Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.
Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.
Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.
"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."
"minggir lo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lo keren
Alena memasuki ruang guru dengan langkah santai, seperti tidak ada beban. Namun, begitu ia melihat Bu Merah yang sudah menunggu dengan ekspresi serius di wajahnya, langkahnya sedikit melambat.
"Duduk, Alena."
Alena menuruti perintah tanpa banyak bicara. Ia duduk di kursi depan meja Bu Merah, menatap meja dengan malas sambil menunggu apa yang akan disampaikan.
"Ini sudah yang kedua kalinya saya panggil kamu ke sini, Alena. Kamu sadar nggak, sebenarnya kalo kamu itu ada di kelas unggulan?"
Alena mengangguk tanpa menjawab.
"Kamu harus bisa paham, kelas ini beda. Kelas unggulan punya standar tinggi, dan siswa-siswanya diharapkan untuk punya semangat belajar yang lebih. Tapi lihat nilai kamu, kamu ingat omongan ibu waktu itu kan, Alena."
"Iya bu, saya ingat."
Buk Merah menghela napas pelan. "Terus kenapa nilai kamu masih kayak gini, Alena. Kalo kayak gini itu artinya kamu memang nggak mau berubah. Atau memang nggak ada usaha."
Alena menggigit bibirnya.
"Saya nggak bilang kamu bodoh, Alena. Saya yakin kamu itu pintar, cuma kamu malas. Ini demi kebaikan kamu. Kalau kamu nggak berubah, bagaimana kamu bisa bertahan di kelas ini? Atau kamu mau saya pindahkan ke kelas biasa saja?"
Alena mendongak, terkejut mendengar ancaman itu.
"Enggak, Bu... Saya nggak mau pindah."
Seharusnya bukan itu yang keluar dari mulutnya.
"Bagus kalau begitu. Kalau kamu nggak mau pindah, tunjukkan usaha kamu. Mulai sekarang saya nggak mau lihat nilai kamu di bawah standar lagi. Kamu ngerti?"
Alena mengangguk lemah. Bu Merah menatapnya beberapa detik, memastikan bahwa perkataannya masuk ke dalam kepala gadis itu.
"Dan satu lagi, jangan sia-siakan potensi kamu, Alena. Banyak guru di sini yang percaya kamu bisa lebih baik. Jangan sampai kamu kecewakan mereka, terutama diri kamu sendiri."
Alena terdiam, tidak tahu harus menjawab apa.
"Sudah, kamu boleh kembali ke kelas. Tapi ingat, ini peringatan terakhir."
Alena berdiri dari kursinya dengan pelan, mengangguk tanpa berkata apa-apa. Saat ia melangkah keluar dari kantor, suara Bu Merah kembali terdengar.
"Jangan buat saya memanggil kamu lagi, Alena."
Alena keluar dari kantor guru dengan ekspresi datar, tapi matanya menunjukkan kelelahan emosional. Saat menutup pintu dengan pelan, ia berbalik dan langsung terlonjak kaget melihat Kael berdiri di depannya. Pria itu bersandar di dinding, wajahnya terlihat khawatir, namun ia tidak membuka mulut untuk bertanya. Seolah tahu Alena sedang tidak ingin diganggu.
Alena memandang Kael sebentar, tapi kali ini tanpa kemarahan atau kekesalan seperti biasanya. Ia menghela napas panjang, lalu memutuskan untuk berjalan pergi. Namun, Kael diam-diam mengikutinya dari belakang tanpa sepatah kata pun. Langkah-langkah Kael yang pelan membuat Alena sadar, hingga akhirnya ia berhenti dan berbalik dengan wajah frustrasi.
"Lo ngapain sih! Gue lagi nggak pengen ngomong sama siapa-siapa!"
Kael menatapnya tanpa ekspresi, tapi matanya lembut, mencoba membaca keadaan Alena. Ia maju beberapa langkah mendekati gadis itu, menjaga jarak agar tidak terlalu dekat.
"Mau cerita?"
Alena menatapnya lama, bibirnya gemetar seakan menahan amarah dan kesedihan yang bercampur jadi satu.
"Nilai gue jelek, gue males, gue nggak ada usaha. Puas lo?!"
Kael diam.
"Gue capek, Kael! semua orang di kelas itu... mereka terlalu hebat. Gue nggak ngerti kenapa gue harus ada di sana."
Kael sedikit mendekat. "Semua orang pasti pernah ngerasa nggak cukup baik di satu titik. Lo lagi berproses, Al. Bukan nggak usaha, lo lagi di jalan."
"Dia bilang begitu.." Ucap Alena begitu pelan.
"Lo keren, KittyCat."
Alena menatap Kael, tatapan Kael lembut tidak menusuk seperti biasanya, Alena bisa merasakan kenyamanan melihat bola mata itu.
Dia tidak menyangka akan meledak seperti ini.
Dari kejauhan, Nadine muncul. Ia sudah sejak tadi mencari Alena dan akhirnya menemukannya. Namun, langkahnya terhenti sejenak ketika melihat Kael dan Alena berbicara. Nadine diam, memperhatikan mereka sebentar. Ada sedikit keraguan di wajahnya, tapi akhirnya ia memutuskan untuk mendekat.
"Al, aku udah nyari kamu ke mana-mana. Kamj nggak apa-apa?"
Nadine memeluk Alena, sementara Kael melangkah pergi meninggalkan mereka. Tapi sebelum benar-benar pergi, ia menoleh sekilas ke arah Alena, lalu berjalan menghilang di tikungan koridor.