin menikahi Niken, adikmu sendiri."
Ajeng merasa seperti dipukul keras, tidak percaya bahwa bapaknya bisa setuju dengan pernikahan Darren dan Niken. "Tapi... apa bapak tidak memikirkan perasaanku?" tanya Ajeng, suaranya mulai meninggi.
Pak Haris menatap Ajeng dengan tajam, "Perasaanmu? Kamu yang meninggalkan Nak Darren di hari pernikahanmu, Ajeng. Sekarang, jangan merasa bahwa di sini kamu adalah korban."
Ajeng lalu beralih pada Niken yang duduk diam di pojok ruangan, wajahnya terlihat bingung dan tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Ia menatap adiknya dengan penuh kekhawatiran. "Niken, apa kamu akan menerima pinangan Mas Darren? Kamu layak mendapatkan yang lebih baik dari dia."
Niken menunduk, tidak tahu apa yang harus dikatakan. Dia memang memiliki perasaan pada Darren, tetapi dia tidak tahu apakah itu cinta atau hanya sekedar simpati. Dan sekarang, Darren ingin menikahinya? Niken merasa bingung dan tidak siap untuk membuat keputusan.
.
.
.
warrrbiasah, hari ini bisa update 3 bab, rasanya sesuatu
Terima kasih atas pengertiannya untuk tidak menumpuk bab dan tidak lompat bab dalam membaca. 🫶🥰
Ajeng nya aja yang ke geer an.
Lagian pinjam uang koq maksa, mana marah2 lagi
Cerita dengan bahasa yang mudah dipahami. Konflik yang enggak terlalu berat, tapi tetep mampu membuat aku kesal karena ulet-ulet bulu yang ada🤭😉
Apa pun masalah yang ada, entah dari Nancy, Ajeng, Monic, atau siapa pun itu. Semoga tetap bisa dilewati bersama-sama oleh Darren dan Niken.
Semoga Darren akan tetap selalu memprioritaskan dan selalu menjaga komunikasi dengan Niken.
Dan suka sama Niken yang tenang, tapi kalau dia sudah berhadapan sama yang menganggu rumah tangganya, mulut dan tangannya nggak ada lawan🤭😁❤❤
Semangat Ibu. Semangat dan sukses selalu💪😍🥰😘❤❤