Dijebak oleh sahabat dan atasannya sendiri, Adelia harus rela kehilangan mahkotanya dan terpaksa menerima dinikahi oleh seorang pria pengganti saat ia hamil. Hidup yang ia pikir akan suram dengan masa depan kacau, nyatanya berubah. Sepakat untuk membalas pengkhianatan yang dia terima. Ternyata sang suami adalah ….
===========
“Menikah denganku, kuberikan dunia dan bungkam orang yang sudah merendahkan kita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30 - H-1
Bab 30
Kemal tergelak, padahal sudah berusaha menahan tawa. Sedangkan Indra diam saja. Abi yang terus mengoceh. Ia mendengar kejadian tadi pagi, di mana Murni memaksa bicara dengan Indra bahkan berteriak mengatakan cinta.
“Udah bangkotan masih cinta-cintaan. Mending kalau bener cinta, ini ada udang dibalik tepung. Nggak ngaca.”
Saat ini mereka berada di ruang vip resto milik Indra. Selain untuk makan siang bersama ada pertemuan di sana setelah ini.
“Rambutmu apa tidak bisa dipotong rapi, tidak dikuncir begitu.”
“Enak saja. This is my style,” sahut Abi sambil menyugar rambutnya. “Keren ‘kan? Adel aja mulai klepek-klepek. Eh iya, aku belum hubungi Adel.”
Tanpa malu Abi malah menghubungi Adel di depan Indra dan Kemal. Tiga kali nada panggil sudah dijawab.
“Halo, mas Abi.”
“Iya, halo juga, Adelia. Gimana, udah makan siang?”
“Baru mau. Aku sebenarnya kurang selera, rasanya mulut pahit.”
“Dipaksakan makan, sedikit juga gak pa-pa. atau pesan juice, aku pesankan ya.” Kemal menyaksikan itu hanya menggeleng berbeda dengan Indra yang bersedekap dan masih menyimak.
“Sudah kok, aku titip yang akan siang keluar. Mas Abi sudah makan?”
“Baru mau, aku pastikan kamu dulu. Nanti sore aku jemput lalu kita makan di luar ya.”
Indra mengulurkan tangannya. “berikan ponselmu, Papi mau bicara dengan dia.” Namun, Abi memberi isyarat agar tidak berisik.
“Sudah dulu ya, ini lagi rame mana bos aku agak rewel. Dihabiskan makanannya ya.”
Akhirnya panggilan pun berakhir, kali ini Indra ikut menggeleng pelan dengan kelakuan putranya.
“Bos aku rewel. Bukannya kamu sendiri yang rewel.”
Abi menatap hidangan yang sudah tersaji di hadapannya. “Ayo makan. Aku sibuk dan mentorku sudah menunggu,” tutur Abi.
“Untung saja anak kalau bukan sudah aku lempar gelas kamu,” ejek Indra.
“Untung aja papi kalau bukan udah aku cie-cie, cinta-cintaan sama ulat keket. Jatuh cinta itu kayak aku ke Adel.”
“Sudah, kita makan saja. Pusing kepala papi dengar kamu mengoceh.”
Sedangkan di tempat berbeda. Murni memejamkan mata sambil menutup telinga. Zahir pulang hanya untuk menanyakan hasil pertemuan dengan Indra, karena sejak tadi pagi Murni tidak menjawab telpon.
Saat tahu kalau Indra menolak Murni, Zahir kalap. Bukan hanya menggebrak meja, semua perlengkapan dan hidangan diatas meja diacak-acak dan jatuh ke lantai.
“Aaaa!” teriak Zahir sambil membalik meja makan.
Pelayan di rumah itu tidak berani menghentikan Zahir dan membantu Murni menghindar.
“Bisa-bisanya kamu gagal. Usahamu belum maksimal atau jangan-jangan kamu senang aku tidak bisa menempati jabatan itu?”
“Tidak nak, bunda sudah berusaha. Bunda sudah punya rencana untuk menjebak Indra dengan merayunya, tapi dia menolak Bunda.”
“Kacau semua,” pekik Zahir.
Murni menatap kondisi ruang makan yang berantakan, bahkan lemari kaca yang berada tidak jauh dari tempat itu sudah pecah karena dilempar Zahir dengan gelas. Memberanikan diri beranjak dan mendekat sang putra.
“Zahir, sebaiknya kamu fokus saja dengan jabatanmu sekarang. Bunda yakin kamu bisa naik jabatan dengan prestasi kerjamu,” tutur Murni. “Minta dukungan dengan mertuamu juga pemegang saham lainnya. Kamu baru menikah, fokus saja dulu dengan pernikahanmu. Berikan kami cucu,” tutur Murni.
Mendengar nasihat dari bundanya, Zahir menoleh dan menatap sinis wanita yang sudah melahirkannya.
“Cucu? Ada wanita yang sedang mengandung anakku dan aku akan buang dia ke jalan dan buktikan dia tidak layak untukku.”
“Wanita, maksudnya bukan istri kamu?”
Zahir berdecak. “Bukan urusanmu.”
“Zahir, tunggu!” Zahir meninggalkan rumah keluarganya setelah membuat kekacauan.
Dalam perjalanan kembali ke kantor, ponselnya beberapa kali mendapatkan panggilan dari istrinya. Namun, diabaikan. Ia lebih tertarik menghubungi pemegang saham dan pro dengannya. Tentu saja untuk meminta dukungan. Yang dia tahu, sore ini akan ada rapat para pemegang saham.
“Bantu aku pah, papa pasti senang kalau punya menantu direktur Digital Solution,” tutur Zahir dengan mode loudspeaker.
“Papa akan bantu semaksimal mungkin, tapi kemungkinan itu kecil karena yang papa dengar, Indra sudah menemukan putranya.”
Mulut Zahir mengump4t meski tanpa suara.
“Siapa putra Indra Daswira pah?”
“Papa tidak tahu, tidak ada yang mengenalnya. Selama ini pun tidak ada kabar. Entah Indra sengaja menyembunyikan putranya atau dia buang dan … entahlah.”
“Oke, lakukan sebisa papa aku akan lakukan hal lain.” Panggilan berakhir, Zahir menepikan mobilnya lalu memukuli roda setir yang tidak bersalah. “Bangs4t,” teriaknya. “Kacau semua.”
Dua hari lagi akan ada rapat besar dan mengumumkan pengganti direktur baru, kemungkinan dia menempati posisi itu sangat kecil. KAlau saja Indra masih bisa dirayu dan tergoda oleh bundanya, mungkin dia memiliki peluang yang besar. Namun, semua tidak berjalan sesuai yang diinginkan.
***
Adel menatap Abi yang masih terlelap. Bahkan terlihat begitu lelah. Entah apa pekerjaannya sekarang, masih dirahasiakan. Adel pun penasaran, tapi tidak memaksa Abi untuk menjelaskan menunggu sampai saatnya tiba seperti yang dijanjikan.
Biasanya Abi yang bangun lebih awal, tapi hari ini ia masih lelap dan semalam entah pulang jam berapa. Alasannya lembur. Saat tidur, rambut Abi digerai. Dengan posisi memeluk guling hanya menggunakan kaos d4lam dan celana pendek. Tangan Adel terulur bermaksud membangunkan, tapi ragu. Nyatanya Abi terjaga.
“Ini jam berapa?”
“Masih pagi. Mas Abi istirahat saja, aku bisa ikut Mas Ari.”
Abi menggeliat pelan lalu beranjak duduk sambil menguap dan mengucek mata. Terlihat masih kantuk dan lelah.
“Aku nggak bisa antar ya. Sumpah masih ngantuk banget. Hari ini aku masuk siang dan kayaknya nanti malam nggak pulang.”
Adel yang tadinya berdiri kembali duduk di tepi ranjang.
“Nggak pa-pa, mas Abi tidur lagi aja. Hm, kalau tidak pulang, lalu mas Abi tidur di mana?” tanya Adel hati-hati. Tidak ingin Abi mengira dia terlalu kepo atau ingin ikut campur terlalu dalam. Hubungan mereka masih dalam proses penjajakan meski status sudah suami dan istri.
“Ada ruangan untuk istirahat di sana, amanlah.”
Adel mengangguk paham, lalu pamit berangkat.
“Hati-hati ya.” Abi kembali mengulurkan tangan pada Adel yang langsung disambut dengan mencium punggung tangannya.
Sampai di kantor, suasana mulai ramai karena mempersiapkan acara besok. Beberapa banner sudah mulai dipasang. Cleaning service terlihat fokus membersihkan beberapa area. Bahkan petugas keamanan pun ikut sibuk memastikan semua area bersih dan layak.
“Baru datang ya, langsung ikut yuk!” ajak Rekan Adel.
“Mau kemana mbak?”
“Lah, pagi ini ada rapat masa kamu nggak dikasih tahu.”
“Rapat? Aku baru dengar, mbak.” Adel mengeluarkan ponsel dan memastikan pesan yang masuk menginformasikan masalah rapat.
“Aku baru baca, mbak.”
“YA udah, ayo ikut!”
“Aku simpan tas dulu.”
Ruang rapat sudah ramai oleh seluruh peserta rapat. Adel langsung menempati kursi yang kosong. Tidak lama Zahir datang diikuti Neli dan Mona yang langsung duduk disamping Adel karena kursi tersebut kotor sejak tadi.
Zahir menyampaikan acara esok adalah pergantian direktur.
“Jadi, yang ikut saya hadir d ruang rapat, Neli, Mona dan Sapta,” seru Zahir. Semua yang hadir pun bertepuk tangan.
“Adel, Adelia,” Panggil Mona saat Adel ia akan meninggalkan ruangan.
Lagi bucin²nya suamimu..
🥹🥹🥹🥹🥹
anak yang terlahir dan dididik dari seorang pelakor mank beda yaaaa...
ngeri bener...gak takut dosa ke orang tua...
ya mau gimana lagi,sepak terjang emaknya aja dia tau,jadi ya hilang rasa hormat anak ke ibunya...
ayooook cari cara lain lagi ...
yang lebih dahsyat rencana nya...
yang bisa sekali tepuk kamu dan moda langsung ikutan modar
ada aja ya pemikiran mu Del 😆😆😆