Gibran harus merelakan kisah cintanya dengan Shofiyah yang telah dia bina selama 8 tahun kandas karena orangtua Shofiyah tak menerima lamarannya dan membuatnya harus menyaksikan pernikahan kekasih yang begitu dicintainya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemakaman
Para tamu mulai berdatangan begitu juga keluarga besar nenek Shofiyah, tidak lupa juga dengan keluarga Gibran sendiri. Mereka memang sudah lama tak melihat Shafiyah kerumah mereka karena mereka sibuk untuk keluar kota karena pekerjaan.
Kedua orangtua Gibran dan seluruh keluarganya tercengang melihat perubahan besar dalam diri Shafiyah karena kini Shofiyah memakai jilbab panjang dibawah lutut.
Tapi untuk saat ini mereka menepis hal itu. Gibran yang juga datang ingin mendekati Shofiyah tapi melihat pakaian Shofiyah dia menjadi enggan dan menjaga jarak, dia betul-betul tercengang perubahan besar itu.
"Kak Shofiyah yang ikhlas dan sabar yah, nenek kakak orang baik, aku yakin dia masuk kedalam Syurga". Gaby yang tak memperdulikan sekitar langsung memeluk Shofiyah dan menangis, dia snagat sedih mendengar kabar duka itu karena dia tahu jika Shofiyah sangat menyayangi sang nenek.
"Makasih ya dek, maaf jika kakak sangat sibuk sampai lupa menjagamu dikampus".
" Tidak apa-apa kak, aku yakin kakak sangat sibuk akrena semester akhir seperti ini dan kakak juga sedang menyusun skripsi". Gaby tersenyum menghapus air mata Shofiyah dengan sayang.
"Makasih dek".
" Ada kak Gibran dan keluarga aku kak, mereka shock dengan penampilan kakak". Gaby berbisik ke telinga Shofiyah.
Mendengar perkataan Gaby, Shofiyah mengedarkan pandangannya bersitubruk dengan mata Gibran yang tengah memandangnya juga.
Shofiyah menundukkan kepalanya begitu pandangan mereka bertemu, dia berusaha menjaga pandangannya karena biar bagaimanapun mereka bukan muhrim walaupun status mereka masih berpacaran.
"Kamu yang sabar ya nak, semoga allah menempatkan nenekmu ditempat terbaik". Mama Gibran mendekat dan memeluk Shofiyah dengan sayang, walau dia kecewa dengan penampilan Shofiyah sekarang tapi tidak menampik rasa sayangnya kepada gadis yang dia sayangi sejak 7 tahun lalu itu.
"Makasih ma, maaf jika Shofiyah jarang kerumah mama, Shofiyah sedang semester akhir , magang dan harus membuat skripsi sekaligus". Ucap Shofiyah masih dalam tangis.
Dalam hati mama Gibran memuji betapa tangguh dan besar hatinya gadis yang menjadi pujaan hati anaknya itu, selain sibuk dikampus, dia juga sibuk mengurus sang nenek yang sakit-sakitan sambil bekerja pula. Dia mendengar cerita itu dari Kartini sahabatnya dimasa lalu.
"Iya nak, tidak apa, mama tahu kamu sibuk, kamu yang sabar yah".
"Terima kasih ma".
" Sama-sama sayang, apa boleh Gibran nyamperin kamu?? Tanyanya dengan hati-hati.
Mama Gibran itu menyadari banyak teman-teman Shofiyah yang memakai jilbab besar bahkan ada yang memakai cadar.
"Nanti saja ma, tolong sampaikan rasa terima kasihku karena kak Gibran datang kemari, aku tak enak karena banyak orang". Tolaknya dengan halus.
Mama Gibran mengangguk mengerti walau dia kecewa tapi dia menghargai keputusan calon menantunya.
Acara pemakaman akhirnya ricuh karena kehadiran orang yang dibenci oleh Shofiyah dan juga Kartini. Ya dia adalah tante yang mengambil rumah nenek mereka dan mengusirnya seperti binatang.
"Mau apa kau kesini??". Teriak Kartini menggelegar menatap tajam sang kakak.
Melihat sang kakak yang telah mengusir sang keponakan dan akhirnya membuat ibunya sakit-sakitan ada di hadapannya membuat emosinya tidak terbendung.
Semua orang tersentak kaget mendengar teriakannya itu, bagaimana bisa ada yang membuat keributan di tengah acara pemakaman seperti ini.
"Aku juga anak ibu, kau tak berhak melarangku". Ucapnya dengan angkuh.
Kartini maju melepaskan pelukan sang suami dan mendekati sang kakak dengan penuh emosi.
" Sekarang kau senang kan, jika ibu mati, itu artinya rumah itu sepenuhnya untukmu karena kau memaksakan orangtua untuk memberikannya kepadamu". Ucap Kartini dengan tajam.
"Aku tidak memaksanya kok, ibu sendiri yang memberikannya, masalah Shofiyah dan saudaranya bukan urusanku ". Ucapnya tak Mau kalah.
" Tidak ada urusan kau bilang??, dia dan saudaranya lah yang mengurus ibu sampai bahkan ajalnya dialah yang ditunggu sama ibu". Teriaknya mencengkram leher sang kakak.
Hilang sudah rasa hormatnya kepada kakaknya ini, melihat betapa menderitanya sang ibu karena sakit-sakitan memikirkan nasibnya dan keponakannya sehingga meregang nyawa seperti ini.
Shofiyah memeluk sang tante dari belakang kemudian berbisik.
"Tante kasian nenek, dia belum dimakamkan, jangan buat keributan dulu". Ucap Shofiyah dengan lembut.
Mendengar perkataan sang keponakan, Kartini mengundurkan cengkraman nya, dia melihat sekitar yang menatapnya dengan tatapan berbeda.
" Suruh dia keluar kak, aku tak Mau melihat wajahnya disini, karena dia, ibu dan keponakannku harus menderita, dia seakan lupa jika orang yang dia usir adalah anak yatim dan itu keponakannya sendiri dan dia juga sangat tahu jika ibu sangat menyayangi Shofiyah dan ketiga saudaranya". Ucapnya kepada sang suami.
Mereka semua menghela nafas dan banyak bisikan yang mencemooh dari para pelayat untuknya. Dengan kesal Karni pergi dengan perasaan jengkel dan marah karena dipermalukan oleh sang adik.
"Dasar manusia serakah". Umpat Kartini ketika melihat sang kakak pergi.
" Sabar tante, kasihan nenek, kita kuburkan saja dulu, jangan membuat keributan sampai dia selesai dikubur kasihan dia". Shofiyah mengelus punggung sang tante yang sangat emosi.
Acara pemakaman pun selesai, Kartini tak henti menangis sedangkan Shofiyah pamit untuk bertemu dengan Gibran yang ada di teras rumahnya karena dia menunggunya.
"Maaf kakak sudah menunggu lama". Ucap Shofiyah duduk berjarak dari Gibran.
Gibran tersenyum miris karena merasa asing dengan kekasihnya sendiri. Shofiyah tak pernah bercerita tentang pakaiannya dan dia juga sangat jarang mengangkat telponnya hanya sekadar berbalas chat dan itupun singkat-singkat saja.
"Tidak apa dek, aku hanya ingin bertemu denganmu sebelum pulang karena aku tahu walau aku ada disni kamu juga akan menjaga jarak dariku". Ucapnya dengan senyum getir.
" Jika kakak ingin melanjutkan ini semua, datanglah pada ayahku untuk memintaku kak, tapi jangan sekarang karena kami masih berduka ".
" Iya dek, aku dengar kuliahmu sudah selesai kan hanya tinggal menunggu wisuda kan??
"Iya kak, kita harus segera mengakhiri masa pacaran ini, silahkan kakak datang untuk memenangkan kepada ayah, dan halal kan semuanya, karena aku tidak bisa melanjutkan pacaran ini". Ucap Shofiyah menundukkan kepalanya.
" Baiklah dek, aku akan mempersiapkan diriku lagi untuk meminangmu kembali, jadi tolong kabari aku jika ayahmu ingin bertemu denganku, dan beritahu dia jika kamu memliki kekasih yang siap melamar". Ucapnya membuang pandangannya.
Dia terasa canggung dengan situasi ini, melihat pakaian Shofiyah dia menjadi sungkan untuk berbicara dan menatap Shofiyah seperti dulu.
"Iya kak, akan aku kabari kakak jika ayahku mau bertemu dengan kakak, tapi aku tidak akan memberitahunya sekarang, insya allah kalau suasana agak tenang baru akan kukatakan".
" Iya dek, kamu yang sabar yah, kakak yakin kamu kuat". Ucap Gibran ingin mengelus kepala Shofiyah tapi tangannya tertahan lagi-lagi karena penampilannya Shofiyah.
"Iya kak, terima kasih, aku akan menyampaikan semuanya kepada ayah, kita terima akan keputusan beliau nantinya seperti apa".
" Iya dek, aku berharap lamaran ku diterima".
"Iya kak kita berdoa saja".