Zefanya Alessandra merupakan salah satu mahasiswi di Kota Malang. Setiap harinya ia selalu bermimpi buruk dalam tidurnya. Menangisi seseorang yang tak pernah ia temui. Biantara Wisam dosen tampan pengganti yang berada dalam mimpinya. Mimpi mereka seperti terkoneksi satu sama lain. Keduanya memiliki mimpi yang saling berkaitan. Obat penenang adalah satu-satunya cara agar mereka mampu tidur dengan tenang. Anehnya, setiap kali mereka berinteraksi mimpi buruk itu bak hilang ditelan malam.
Hingga sampai saat masa mengabdinya usai, Bian harus kembali ke luar negeri untuk menyelesaikan studinya dan juga merintis bisnis. Saat keberangkatan, pesawat yang diduga ditumpangi Bian kecelakaan hingga menyebabkan semua awak tewas. Semenjak hari itu Zefanya selalu bergantung pada obat penenang untuk bisa hidup normal. Mimpi kecelakaan pesawat itu selalu hadir dalam tidurnya.
Akankah harapan Zefanya untuk tetap bertemu Bian akan terwujud? Ataukah semua harapannya hanya sebatas mimpi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harti R3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zi, Gue Suka Sama Loe
Kaos warna putih, training hitam, lengkap dengan rambut yang dikucir. Berpikir sejenak, ia teringat wejangan sang dosen.
Kalo diluar jangan ikat rambutmu, atau ikat dengan posisi terendah.
Ia mencoba menurunkan ikat rambutnya di posisi terendah. Mencoba melihat dirinya di depan cermin.
"Gaya ini membuat gue terlihat culun, ish gak banget."
Ia melepas ikat rambutnya dan memilih mengepangnya. Ia pandangi penampilannya.
"Mmm not bad."
Ia menggapai ponsel dan menyumpal telinganya dengan earphone. Ia berjalan kaki menuju taman sesekali berlari kecil.
Sepanjang taman sudah banyak sekali manusia, ah dia lupa ada pasar tumpah di dekat sana. Ada acara pameran mobil di salah satu mall terdekat. Tak heran ramainya sampai ke taman.
"Waa jauh dari perkiraan, ramenya semakin wow!"
Ia berlari dengan pelan sesekali menghindar dari orang yang dengan sengaja memotong langkahnya. Bukan ini yang ia harapkan, niat hati berolahraga malah capek yang ia rasa karena melihat banyaknya orang.
"Zizi?"
Zizi menoleh ke sumber suara, ternyata Nathan pemilik suara itu. Nathan menghampiri Zizi yang tengah berjalan.
"Hai, ngapain loe di sini? Sendiri?"
"Sarapan yuk! Mau liat pameran mobil gue, sekalian ngapelin loe sebenernya. Taunya udah ketemu di sini."
Zizi menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Nathan. Mereka berlalu dan memilih salah satu tempat makan di sana. Mereka berbincang sembari menunggu makanan datang.
"Zi, gue boleh nanya gak?"
"Apa?"
"Mmm... tapi janji jangan marah?"
"Hmm. Tanya apa sih?"
"Luka dibibir loe, bukan karena ciuman kan?"
Nathan bergidik ngeri ketika tatapan tajam yang mematikan itu mengarah padanya. Dia yang tadi bertanya, terdiam membisu. Helaan nafas panjang keluar dari mulut Zizi.
"Loe sama Felice sama aja ya! Sama-sama resek!"
"Sorry, Zi. Gak bermak..."
"Udahlah, makan dulu keburu dingin tuh sotoy loe."
"Soto, Zi bukan sotoy."
"Tau, yang sotoy itu loe."
Nathan diam membisu, seolah dia adalah korban pembullyan. Zizi dengan sengaja menyenggol lengan Nathan.
"B'canda kali, Nath." tawa renyah keluar dari mulut Zizi.
"Makan dulu, baru ngomong. Keselek baru tau rasa loe!" ucap Nathan kesal.
Mereka menuntaskan sarapannya, baru kemudian melanjutkan obrolan mereka.
"Loe tau cewek yang nabrak gue kemarin? Dia pelakunya!" ucapannya penuh penekanan.
"Dia siapa? Darimana juga loe kenal dia?"
"Tunangannya Pak Bian."
"Hah? Trus kenapa loe pdkt sama Pak Bian?"
"Ck, apa salahnya? Kata orang-orang sebelum janur kuning melengkung masih milik bersama, ya kan?" Zizi mengambil jeda. "Tapi, sayangnya gue bukan tipekal orang yang suka merusak hubungan orang lain."
Mendengar jawaban Zizi, tekad Nathan semakin bulat untuk mengungkapkan perasaannya. Zizi masih sendiri.
"Zi?"
"Hmm, we?"
Kini mereka bersitatap dengan jarak yang begitu dekat. Hati Nathan begitu berdesir melihat Zizi sedekat dan selekat ini. Zizi menangkap ada sesuatu yang hendak Nathan sampaikan. Apa itu?
"Gue suka sama loe."
Gleg!
Zizi tak menyangka Nathan mengungkapkan perasaannya. Bagaimana ini? Bahkan Zizi sampai saat ini hanya menganggap Nathan sebagai sahabatnya. Zizi mengambil napas dalam, dan mengalihkan pandangan lurus ke depan.
"Nath, loe pernah denger gak? Hubungan pertemanan hancur karena perasaan?"
Nathan diam, tak lagi memandang Zizi.
"Loe mau kita jadi salah satunya?"
Dan, Nathan masih terdiam. Sudah diduga Zizi akan mengatakan hal itu. Nathan pun tak menyesalinya, bahkan ketika Zizi menolaknya sekalipun.
"Perihal gue sama Pak Bian, gue juga gak tau, Nath. Rasa itu datang dengan sendirinya, bukan gue yang minta. Dan...ya, gue tidak memungkiri rasa itu."
"Gue gak mau pertemanan kita hancur dan kita menjadi asing."
"Gue paham, sekalipun loe tolak gue. Gue harap setelah ini, loe masih anggap gue sebagai temen loe."
Mereka memutuskan mengakhiri sesi sarapan mereka. Keduanya diam membisu di tengah keramaian taman. Setelah kejadian tadi, perasaan tak enak hati menyelimuti perasaan Zizi. Dia tak punya pilihan lain, selain menjaga diri dari keterpaksaan. Dia pun tak mau mempermainkan perasaan Nathan.
"Loe tetap mau ke pameran?"
"Entahlah, tiba-tiba saja mood gue hilang. Gue duluan ya, Zi."
Nathan pergi begitu saja tanpa menoleh lagi. Remuk hati yang ia buat, menghancurkan moodnya untuk datang ke pameran mobil.
"Sorry." ucap Zizi lirih.
"Mbak permisi, toilet umum dimana ya?"