Hana tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Dari seorang mahasiswi yang polos, ia terjebak dalam pusaran cinta yang rumit. Hatinya hancur saat memergoki Dion, pria yang seharusnya menjadi tunangannya, selingkuh. Dalam keterpurukan, ia bertemu Dominic, pria yang dua kali usianya, tetapi mampu membuatnya merasa dicintai seperti belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Dominic Lancaster bukan pria biasa. Kaya, berkuasa, dan memiliki masa lalu yang penuh rahasia. Namun, siapa sangka pria yang telah membuat Hana jatuh cinta ternyata adalah ayah kandung dari Dion, mantan kekasihnya?
Hubungan mereka ditentang habis-habisan. Keluarga Dominic melihat Hana hanya sebagai gadis muda yang terjebak dalam pesona seorang pria matang, sementara dunia menilai mereka dengan tatapan sinis. Apakah perbedaan usia dan takdir yang kejam akan memisahkan mereka? Ataukah cinta mereka cukup kuat untuk melawan semua rintangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Buktikan!
Hana berdiri di depan apartemen Dominic. Tangannya gemetar di atas gagang pintu, ragu apakah ia harus mengetuk atau tidak.
Ia tidak tahu apa yang menuntunnya kemari. Mungkin karena ia masih berharap Dominic akan menjelaskan semuanya, atau mungkin karena ia hanya ingin melihatnya, memastikan bahwa perasaannya selama ini tidak sia-sia.
Ketika akhirnya ia mengumpulkan keberanian untuk mengetuk, pintu itu terbuka lebih cepat dari yang ia duga.
Bukan Dominic yang membukanya.
Seorang wanita berdiri di sana.
Hana tertegun. Wanita itu lebih tua darinya, mungkin seumuran Dominic, dan memiliki tatapan tajam yang langsung menusuk ke hatinya.
“Siapa kamu?” suara wanita itu terdengar penuh kewaspadaan.
Hana menelan ludah. “Saya… Saya Hana. Saya mencari Dominic.”
“Kamu pacarnya?” Wanita itu menatapnya dari atas ke bawah, seolah sedang menilai sesuatu.
Hana merasa dadanya sesak. “Ya.”
Wanita itu tersenyum sinis. “Lucu sekali. Sepertinya Dominic belum menceritakan apa pun padamu, ya?”
Sebelum Hana bisa menjawab, suara langkah kaki terdengar dari dalam.
“Siapa di pintu, Rina?” Suara itu, suara yang selama ini ia rindukan, membuat Hana membeku.
Dominic muncul di ambang pintu, dan ekspresinya langsung berubah saat melihat Hana.
“Hana…”
“Siapa dia, Dom?” Hana menatapnya dengan berbagai pertanyaan di matanya.
Dominic membuka mulutnya, tetapi Rina justru tertawa kecil.
“Astaga, Dominic. Jadi kamu belum bilang apa-apa ke gadis ini? “Bagaimana kalau aku saja yang menjelaskan?” Rina melipat tangan di dadanya.
“Rina, jangan—" Dominic mengatupkan rahangnya, terlihat tegang.
“Dia suamiku,” potong Rina tanpa ragu.
Dunia Hana terasa runtuh dalam sekejap.
Jantungnya berhenti berdetak, udara terasa seperti menghilang dari paru-parunya.
“Apa…?” suaranya hampir tak terdengar.
Dominic langsung melangkah mendekat. “Hana, dengarkan aku—”
“Jangan sentuh aku!” Hana mundur beberapa langkah, dadanya naik turun dengan cepat.
Ia menatap Dominic dengan mata penuh air mata dan pengkhianatan.
“Jadi ini yang kamu sembunyikan? Selama ini aku percaya padamu, aku menyerahkan hatiku padamu, dan kamu… kamu sudah menikah?” suaranya bergetar.
Dominic menutup mata sejenak, sebelum akhirnya berkata dengan suara penuh kepedihan, “Aku bisa jelaskan.”
Hana tertawa getir. “Jelasin apa? Jelasin bagaimana kamu mempermainkanku? Jelasi bagaimana kamu membuatku jatuh cinta sementara kamu punya istri?”
“Ini tidak seperti yang kamu pikirkan,” Dominic mencoba mendekat lagi, tetapi Hana mundur lebih jauh.
Matanya kini dipenuhi kemarahan. “Lalu seperti apa, Dom? Seperti apa menurutmu? Aku pikir mantan aku adalah pengkhianat terburuk yang pernah aku kenal, tapi ternyata kamu lebih dari itu.”
Dominic terdiam. Ia tahu, tidak ada kata-kata yang bisa meredakan luka di hati Hana saat ini.
Rina hanya menyeringai puas, menatap Hana dengan penuh kemenangan.
Hana menarik napas panjang, mencoba menahan air matanya.
“Aku bodoh karena mempercayaimu, dan aku lebih bodoh karena mencintaimu.” suaranya pecah.
Dengan itu, ia berbalik dan pergi, meninggalkan Dominic yang hanya bisa menatap punggungnya menghilang di lorong.
Dominic mengepalkan tangannya, menahan keinginannya untuk mengejar.
Karena untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa benar-benar kalah.
Dominic berdiri di ambang pintu, menatap punggung Hana yang semakin menjauh. Napasnya berat, dadanya sesak oleh rasa bersalah yang semakin menumpuk.
Tanpa pikir panjang, ia mengejar.
“Hana, tunggu!”
Namun, Hana tidak berhenti. Ia mempercepat langkahnya, ingin secepat mungkin keluar dari tempat itu, dari kebohongan yang menghancurkan hatinya.
Dominic berhasil menyusulnya tepat sebelum ia mencapai pintu keluar. Dengan hati-hati, ia meraih pergelangan tangan Hana, memaksanya berhenti.
“Lepaskan aku, Dom,” suara Hana dingin, tanpa emosi.
“Tolong dengarkan aku, aku bersumpah, ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” suara Dominic terdengar putus asa.
“Oh, jadi kamu bukan suami perempuan itu?” Hana menatapnya dengan mata yang berkilat marah dan penuh luka.
Dominic terdiam, rahangnya mengeras. Ia tidak bisa menyangkal itu.
Hana terkekeh pahit. “Kamu tahu? Aku selalu takut mencintai seseorang dengan sepenuh hati karena aku tidak ingin terluka. Tapi kamu…” matanya mulai basah, “kamu berhasil membuatku jatuh dan menghancurkanku lebih dalam dari yang pernah aku bayangkan.”
Dominic menundukkan kepalanya. Ia tidak pernah ingin menyakitinya.
“Aku dan Rina… kami sudah berpisah bertahun-tahun, Hana. Pernikahan kami sudah berakhir secara emosional, tapi secara hukum… ya, kami masih terikat.” suaranya lirih, penuh kepedihan.
Hana terdiam, tapi hatinya masih sakit. “Kenapa kamu tidak pernah memberitahuku?”
“Aku takut kehilanganmu, aku takut jika kamu tahu kebenarannya, kamu akan pergi sebelum aku bisa memperbaiki semuanya.” Dominic mengakui dengan jujur.
Hana menggeleng, air matanya mengalir. “Dan sekarang aku tetap pergi, Dominic.”
“Jangan pergi… tolong.” Dominic menggenggam tangannya lebih erat.
Hana menutup matanya, berusaha mengendalikan emosinya. “Bagaimana aku bisa percaya padamu lagi?”
Dominic mendekat, suaranya bergetar. “Aku akan membuktikannya. Aku akan menyelesaikan semua ini, aku akan memilihmu, Hana. Aku sudah memilihmu sejak awal.”
Hana menatapnya lama, mencari kebenaran di matanya. Ia ingin percaya, tapi luka ini terlalu dalam.
Dengan suara nyaris berbisik, ia berkata, “Buktikan, Dominic. Kalau kamu benar-benar mencintaiku… buktikan.”
Lalu, ia menarik tangannya dari genggaman Dominic dan berjalan pergi.
Dominic hanya bisa berdiri di sana, menyaksikan wanita yang ia cintai menghilang dalam hujan.
Dan kali ini, ia bersumpah akan melakukan apa pun untuk membuktikan bahwa cintanya pada Hana bukan kebohongan.
Hana duduk di bangku taman, menatap langit senja yang mulai gelap. Pikirannya masih kacau setelah pertemuannya dengan Dominic. Ia tidak tahu apakah harus percaya atau tetap pergi menjauh.
Tiba-tiba, suara langkah mendekat, dan tanpa perlu menoleh, ia tahu siapa itu.
“Kamu mengikuti aku lagi?” tanya Hana tanpa ekspresi.
Dominic tersenyum kecil, duduk di sampingnya. “Aku tidak mengikuti, hanya memastikan kamu baik-baik saja.”
“Apa yang kamu mau, Domi?” Hana mendesah, lelah berdebat dengannya.
“Kamu.” Dominic menatapnya, matanya penuh kesungguhan.
“Aku bukan milikmu, Dominic. Kamu masih terikat dengan wanita itu.” Hana terkesiap, tapi ia cepat mengendalikan dirinya.
“Jadi, aku harus melakukan sesuatu biar kamu nggak bisa lari dari aku?” Dominic menoleh padanya, matanya berkilat dengan godaan.
Hana mengernyit. “Maksudnya?”
Dominic mencondongkan tubuhnya, berbisik di telinga Hana dengan nada menggoda, “Apa aku harus menghamili kamu agar kamu nggak bisa lari?”
Hana terbelalak, wajahnya memerah seketika.
“Domi!” Ia menampar lengannya dengan kesal.
Dominic tertawa kecil, menikmati reaksinya. “Aku serius, Hana. Aku nggak mau kehilangan kamu.”
Hana menatapnya tajam. “Kamu pikir aku ini apa? Alat untuk mengikat hubungan?”
Dominic menggeleng, kini ekspresinya lebih serius. “Bukan. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku benar-benar ingin bersamamu. Aku akan menyelesaikan semuanya, aku akan melepaskan masa laluku. Aku hanya butuh kamu percaya padaku.”
Hana menggigit bibirnya, hatinya masih ragu. “Aku nggak mau menjadi wanita kedua, Dom.”
Dominic meraih tangannya, menggenggamnya erat. “Dan kamu tidak akan pernah jadi yang kedua. Kamu satu-satunya untukku.”
Hana menatapnya lama, mencoba mencari kepastian di matanya.
Lalu, dengan suara yang nyaris berbisik, ia berkata, “Buktikan.”
Dominic tersenyum. “Akan aku buktikan. Sampai saat itu tiba, jangan pergi terlalu jauh dariku.”
Hana hanya diam, tapi di hatinya, ia tahu, Dominic sudah mulai masuk terlalu dalam di hidupnya.
Bersambung...