SAFFIYA RAY & RAYAN ADITNYA. Kisah gadis cantik yang mengejar cinta pria duda tampan, yang merupakan dosennya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Fey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
*******
Saffiya pulang menuju asramanya, ia tidak bisa tidur kerena terus saja memikirkan perkataan uminya siang tadi.
" Gimana nih? bingung banget. " batin Saffiya yang bolak balik didepan ranjangnya.
Sementara Sela sudah tertidur pulas karena merasa kecapean setelah seharian belajar.
Ia terus saja memikirkan niat baik pria itu, namun di sisi lain Saffiya merasa berat karena melihat kondisinya yang belum pulih sepenuhnya.
Takut jika Rayan akan menyesal ketika suatu saat nanti ingatan Saffiya akan kembali.
Hal itu benar benar hal yang sangat Saffiya takutkan, walau bagaimanapun ia pasti memiliki masa lalu yang sangat buruk karena melihat foto foto di ponselnya itu.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Saffiya langsung pergi menemui umi Salama yang sedang berada didapur, memantau proses persiapan sarapan untuk anak-anak santri.
" Sasa! kamu mau bantu didapur? " tanya umi Salama yang kaget melihat ia datang.
" Saffiya pengen ngomongin sesuatu sama umi. " jawab Saffiya yang berusaha mengendalikan kegugupanya.
Seketika umi Salama langsung faham, ia mengajak Saffiya keruangan kerjanya yang tidak jauh dari situ.
" Duduklah nak. " kata umi Salama.
Saffiya terlihat menghela nafas sejenak karena gugup sebelum ia mulai bicara.
Umi Salama menunggu gadis itu sampai ia tenang untuk bicara. karena ia melihat Saffiya sepertinya gugup.
" Begini umi... mm... Saffiya... Saffiya... udah memikirkannya semalam umi, dan Saffiya mau menerimanya. " jawab Saffiya dengan terbata-bata karena gugup dalam mengambil keputan itu.
Umi Salama seketika tersenyum lebar mendengar penuturan gadis itu, ia merasa sangat senang dan bahagia.
" Kamu yang benar Sa? umi nggak salah dengar kan? " tanya umi Salama memastikan lagi.
" Iya umi, Saffiya mau, hanya saja... " jawab Saffiya namun masih ragu.
" Hanya saja apa sayang? apa kamu merasa terpaksa menerimanya? " tanya umi Salama bingung.
" Bukan begitu umi, hanya saja. apa pak Rayan yakin dengan niatnya ini? Saffiya nggak ingin dia menyesal dikemudian hari setelah Saffiya berhasil mengingat kembali masa lalu Saffiya. " jelas Saffiya.
" Untuk itu kamu tenang aja nak, umi sama abah sudah membicarakan hal itu dengan Rayan, dan ia tidak merasa keberatan. malah justru senang jika ingatan kamu pulih, umi berani jamin itu. " jawab umi Salama meyakinkan Saffiya.
Saffiya pun mencoba untuk merasa yakin dengan keputusan yang ia ambil ini, ia berharap ini yang terbaik untuknya kelak.
Setelah selesai, umi Salama langsung menghubungi Rayan untuk datang kepesantren.
Pria itu langsung datang meninggalkan semua pekerjaanya direstoran setelah mendapatkan kabar baik dari uminya.
Mereka duduk diruang kerja abahnya bersama umi Salama dan juga Saffiya.
Farik terlihat sudah tidak sabar mendengar kabar baiknya.
" Baiklah umi tidak akan basa basi lagi, apa kamu yakin dengan niat baikmu untuk gadis ini Rayan? " tanya umi Salama lagi kepada pria itu untuk memastikan langsundi depan Saffiya.
" Rayan yakin umi. " jawab Farik percaya diri.
" Saffiya sendiri, apa Saffiya benar benar yakin dengan keputusan Saffiya menerima niat baik Rayan?" tanya umi Salama memastikan lagi di hadapan masing masing.
Saffiya hanya mengangguk pelan kemudian menunduk lagi.
" Allhamdulillah..." ucap umi dan abahnya senang.
Begitu pun dengan Rayan, ia tidak berhentinya tersenyum karena merasa sangat senang. akhirnya penantian panjang untuk meluluhkan hati gadis pujaanya, membuahkan hasil.
" Jadi kapan nih harinya? " tanya abahnya yang langsung pada intinya.
" Rayan terserah ke Saffiya nya aja abah, umi. " jawab Rayan.
" Gimana nak? apa kita sudah bisa menentukan harinya? " tanya umi Salama meminta pendapat gadis itu.
" Terserah umi sama abah saja, Saffiya ikut mana yang terbaik. " jawab Mey yang menyerahkan semuanya pada mereka berdua.
" Baiklah, berhubung keduanya sudah menerima dan menyerahkan semuanya kepada umi dan abah, maka kami sebagai perwakilan dari orang tua Saffiya memutuskan akan melaksanakan akadnya minggu depan. " jawab umi Salama yang sudah tidak sabar.
Saffiya langsung kaget mendengarnya, ia tidak menyangka uminya akan memutuskan harinya secepat itu.
" Kenapa Sa? " tanya umi Salama yang melihat Saffiya seperti kaget.
" Apa tidak terlalu cepat umi? " tanya Saffiya.
" Untuk apa lama-lama, kalian kan sudah saling menerima. jadi lebih cepat lebih baik, untuk menghindari dosa dan fitnah, bukan begitu abah? " jawab umi Salama.
" Betul itu nak, sepasang wanita dan pria jika sudah merasa cocok segera di langsungkan saja, untuk apa menunda nunda. itu tidak baik, kalian tau sendiri kan hukum diagama kita seperti apa. " jelas abahnya.
Saffiya langsung pasrah dengan keputusan keduanya, walaupun hatinya masih merasa ini seperti mimpi.
Sedangkan Rayan diam saja tidak keberatan dengan keputusan orang tua angkatnya itu, bibirnya terus tersenyum karena merasa amat sangat senang.
***
Beberapa hari kemudian proses pernikahan mereka pun mulai dipersiapkan, Rayan memutuskan untuk mengadakanya dipesantren saja secara sederhana.
Mengingat Saffiya pasti merasa tidak nyaman jika harus mengadakanya diluar apalagi hotel berbintang.
Rayan sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba, setiap hari ia memilih untuk lembur di caffe sambil memeriksa beberapa laporan. guna untuk mengalihkan fikiranya agar tidak selalu mengingat hari bahagianya itu.
" Senang amat perasaan. " goda Rendy yang masuk kedalam ruang kerja Rayan.
Rayan hanya terseyum mendengarnya, karena memang ia merasa sangat senang menunggu hari bahagianya tiba.
" Eh, nanti disana aku boleh ngajak Naoki juga nggak? " tanya Rendy karena fikirnya pesantren tidak mengizinkan anak-anak untuk masuk.
" Boleh lah, malah ibu sama ayah pasti akan senang banget ketemu cucu kesayangan mereka di sana. " jawab Rayan.
Keduanya mengobrol dengan sangat asyik dan sesekali tertawa membahas status Rayan yang akan segera melepas masa dudanya setelah sekian lama.
Sementara diapartemen, Saffiya dan Meyra duduk diruang tengah.
Gadis itu terlihat semakin gugup menjelang hari bahagianya tiba.
" Udah nggak usah gugup begitu, justru kamu harusnya senyum karena akan segera menikah. " ucap Meyra meyakinkanya.
" Tapi Mey, aku malah tambah gugup setiap mengingatnya. " jawab Saffiya bolak-balik membuat Meyra ikutan pusing melihatnya.
" Udah duduk sini, aku kasih tau ya. benar kata umi Salama itu, aku mengenal Rayan udah lama. dia pria baik dan bertanggung jawab, jadi kamu nggak usah gelisah begitu. harusnya senang karena dipinang oleh pria yang menjadi impian banyak gadis diluar sana. " jelas Meyra.
" Tapi Mey.. "ucap Saffiya terus saja gugup.
" Udah.. lebih baik kita tidur, besok aku anterin kamu kepesantren. " jawab Meyra yang mengajaknya masuk kedalam kamar.
Saffiya mencoba untuk terlelap, namun semakin ia mencoba, semakin itu pula ia merasa gugup.
Hari bahagia pun tiba, para undangan sudah mulai memasuki tempat acara akad nikah.
Acara pernikahan mereka hanya dihadiri oleh beberapa kerabat terdekat saja, karena memang Rayan tidak mengundang banyak orang, mengingat Saffiya belum pulih sepenuhnya.
Rayan duduk didampingi kedua orang tuanya dan juga Rain didekat meja ijabkabul, pria itu terlihat sangat gugup namun berusaha untuk tetap tenang.
Tidak berselang lama abahnya pun datang, ia yang akan menjadi wali nikah untuk Saffiya.
Sebelum proses ijabkabul dimulai, abahnya mencoba meyakinkan Rayan terlebih dulu agar ia rileks dan tidak gugup.
Sementara Saffiya berada didalam kamar pengantin bersama Meyra dan umi Salama, ia mencoba untuk tetap tenang walaupun jantungnya berdetak tidak karuan.
Proses ijabkabul pun dimulai, dengan satu tarikan nafas Rayan berhasil mengucapkan ijabkabulnya dengan sangat lancar.
Seluruh tamu undangan yang hadir langsung mengatakah SAHH...
Pertanda mereka telah resmi berstatus menjadi suami istri.
Saffiya yang berada didalam kamar tidak bisa mendengar, jika proses akadnya sudah selesai. karena posisi tempat akad dan kamar pengantin cukup jauh.
Doa pun dilantunkan tanda mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri, Rayan terlihat sangat senang begitupun orang-orang terdekatnya.
Setelah selesai, Saffiya diminta untuk keluar karena akan ada proses penandataganan beberapa berkas pernikahan mereka ,dan juga pemasangan cincin sebagai bukti jika mereka sudah sah.
Ia terlihat sangat cantik dengan balutan gaun serba putih yang sederhana namun tetap indah dipandang. Rayan tidak henti-hentinya menatap gadis itu yang sudah resmi menjadi istrinya, bahkan sampai Saffiya duduk disebelahnya.
Sementara Saffiya terus saja menunduk menyembunyikan pandanganya walaupun ia sudah memakan cadar, namun masih saja merasa malu diperhatikan orang orang.
" Silahkan untuk kedua mempelai menandatangani beberapa berkas nikahnya. " ucap abahnya.
Setelah semua berkas selesai, selanjutnya mereka diminta untuk memasangkan cincin dijari keduanya.
Saffiya terlihat sangat malu begitu giliranya yang harus memasangkan cincin dijari pria yang sudah sah menjadi suaminya.
Setelah berhasil ia diminta untuk mencium tangan Rayan sebagai tanda bakti seorang istri, dan Rayan langsung mengecup keningnya sekilas karena tau Saffiya merasa sangat malu diperhatikan seperti itu oleh banyak orang.
Semua teman-teman Rayan terlihat ikut senang walaupun hanya beberapa yang diundang, begitupun dengan Meyra yang ikut bahagia melihat Saffiya sahabatnya sudah menemukan kebahagiaanya.
Malam menjelang, semua tamu undangan sudah mulai meninggalkan pesantren, Saffiya dan Rayan duduk menemanik kedua orang tua Rayan diruang tamu rumah utama bersama umi dan abahnya.
Saffiya hanya diam saja dan terus menuduk, karena masih merasa canggung dengan mereka.
" Kak! " sapa Rain yang duduk didekat kakak iparnya itu.
" Kakak nggak usah malu begitu, kan ada Rain. " ucap Rain yang mencoba membuat Saffiya tenang.
Gadis itu hanya tersenyum dibalik cadarnya, bagaimanapun juga ia pasti merasa canggung karena baru pertama kali bertemu dengan orang tua Rayan.
Sementara itu para orang tua terlihat sangat asyik mengobrol berbagai macam hal.
" Sebaiknya kamu istirahat aja, biar saya yang menemani mereka disini. " ucap Rayan tiba-tiba, karena ia tau Saffiya pasti masih belum terbiasa.
" Memangnya nggak apa-apa? " tanya Saffiya yang merasa tidak enak.
" Nggak apa-apa, nanti saya yang bilangin kemereka. " jawab Rayan.
Rayan pun meminta izin kepada orang tuanya agar Saffiya bisa lebih awal istirahat.
" Ayah ibu, umi abah. Rayan mau antarkan Saffiya istirahat dulu, pasti dia capek. " tanya Rayan.
" Silahkan nak, ayah sama ibu masih pengen ngobrol sama umi dan abahmu dulu disini. " jawab ayahnya.
Saffiya pun beranjak pergi menuju kamarnya ditemani Rayan, Rayan berjalan lebih dulu dengan Saffiya mengikuti dari belakang.
" Istirahatlah, saya masih harus nemenin ayah sama ibu dulu untuk mendiskusikan beberapa hal. " ucap Rayan setelah sampai didepan pintu kamar.
Saffiya mengangguk pelan kemudian masuk kedalam, ia merebahkan tubuhnya diatas ranjang mencoba untuk mengatur nafasnya karena sedari tadi menahan gugup.
" Aku sudah menikah sekarang, apakah ini mimpi? " gumam Saffiya sambil mencubit pipinya.
" Aww..." jeritnya yang merasa kesakitan.
" Ternyata bukan mimpi. " gumamnya lagi.
Karena masih tidak percaya, Saffiya langsung membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut, sambil itu bergumam karena semua ini seperti mimpi baginya.
Sementara itu Rayan kembali duduk menemani orang tuanya.
" Jadi kedepanya dimana Yan? " tanya ayahnya tentang rencana putranya itu kedepanya.
" Rayan akan mendiskusikan dulu semuaya dengan Saffiya yah, kedepanya kita akan tinggal dimana. cuma yang pasti Rayan akan mengajaknya untuk berkunjung kerumah ayah dan ibu dulu dalam waktu dekat itu. " jawab Rayan.
" Sebaiknya kalian tinggal dirumah saja, kamu harus cari rumah Yan. nggak usah diapartemen, kasihan Saffiya sendirian kalau kamu bekerja. kalau dirumah kan kamu bisa sewa asisten rumah tangga dan itu bisa memaninya. " usul ibunya.
" Rayan juga berfikir begitu buk, cuma Rayan nggak bisa mutusin sendiri. " jawab Rayan.
" Umi mana baiknya saja, yang penting kalian senang. mau tinggal dipesantren sama umi dan abah juga boleh. " kata umi Salama yang tidak keberatan dengan keputusan yang akan Rayan ambil kedepanya.
" Iya umi. " jawab Rayan tersenyum.
Malam semakin larut, semua memutuskan untuk masuk kedalam kamar mereka masing-masing karena sudah merasa mengantuk.
###NEXT###
Salam Hangat Dari Penuliss...