Karena latar belakang Shazia, hubungan nya bersama Emran tak direstui oleh orang tua Emran. Tapi adiknya Emran, Shaka, diam-diam jatuh hati pada Shazia.
Suatu hari sebuah fakta terungkap siapa sebenarnya Shazia.
Dengan penyesalan yang amat sangat, orang tua Emran berusaha keras mendekatkan Emran dan Shazia kembali tapi dalam kondisi yang sudah berbeda. Emran sudah menikah dengan wanita pilihan orang tuanya sekaligus teman kerja Shazia. Dan Shaka yang tak pernah pantang menyerah terus berusaha mengambil hati Shazia.
Apakah Shazia akan kembali pada pria yang dicintainya, Emran atau memilih menerima Shaka meski tak cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalur langit
"Iya, pak. Maaf. Kami akan segera pergi," ujar Emran pada satpam tersebut.
"Cepat ya, mas."
Setelah satpam itu pergi, Emran kembali melihat pada Shazia yang masih tampak begitu gelisah. Gadis itu gelisah memikirkan Shaka yang tak kunjung kembali. Ia takut terjadi apa-apa pada anak itu.
"Apa aku samperin aja!" ucap batin Shazia.
Namun ketika gadis itu akan melangkah, Emran menahan tangan nya.
"Mau kemana?"
"Aku mau menyusul_"
"Enggak perlu. Kita harus segera pergi dari sini. Kamu kirim pesan saja sama teman mu itu kalau kamu sudah pulang duluan," potong Emran memberi saran pada Shazia. Karena pria itu tak memiliki waktu banyak untuk menunggu Shazia menemui teman nya itu. Khawatir akan di amuk pengendara yang merasa terganggu oleh keberadaan mobilnya.
Shazia tampak berpikir.
Tin
Tin
Kekhawatiran Emran pun seolah terjadi. Tiba-tiba, beberapa pengendara menyalakan klakson berulang kali. Seakan memburu-buru Emran untuk segera menyingkirkan mobilnya.
Emran yang resah lantas segera menarik tangan Shazia dan membawa nya ke mobil.
Shazia pasrah saja. Namun sorotan gadis itu tak berhenti mengedar mencari keberadaan Shaka dengan tanda tanya di benaknya. Sebenarnya anak itu kemana? Kenapa lama banget. Semoga enggak terjadi apa-apa sama dia. Shazia mengamini doa nya dalam hati.
Sepasang mata legam milik seorang pria muda menatap kepergian mobil Emran dengan tatapan nanar dan hati yang sedih.
Ada penyesalan di dalam diri pria tersebut, yang tak lain adalah Shaka. Mestinya, ia tak meninggalkan gadis itu jika pada akhirnya akan pergi bersama laki-laki lain.
Laki laki lain? Shaka tersenyum getir. Oh, bukan. Laki laki itu bukan orang lain bagi gadis itu, melainkan kekasih nya dan sangat dicintai nya. Sedang dia? dia lah yang bukan siapa-siapa. Dia hanya anak kecil yang diharuskan fokus belajar oleh gadis itu. Shaka memukul kepalanya." Hei, Shaka. Sadar kenapa. Lu tuh masih kecil dan harus fokus belajar biar jadi orang sukses." Shaka tertawa. Merasa frustasi.
Shaka kemudian keluar dari tempat persembunyiannya. Jangan dikira pria itu menghilang begitu saja seperti yang dikhawatirkan Shazia. Shaka tak hilang melainkan bersembunyi.
Pada saat Shaka kembali, ia melihat adegan romantis sepasang kekasih tersebut. Meski adegan romantis itu membuat nya emosi, tapi ia masih memiliki akal yang waras, dan tentu memiliki kesadaran diri. Ia pun lantas menahan diri untuk tak membuat kekacauan. Karena dampak nya akan semakin memperburuk citra nya di depan Shazia.
Shaka menengadah dan menghembus angin ke atas. Jika jalur darat sangat sulit di tembus, maka ia akan menggunakan jalur langit. Bukan kah jalur langit itu lebih cepat sampai ! Ibarat naik pesawat vs naik mobil. Ya, ia tak akan pernah putus berdoa pada tuhan. Ingat kata suatu pribahasa 'Jika jodoh tak akan lari kemana'. Bibir Shaka tersenyum, kemudian bergegas melangkah ke arah mobilnya.
Setelah berada di dalam mobilnya, sorot mata Shaka terarah pada dua paper bag berisi makanan untuk calon ibu mertua nya. Eh, maksud nya ibunda Shazia. Ia menghela nafas dan menyender pada jok. Otaknya berpikir mau dia apakan paper bag tersebut?
Sementara di lain tempat. Emran melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan yang tak ramai. Tak ada obrolan di dalam mobil tersebut. Emran fokus mengemudi, namun sesekali-kali melirik pada Shazia. Sementara Shazia, gadis itu fokus pada layar ponsel nya, menunggu pesan yang tak kunjung di balas oleh Shaka. Jangan kan dibalas diread pun tidak.
Ehem.
Emran berdehem keras membuat Shazia menoleh padanya begitu gadis itu sadar.
"Mas Emran haus?" Tanya Shazia.
"Enggak. Hanya kering," jawab Emran dengan arah tatap lurus.
Alis Shazia saling tertaut.
"Kering !!"
"Iya, kering karena enggak diajak ngobrol sama kamu."
Shazia tertawa kecil.
"Yaa maaf."
"Emangnya kamu sedang chatan sama siapa sih? sibuk bener, sampai lupa kalau ada aku disini."
Shazia terdiam dan berpikir. Kasih tau tidak ya kalau sebenarnya tadi dia pergi sama Shaka. Tapi........Shazia geleng-geleng pelan. Lebih baik jangan. Bagaimana kalau Emran marah dan memukul anak itu lagi. Kasihan anak itu kalau diamuk kakak nya lagi karena cemburu.
"Rani, ya Rani. Aku cuma takut Rani mencari ku saja, mas," jawab Shazia kemudian.
"Ya sudah kalau begitu kamu telpon saja teman mu yang namanya Rani itu," usul Emran.
Ditelpon ! Shazia termangu mendengar usulan Emran. Jika ditelpon sekarang maka Emran akan mendengar suara laki-laki bukan suara perempuan. Shazia geleng geleng tak menyetujui usulan pria itu.
"Nanti ajalah, mas. Telpon nya di rumah aja. Aku sudah kirim pesan kok.
Emran manggut-manggut." Ya sudah. Gimana enaknya saja, sayang."
Shazia tersenyum dan menunduk.
Tring.
Ponsel Emran tiba-tiba berbunyi. Pria itu segera merogoh dan memasang pada telinganya.
"Waalaikum salam, Umi."
Umi ! mendengar nama itu disebut Emran, Shazia langsung menoleh pada pria itu dengan dada berdebar.
Shazia tak tau Emran berbicara apa dengan ibunda nya itu. Ia hanya melihat wajah Emran tampak manggut-manggut nurut. Dan ucapan kata iya, iya, iya saja.
Sambungan telpon tersebut tak berlangsung lama. Emran kemudian menyimpan ponselnya di dashboard.
"Sebentar ya, sayang. Kita mampir ke masjid agung dulu," tutur Emran.
Shazia tak bertanya. Namun perasaan nya tak enak. Jangan-jangan Emran hendak menemui ibundanya.
Mobil Emran kini sudah terparkir di depan masjid Agung. Shazia celingukan dengan benak bertanya-tanya. Namun ia memilih tak bertanya meski penasaran.
"Kamu enggak usah khawatir ya, sayang. Aku jamin pasti semua nya akan baik-baik saja."
Shazia mengerutkan kening nya, berusaha mencerna ucapan Emran yang membingungkan.
Tak lama, segerombolan ibu-ibu berseragam mendekati mobil Emran. Dari kaca mobil, Shazia bisa melihat salah satu dari segerombolan ibu-ibu itu ada umi Nuria. Shazia mendadak panas dingin melihat wanita itu.
"Kita turun, yuk !" ajak Emran.
Shazia yang gugup pun terpaksa mengikuti ajakan Emran.
Setelah segerombolan ibu-ibu mendekat, wajah sinis kian tampak jelas tercetak di wajah salah satu ibu-ibu itu. Wajah siapa lagi jika bukan wajah umi Nuria. Wanita itu memandang sinis pada Shazia.
Emran menyalimi umi Nuria dengan takjim, lalu menyalimi satu persatu ibu-ibu yang lain.
"Ini toh putranya umi ustadzah? Masyaallah ganteng banget," celetuk seorang wanita yang di salimi Emran.
Emran hanya tersenyum. Begitu pun dengan Umi Nuria. Wanita itu tampak tersenyum bangga.
"Ah, jeng lastri ini bisa saja. Putra nya jeng, Danu juga ganteng," sahut umi Nuria merendah.
"Kalau neng cantik ini siapa ya? Apa calon nya nak Emran? Cantik bener," tanya ibu-ibu lainnya. Menatap pada Shazia dengan tatapan kagum.
"Bukan. Dia bukan siapa-siapanya anak saya," sangkal umi Nuria dengan suara yang terdengar cukup nyaring dan tegas.
demi cinta jadi sopir pun d lakukan y shaka,tpi sayang yg d cintai cma nganggap adik aja.Tapi semoga mba shaziamu segera menyadari perasaannya.
Ihh nyebelin bgt keluarga pak ramlan benalu.
Waduh coky masa kamu lupa kalau bossmu absurt tapi baik hati itu sudah bucin sama mbak Shazia, jadi mau ada cewek cantik & tajir gak akan terlihat?? 😂😂😂 Gimana kalau Tasya buatmu saja🤭😅😅😍😍