~ REGANTARA, season 2 dari novel Dendam Atlana. Novel REGANTARA membahas banyak hal tentang Regan dan kehidupannya yang tak banyak diketahui Atlana ~....
Ditinggalkan begitu saja oleh Atlana tentu saja membuat Regan sangat kacau. Setahun lebih dia mencari gadisnya, namun nihil. Semua usahanya tak berbuah hasil. Tapi, takdir masih berpihak kepadanya. Setelah sekian lama, Regan menemukan titik terang keberadaan Atlana.
Disaat Regan merasakan bahagia, berbanding terbalik dengan Atlana yang menolak kehadiran Regan untuk kedua kalinya dihidupnya. Namun, penolakan Atlana bukan masalah. Regan memiliki banyak cara untuk membawa kembali Atlana dalam hidupnya, termasuk dengan cara memaksa.
Akan kah Regan berhasil? Atau malah dia akan kehilangan Atlana sekali lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Imbalan
"Yuni mama kandung Nita." Itu adalah kalimat pembuka yang terlontar dari bibir Atlana ketika ia dan Regan tiba di apartemen nya.
Gadis itu melirik Regan yang duduk tepat di sebelah. Cowok dengan rahang tegas itu terlihat tenang, seolah informasi yang ia berikan bukan sesuatu yang mengejutkan.
Atau mungkin, dia tidak merespon karena tidak mendengar apa yang dikatakan.
Membayangkan Regan yang tak mendengarnya membuat Atlana merasa kesal. Dia menoleh pada Regan sepenuhnya lalu mencubit lengan kejar cowok itu.
"Sayang."
"Kamu denger gak sih aku ngomong?"
"Denger."
"Apa? Coba ulang. Aku gak percaya kamu denger."
"Dia mama kandung cewek itu."
Atlana mendengus pelan. "Aku sama Dara ikutin mereka. Kita taroh alat penyadap di tasnya Yuni."
Regan menghadapkan tubuhnya sepenuhnya pada Atlana. Tangannya terulur menyentuh pipi lembut Atlana.
"Buat apa susah-susah cari tau? Kamu cukup tunggu hasilnya, biar aku yang urus semuanya."
"Maksud kamu?" Atlana mengerutkan keningnya.
"Aku udah dapat beberapa bukti. Termasuk soal mereka yang memiliki hubungan ibu dan anak."
"Jadi, kamu udah tau?"
"Hm."
"Ih, kok gak bilang-bilang? Tau gitu aku sama Dara gak usah susah-susah ngikutin Yuni."
"Aku gak sempat." Regan memberi satu kecupan di kening Atlana. "Tapi, alat itu masih berfungsi kan?"
Atlana mengangguk. Gadis itu menatap Regan lekat, lalu bergeser hingga tubuhnya dekat pada Regan dan memeluknya.
Regan cukup terkejut. Atlana tiba-tiba saja bertingkah seperti ini. "Maaf udah marah sama kamu."
Regan menarik sudut bibirnya, tersenyum tipis. Dia membalas pelukan Atlana sedikit erat. "Gak papa."
Atlana mengangguk kecil. Sejenak, diantara keduanya tidak ada yang bersuara. Keduanya larut dalam menikmati pelukan sama-sama menghangatkan dan nyaman. Hingga beberapa saat kemudian, suara Atlana kembali terdengar.
"Regan."
"Hm?"
"Boleh aku minta sesuatu?"
"Apa?" Regan menunduk, menatap gadisnya yang kini mendongak menatap wajahnya.
"Pelan-pelan, tinggalin rokok sama minum, bisa?"
"Apa imbalannya?"
"Gak ada."
Regan menggeleng. "Kalau ada imbalannya, aku mau," ujarnya. Tangannya yang semula memeluk Atlana bergerak menyentuh bibir pink gadisnya dan mengusapnya pelan. "Kalau imbalannya ini, pelan-pelan aku bisa."
Atlana mendengus pelan. Dia menyingkirkan tangan Regan dari bibirnya. "Kamu ngerokok sama minum aja, gak papa." Atlana berkata acuh. Dia kan meminta seperti itu juga demi kebaikan Regan sendiri, kenapa harus meminta imbalan?
Regan terkekeh pelan. Dia kembali memeluk Atlana sedikit erat, membenamkan kepala Atlana pada dada bidangnya, lalu mengecup puncak kepala gadis itu berkali-kali.
"Akan aku usaha kan," ujarnya membuat Atlana tersenyum, lalu semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Regan.
***
Jarum jam menunjukkan pukul enam pagi. Regan mengerjab pelan matanya, lalu meraih ponselnya setelah beberapa detik berdering. Segera dia menjawab panggilan yang ternyata dari Marvin.
"Hallo Regan?"
"Hm." Regan menyingkirkan selimut yang membungkus tubuhnya, hingga menampilkan tubuh atletis nya yang polos tanpa kaos, hanya celana pendek selutut berwarna coklat muda yang melekat di tubuhnya.
Regan mendudukkan tubuhnya di pinggiran ranjang sambil terus mendengarkan apa yang Marvin katakan melalui sambungan telpon.
"Saya bersama yang lain menemukan beberapa orang dengan pin pengenal yang sama, Regan. Saat kami selidiki, mereka bermarkas di salah satu rumah milik tuan besar."
"Lalu?"
"Ternyata, salah satu dari mereka ikut menjadi korban kecelakaan tuan dan nyonya. Hanya saja jasadnya tidak ditemukan. Sepertinya mereka yang membawa jasad itu pergi."
"Apalagi?"
"Belum ada informasi lagi."
"Bagus. Lo pulang besok. Biar yang lain yang urus masalah itu."
"Baik, Regan."
Panggilan pun usai. Regan beranjak dari ranjang dan menuju kamar mandi. Lelaki itu mengguyur tubuhnya dengan air hangat. Pandangannya tajam menatap dinding kamar mandi.
Dia sudah memulai, apapun hasilnya dan siapa pun pelakunya, dia akan membalasnya. Bahkan jika orang itu adalah kakeknya sendiri.
Regan keluar dari kamar mandi. Mengenakan pakaiannya, lalu beranjak turun menemui sang papa yang sepertinya masih ada di kamarnya. Pagi ini ia akan ke Alderald's Grup, mengurus beberapa hal mengenai perusahaan bersama beberapa orang kepercayaan papanya.
Regan membuka pelan pintu kamar. Ketika melihat papanya duduk diam di meja rias mendiang mamanya sambil memperhatiakan foto cantik sang mama, Regan memilih melihatnya dari ambang pintu.
Ketika Arman mengusap matanya untuk menghalau air matanya, Regan mengeraskan rahangnya dan mengepalkan tangannya kuat.
"Pa?" Suara rendah Regan membuat Arman dengan cepat mengusap air mata pada pipinya agar tidak ada bekas yang bisa membuat Regan curiga.
"Regan? Kamu disini?" Arman berbalik lalu melempar senyum pada putranya. "Sini!" Regan mendekat.
Dia menatap papanya lekat. Sedikit ada perubahan pada pria paruh baya itu sejak kedatangan Atlana. Walaupun masih sering menyendiri, tapi papanya sedikit banyak mengajaknya berbicara jika mereka berada di tempat yang sama.
"Papa udah sarapan?"
"Papa lagi gak pengen sarapan."
"Pa—"
"Besok bawa Atlana ke sini, ya? Papa mau ngobrol sama dia."
Regan terdiam sesaat, kemudian mengangguk pelan. Dia tidak mungkin menolak permintaan papanya, permintaan pertama sang papa sejak mamanya meninggal.
"Tapi Regan punya syarat."
"Harus ada syarat?"
"Ya. Papa harus makan tepat waktu."
"Baiklah." Arman memutuskan secepat itu tanpa berpikir.
"Ya sudah. Regan berangkat dulu."
"Gak sarapan dulu?"
"Untuk apa? Papa juga gak sarapan."
"Papa memang gak berselera untuk sarapan."
"Nanti Regan sarapan," jawabnya, memeluk singkat sang papa lalu berjalan meninggalkan lelaki paruh baya tersebut.
Regan membawa mobilnya menuju apartemen Atlana. Gadisnya masih disana sejak semalam. Jangan tanyakan dimana dia tahu. Dia sendiri yang menemani Atlana di apartemen sebelum kembali ke rumah. Selain itu, titik lokasi keberadaan Atlana bisa ia lacak. Jadi, mudah saja dia menemukan gadisnya.
Regan segera menuju unit Atlana saat tiba. Tidak perlu menekan bel. Dia langsung saja memasuki apartemen tersebut setelah memasukkan pin untuk membuka pintu apartemen.
Sementara itu, Atlana tengah berkutat dengan beberapa alat masaknya di dapur. Dia memasak makanan sederhana untuk sarapannya. Tapi, sepasang tangan yang tiba-tiba melingkar di pinggangnya membuatnya terkesiap.
Hampir saja dia akan memukul orang tersebut dengan sikunya. Tapi, harum maskulin yang begitu familiar membuatnya mengurungkan niat dan berbalik.
"Regan?"
"Hm?" Lelaki itu membalas, lalu mencuri satu kecupan di pipi.
"Ih, nyebelin tau gak? Lama-lama aku bisa jantungan kalau kamu kayak gini. Masuk tanpa suara dan tiba-tiba peluk. Aku hampir aja mukulin kamu."
"Hm? Kenapa gak mukul?"
"Ya, karena aku kenal aroma kamu!" jawab Atlana dengan wajah kesal juga suara ketus. Tapi, Regan malah tersenyum tipis dan kembali memberi satu kecupan di pipi gadisnya.
Atlana mendengus pelan. Dia lantas berbalik memunggungi Regan dan lanjut memasak. Tapi sebelum itu, dia menyingkirkan kedua tangan Regan yang masih melingkar di pinggangnya.
Atlana lalu dengan cekatan menyiapkan sarapannya.
"Kamu juga mau sarapan?"
"Hm."
Atlana pun menyiapkan sarapan untuk Regan juga. Sebenarnya, dia sedikit tak rela nasi goreng nya dibagi. Seharusnya nasi goreng yang ia masak hanya seporsi tapi dengan ukuran yang lumayan itu ia habiskan sendiri, sekarang harus dibagi. Sepertinya ia tidak akan kenyang.
"Kalau gak bisa habisin, jangan dipaksa. Biar aku aja yang habisin," ungkap Atlana.
Regan menatapnya, lalu melirik piring milik Atlana. Porsinya dan porsi Atlana, masih banyakan gadis itu. Bisa-bisanya Atlana mengharapkan dia tidak menghabiskan makanan itu.
"Aku bisa habisin," jawab Regan sedikit usil, membuat Atlana menggerutu kesal.