Max Stewart, yang merupakan ketua mafia tidak menyangka, jika niatnya bersembunyi dari kejaran musuh justru membuatnya dipaksa menikah dengan wanita asing malam itu juga.
"Saya cuma punya ini," kata Max, seraya melepaskan cincin dari jarinya yang besar. Kedua mata Arumi terbelalak ketika tau jenis perhiasan yang di jadikan mahar untuknya.
Akankah, Max meninggalkan dunia gelapnya setelah jatuh cinta pada Arumi yang selalu ia sebut wanita ninja itu?
Akankah, Arumi mempertahankan rumah tangganya setelah tau identitas, Max yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mafia 13
Arumi tak habis pikir, Max berani bicara seperti itu di depan pamannya. Pria itu mengatakan padanya, ketika dirinya sudah keluar dari kampung ini lalu masuk ke dalam lingkungannya, maka dirinya takkan bisa kembali lagi.
Arumi ingin protes. Tetapi, sekali lagi sang paman menasihatinya. "Dia itu suamimu. Pintu surga untukmu, maka ikutilah dan berbaktilah." Begitulah ucapan Mustafa yang meneguhkan pilihannya.
Mustafa meyakinkan Arumi bahwa dirinya akan baik-baik saja. Pada akhirnya, Arumi mendatangi rumah pak RT untuk menitipkan pamannya itu. Arumi juga membelanjakan keperluan Mustafa untuk satu pekan.
Keesokan paginya.
"Pakde, semua sudah Arum siapkan ya. Pakde benar kan tidak akan apa-apa, kalau Arumi tinggal sendiri?" tanya Arumi lagi memastikan. Tatapannya sendu menatap tubuh kurus sang paman yang sudah berusia setengah abad lebih itu.
"Nduk. Pakde tidaklah seringkih itu. Pakde masih bisa mencari makan dengan menjual daun pisang, daun singkong dan juga sereh. Pakde juga bisa ngarit, untuk pakan ternaknya juragan kambing di ujung kampung sana. Jadi, kamu tidak usah menghawatirkan keadaan Pakdemu di sini," kata Mustafa dengan senyumnya yang meneduhkan. Arumi, yang di tinggal sejak kecil oleh ayahnya, hanya dari sang paman lah ia mendapatkan kasih sayang seorang ayah.
"Iya, Pakde. Arumi hanya berat meninggalkanmu. Apalagi, sekarang yang harus Arumi utamakan adalah suami," sahut Arumi dengan suara lirih. Matanya penuh cairan bening yang sedikit lagi tumpah.
"Jangan menangis. Pakde juga pasti akan rindu sekali kepadamu. Rindu masakanmu dan juga kolak ubi buatanmu. Kopi hitam racikanmu adalah yang paling nikmat setelah budemu tiada. Tetapi, Pakdemu ini mau tak mau harus menerima kenyataan. Pakde sudah menyiapkan hati untuk masa seperti ini. Karena Pakde tau, bahwa suatu saat akan ada laki-laki yang mengambilmu dari sisiku."
Sontak, penuturan Mustafa membuat Arumi tak mampu lagi menahan linangan air matanya. Gadis berwajah cantik alami itu menangis hebat, di pelukan pamannya.
Sementara itu, di luar kamar Max, sedang gusar. Ia sejak tadi memantau kabar dari Dave melalui ponsel Arumi. Max, menginginkan kedatangan Dave sesaat sebelum matahari terbit dari ufuk timur. Karena, Max tidak mau kedatangan Dave menjadi pusat perhatian warga kampung.
Akan tetapi, perkiraannya salah. Orang-orang kampung itu sudah berkumpul di depan gerbang pekarangan rumah Arumi setelah mereka pulang solat subuh tadi.
"Mereka itu gila! Langit masih gelap tapi sudah berkumpul di depan rumah tetangga!" umpat Max, menggerutu.
Max terus memantau pergerakan dari Dave dengan sistem GPS yang ia unduh dari ponsel pintar milik Arumi itu. Meski pun tidak terlalu canggih tapi cukup membantunya.
Kedua mata elang, Max terus memperhatikan titik lokasi yang menandakan pergerakan dari Dave. Sesekali urat-urat di rahang dan leher, Max menegang. Karena ia tau, bahwa Dave saat ini di hadang oleh musuh.
Dave mengabarkan kalau anak-anak buahnya sempat di serang oleh orang-orangnya Oliver. Sehingga di sini, Max menjadi gusar. Namun, tak berapa lama kemudian, yang di tunggu sampai.
"Ketua, kenapa banyak sekali manusia di jalanan. Apakah saya tetap harus masuk?" tanya Dave dari dalam mobil melalui earphone nya.
"Masuklah. Buat mereka semua menjauh dari rumah Arumi!" titah Max, dengan nada yang terdengar geram.
Dave, meluncurkan Limousine mewah berwarna hitam metalik. Mobil yang harganya di perkirakan tembus seratus milyar itu, memiliki body yang kebal peluru. Sehingga, aman untuk membawa sang ketua mafia.
Hanya saja, Dave sejak semalam heran karena sang ketua selalu menyebut nama satu wanita, yaitu Arumi. Apa yang sebenarnya terjadi? Dan apa hubungannya sang ketua dengan wanita kampung itu? Berbagai pertanyaan hanya berputar di dalam kepala Dave tanpa jawaban.
Limousine masuk hingga ke depan gerbang rumah Arumi yang mana terdapat para warga berkumpul. Cukup banyak, hingga Dave kesusahan untuk maju menuju depan gerbang. Sementara kendaraan anak buahnya berjaga-jaga di depan gang dan sekitar kampung tersebut dengan jarak ukur seratus meter. Dave benar-benar telah mensterilkan area yang akan di lewati oleh, Max nanti.
Tinnnn!!
Dave membunyikan klakson cukup kencang agar para warga menjauh dari kendaraan itu. Mereka benar-benar penasaran, karena baru kali ini ada mobil dengan model serta ukuran tak biasa masuk ke kampung mereka.
"Mobil siapa sih ini?"
"Cakep bener!"
"Kok berhenti di depan rumah Arumi sih?"
"Masa iya, punya suami bulenya Arumi?"
Begitulah cuitan para warga di pagi buta itu. Mereka yang tadinya berkumpul di depan gerbang rumah Arumi kini berpindah ke depan dan juga sisi kanan-kiri Limousine.
Arumi berpamitan singkat pada sang paman. Kemudian salah satu orang suruhannya, Max masuk ke dalam rumah untuk membawa barang bawaan Arumi. Max, rasanya ingin menendang tas kumal milik Arumi yang akan di masukkan ke dalam kendaraan mewahnya itu. Karena menurutnya benda itu sangat buruk.
"Cepatlah. Waktu kita tidak banyak!" titah Max. Ia menatap sekilas ke arah Mustafa yang mengiringi kepergiannya membawa Arumi dengan senyum penuh kerelaan. Pria paruh baya itu, benar-benar menaruh kepercayaan penuh kepadanya.
"Ck. Kalau dia tau, bahwa keponakannya ini di bawa oleh seorang mafia. Apakah tatapannya akan serela itu?" batin Max. Kemudian berlalu tanpa berkata sepatah kata pun pada Mustafa.
"Pakde. Arumi pergi ya! Assalamualaikum!" seru Arumi sambil di seret oleh Max. Lelaki itu tak suka tatapan penuh selidik dan tanda tanya dari para warga.
"Wa'alaikumussalam! Fii amalillah, Nduk! Jangan pernah tinggalkan suamimu ya!" seru Mustafa tak kalah kencang. Pria itu berkali-kali menekankan pada Arumi agar sabar dan jangan pernah meninggalkan suaminya apapun masalah yang terjadi. Kecuali, jika Max yang menginginkan perpisahan.
Mustafa, menyembunyikan keterkejutannya ketika melihat dua orang berkaca mata hitam yang berjaga-jaga di sisi, Max dan juga mobil mewah mentereng yang di parkir depan rumahnya.
"Ya Allah, lindungilah Arumi," batinnya.
"Tuh kan bener, itu mobil punya lakinya Arumi!"
"Gak nyangka, suaminya Arumi orang kaya!"
"Ya iyalah tajir, pengedar narkoboy!" seru beberapa warga yang sepertinya sengaja agar Arumi dengar.
Max, sempat menatap salah satu dari mereka dengan sorot mata tajam. Ingin sekali ia menembak mulut-mulut yang lancar sekali mengolok-olok Arumi. Walaupun, perkataan mereka itu ada benarnya. Tetapi, Max bukannya sekedar pengedar obat-obatan terlarang. Maksudnya bukan dalam skala kecil. Ia bermain bisnis dengan para petinggi dan juga pejabat negeri. Menyelundupkan barang haram tersebut melalui berbagai macam artefak seni yang merupakan barang antik.
Arumi sudah masuk ke dalam mobil. Tanpa ia tau jika Isman, pemuda yang menjadi dalang penggerebekan dirinya dan Max, sedang mengumpat dalam hati. Isman menekuk wajahnya sehingga ia terlihat jelek seribu kali.
"Kampret! Ternyata suami Arumi bukan orang sembarangan! Dia pasti penjahat kelas kakap. Harusnya gue panggil polisi aja!" gerutunya kesal, seraya menendang apa saja yang ada di depannya.
Brang! Brang!
Pagar rumah kediaman Mustafa tak lepas dari amukan, Isman.
Dave, membawa Limousine itu mundur perlahan, karena para warga benar-benar bagaikan lalat yang sedang mengerubungi buah.
"Apa perlu saya tabrak saja mereka ini, Ketua?" tanya Dave, yang membuat Arumi seketika mendelikkan matanya.