Datang sebagai menantu tanpa kekayaan dan kedudukan, Xander hanya dianggap sampah di keluarga istrinya. Hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan senantiasa ia dapatkan sepanjang waktu. Selama tiga tahun lamanya ia bertahan di tengah status menantu tidak berguna yang diberikan padanya. Semua itu dilakukan karena Xander sangat mencintai istrinya, Evelyn. Namun, saat Evelyn meminta mengakhiri hubungan pernikahan mereka, ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap tinggal di keluarga Voss. Sebagai seorang pria yang tidak kaya dan juga tidak berkuasa dia terpaksa menuruti perkataan istrinya itu.
Xander dipandang rendah oleh semua orang... Siapa sangka, dia sebenarnya adalah miliarder terselubung...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Pewaris yang dicari
"Alexander Ashcroft?" Xander menunjuk dirinya sendiri. Pria itu mengusap wajah beberapa kali, memiringkan kepala agar air hujan tidak mengganggu pendengarannya.
la mengira jika sedang bermimpi sebab di depannya belasan orang tengah berlutut secara tiba-tiba. Namun, setelah dipastikan beberapa kali, semua itu benar-benar nyata nyata.
"Aku bukan Alexander Ashcroft. Anda pasti salah orang," ujar Xander dengan wajah masih diselimuti keheranan.
Ia mengamati deretan mobil yang berada di depannya. Seingatnya, keluarga Voss bahkan tidak memiliki mobil jenis itu.
Pria kisaran pertengahan tiga puluh tahunan yang pertama kali berbicara segera berdiri, lantas memberikan sebuah bungkukan penuh penghormatan. “Tidak, kami tidak mungkin salah, Tuan. Anda adalah Tuan Alexander Ashcroft yang sudah kami cara-cari selama ini."
"Namaku Xander, hanya Xander tanpa ada nama belakang. Kau pasti salah orang. Maaf, Anda membuang waktuku, Tuan. Aku harus pergi sekarang juga." Ucap Xander bergegas menghidupkan sepeda listriknya, tetapi sialnya benda tua itu mendadak tidak bisa dihidupkan.
"Dasar sepeda tua!" Ucap Xander lalu menendang pelan roda depan sepedanya, merasa kesal, tetapi di saat yang sama merasa sayang dengan benda itu.
"Kenapa kau harus sakit di saat aku membutuhkanmu?"
"Tuan Alexander Ashcroft, kami tahu tuan sedang kesusahan. Saya akan membantu menyelesaikan masalah ini, Tuan. Gunakan kartu ini untuk membayar kerugian yang Anda timbulkan," ucap pria itu.
"Ya Tuhan, apa lagi sih ini?" pikir Xander.
Kini pria itu berdiri tegap di depan Xander yang tampak rapuh. Dia tersenyum sedangkan Xander memikirkan segala cara untuk menghindari si pria asing.
la sama sekali tak mengenal pria itu dan membuatnya cukup waspada. Belum tentu pria yang tampak baik itu juga bersikap apa adanya.
Meski begitu, ia tidak ingin menunjukkan kerapuhannya di depan orang lain. Terutama di depan seorang pria tak dikenal.
la tak ingin, orang lain menatapnya dengan sorot hina ataupun penuh belas kasihan setiap kali melihat nasib buruk menimpanya.
"Saya tidak tahu apa niat anda sebenarnya Tuan. Tapi maafkan saya, saya tak punya waktu untuk meladeni Anda."
"Anda tidak harus membutuhkan banyak waktu, Tuan Alexander. Saya hanya ingin menyelesaikan masalah Anda."
"Ini tentu tidak butuh waktu lama seperti yang Anda khawatirkan," ujar pria itu tetap mempertahankan senyum ramah di wajahnya.
Mendengar ucapan pria itu, Xander semakin merasa curiga. Apalagi pria itu terus memanggilnya tuan Alexander. Rasanya, Xander ingin terbahak saja.
"Kalau begitu, maafkan saya sekali lagi. Saya bisa selesaikan masalah ini sendiri dan tidak butuh bantuan Anda, Tuan."
"Dan juga aku sudah mengatakan padamu bahwa aku bukanlah orang yang kau cari. Namaku Xander, hanya Xander, tanpa nama keluarga. Ingat itu. Sekarang menyingkirlah dari jalanku.
Saya buru-buru. Permisi."
Tanpa menoleh, Baruna meninggalkan pria setengah baya itu. Pikirannya semakin kacau sejak kemunculan pria paruh baya berpakaian perlente itu.
Kini Xander berusaha kembali menghidupkan sepeda listriknya. Namun, benda itu sama sekali tidak kunjung hidup. Xander menarik napas panjang. Dengan sangat terpaksa ia harus mendorong benda ini menuju kota untuk mengunjungi teman Evelyn yang bernama Ziva.
Xander tidak memiliki pilihan lain selain meminjam uang pada Ziva. Semua uang yang sudah dikumpulkannya sudah habis hanya untuk mempersiapkan penampilannya malam ini. Sayangnya, malam ini menjadi malam paling buruk dalam hidupnya.
Setelah sampai di kota, Xander kembali tertampar oleh kenyataan pahit. Orang yang ia cari tidak ada.
Biaya yang diperlukan untuk perbaikan mobil sebesar sepuluh ribu dolar untuk membayar perbaikan mobil. Sedangkan saat ini sama sekali tidak ada uang.
"Dari mana lagi aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam satu hari?" Batinnya
Mustahil dilakukan. Sekali lagi, Baruna bukanlah anak dari keluarga kaya raya yang bisa mengeluarkan uang sebesar itu dengan sekali kedip.
la hanyalah bocah yang hampir setengah hidupnya telah tinggal di panti asuhan.
Pemuda itu memutar otak. Selain meminjam uang kepada Ziva atau menjual barang berharganya, tapi sayangnya tidak ada barang berharga yang bisa dia jual.
Handphone? Jangan dikata! Ponsel pemuda itu hanyalah android versi lama yang sudah retak dan pecah ujung layarnya.
Mana mungkin laku di pasaran? Diberikan secara cuma-cuma pun tidak akan ada yang mau menerima.
"Masa iya harus jual ginjal? Kalau pun harus jual organ dalam, butuh proses berapa lama sampai mendapatkan uang?"
"Nggak, itu terlalu lama, sebisa mungkin aku harus cepat membayar ganti rugi untuk menutup mulut David." Monolog Xander panjang lebar dalam hatinya.
Xander harus mencari cara agar bisa memenuhi kekurangan yang harus dibayarkan kepada sang atasan.
Saat itulah, tanpa sengaja, tangan Xander menyentuh saku belakang celana. Benda pipih yang diberikan pria berbaju parlente itu menjadi harapan terakhir pemuda itu.
"Haruskah aku pakai uang ini? Benak Xander bertentangan.
Hati nurani pemuda itu mengatakan jika tindakannya keliru, tetapi di sisi lain ia benar-benar membutuhkan uang. Lagipula, pria itu bilang jika benda pipih di saku Xander seharusnya menjadi miliknya.
Terlebih ada sederet angka yang disinyalir sebagai nomor pin kartu itu. Tanpa berpikir panjang, Xander menuju ATM terdekat.
Benar saja, sederet angka yang ditinggalkan bersama kartu bank di saku celananya memanglah pin untuk kartu itu.
Dia mencoba menarik uang sebanyak yang diperlukannya. Berlembar-lembar uang pun langsung meluncur.
Mulut Xander tercengang. Dia tidak menyangka jika kartu itu ternyata tidak memiliki limit penarikan.
"Mustahil."
Xander kewalahan. Uang yang dia perlukan itu ternyata sangat banyak. Dia kebingungan cara membawanya. Untungnya dia menemukan sebuah kantong plastik bekas di sudut ruang.
Dia memasukkan semua uang itu ke dalam plastik, lalu menyimpannya di dalam baju yang dia pakai, agar tidak terlihat mencurigakan. Dia langsung bergegas ke restoran untuk menemui sang atasan.
Dalam perjalanan, Xander diliputi pikiran baru. "Jangan-jangan uang ini malah akan memberikanku masalah baru," batinnya.
"Apakah aku harus membayar uang itu dengan ginjalku?" pikirnya.
Namun, dengan secepat mungkin dia membuang pikiran konyol itu. Ada yang lebih penting saat ini.
"Yang penting masalah ini selesai dulu,"batinnya.
Sampainya di ruangan David, Xander tidak membuang waktu, dan langsung melemparkan kantong plastik itu ke meja mantan bosnya.
David kaget bukan main.
"Itu uang untuk mengganti biaya perbaikkan mobil," ujar Xander.
David tampak ragu namun mencoba memeriksa plastik itu, Melihat setumpuk uang, dia langsung kaget.
"Apa ini? Uang palsu! Bisa-bisanya kamu bawa uang palsu!" cetus David.
"Itu asli! Semuanya asli! Cek saja satu persatu kalau mau! Buka matamu lebar-lebar!" sergah Xander, tak lagi bersikap sopan sebab ia sudah dipecat.
David kesal disikapi kasar seperti itu oleh Xander. Dia lalu mencoba memeriksa keaslian uang tersebut.
Dan memang, uang itu asli! Semuanya asli!
"Apa-apaan ini? Bagaimana bisa si sampah ini punya uang sebanyak ini?!" pikir David.
Kembali dia mengeceknya sekali lagi, tetapi memang uang itu semuanya asli.
Lalu, di saat dia hampir saja menerima uang itu, terpikir di benaknya kalau Xander mendapatkan uang itu dari hasil mencuri!
"Heh, uang sebanyak ini kamu dapat dari mana? Pasti kamu mencuri, ya? Ayo ngaku!" Tuduh nya.
"Sialan kau! Bisa-bisanya uang haram kamu berikan padaku! Gila kamu!" Hina sang atasan.
Xander marah. Dia tidak terima disebut pencuri oleh orang yang baru saja memecatnya. Xander tidak sehina itu hingga ia harus mencuri demi membayar perbaikkan mobil.
"Aku masih punya harga diri. Jangan mengatakan seenaknya!"
"Cih, dasar miskin! Udah kere, mencuri lagi." Hinaan David semakin menjadi dan kian membuat Xander marah.
Kalau saja Xander tidak bisa menahan gemuruh dalam dadanya, laki-laki itu pasti sudah memukul sang mantan atasan saat itu juga.
Beruntung Xander masih sanggup menahan emosinya hingga tidak melukai hidung sang atasan.
"Terserah, yang penting, utang saya lunas dan tidak ada hubungan apa pun lagi di antara kita."
"Heh, pencuri, lihat saja, aku akan melaporkan kamu pada polisi!" ancam sang atasan sebelum Xander meninggalkan kantor.
Sayangnya, Xander tidak lagi peduli dan terus berjalan meninggalkan ruang kerja sang mantan bosnya.
Pemuda itu hendak meninggalkan restoran itu, saat matanya menangkap bayangan pria asing yang memberinya kartu tadi, sedang berdiri di dekat kendaraan listriknya, seperti sedang menunggu seseorang.
Tampilannya masih tetap sama. Pria itu tampak mencolok dengan setelan jas yang terlihat perlente.
Xander menghampiri pria asing itu dan menanyakan apa yang dilakukan pria berpakaian perlente itu di restoran tempat dia bekerja dulu..
"Apa yang membuat Anda datang ke sini, apakah untuk meminta bayaran atas uang yang saya ambil tadi?" Ucap Xander.
Sebagai jawaban pria asing itu hanya tersenyum. Katanya kemudian, "Tujuan saya ingin menjemput Tuan pulang. Ke tempat Tuan yang seharusnya."
"Ini bukan tempat Tuan, itulah mengapa Tuan harus pulang ke tempat Tuan yang semestinya."
"Heh, lagi-lagi Anda membual dengan ucapan yang sama. Apa sudah Anda katakan pada bos besar Anda untuk mengganti trik murahan ini?"
"Saya tidak membual, Tuan Alexander. Tujuan saya ke mari memang untuk menjemput Anda pulang."
"Ck, sudahlah. Saya tidak mau berurusan lagi dengan Anda, Tuan. Selamat tinggal."
"Tuan Alexander, tolong ikut dengan kami sekarang juga." Tiba tiba saja pria itu berlutut.
Xander menarik napas panjang, menoleh kebelakang. la pernah menonton sebuah tayangan di internet di mana beberapa orang membuat semacam video prank pada orang asing hanya untuk hiburan dan olok-olokan.
Untuk itu ia harus memastikannya sendiri jika tidak menjadi salah satu korbannya.
"Apa kau sedang membuat sebuah lelucon denganku?Atau jangan kau dan teman-temanmu adalah suruhan dari pria brengsek bernama Mason itu untuk mengerjaiku?" tanya Xander
Pria berjas parlente itu kembali berdiri, dan kembali berkata.
"Tidak, Tuan. Kami sama sekali tidak sedang mengerjai Anda, Tuan. Kami adalah suruhan dari Tuan Sebastian yang ditugaskan untuk mencari keberadaan Tuan selama ini,"
"Dengar, Tuan. Malam ini aku sudah mengalami banyak hal buruk. Jadi, aku mohon kau jangan menambahkan daftar keburukan yang aku terima. Aku hampir saja membenci hidupku dan mengatakan bahwa Tuhan sudah tidak berlaku adil padaku."
"Tuan, apakah Anda mengenal keluarga Ashcroft?" tanya pria itu tiba-tiba.
“Ashcroft?" ucap Xander mengerutkan kening.
Nama keluarga itu memang terdengar tidak asing baginya. Berada dalam keluarga Voss selama dua tahun lamanya, membuatnya banyak mendengar nama-nama keluarga kaya di kota ini.
"Aku seperti pernah mendengarnya, tapi aku sama sekali tidak mengingatnya."
"Keluarga Ashcroft adalah keluarga terkaya dan paling terpandang di negara Vistoria saat ini. Mereka adalah pemilik dari beragam grup perusahaan yang berjalan dalam berbagai lini bisnis. Dengan kekayaan mereka, keluarga Ashcroft mampu membeli negara ini."
Xander tentu saja terkejut ketika mendengarnya. la bahkan sampai membuka setengah mulut dengan mata tidak berkedip.
Sekaya itukah keluarga Ashcroft?
Ah, ya Xander pernah mendengar nama keluarga itu disebut dalam berbagai perjamuan keluarga Voss. Hanya saja karena merasa tidak tertarik, ia tidak berniat mencari tahunya. Lalu yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, apa hubungan dirinya dengan keluarga Ashcroft?
Tunggu... Xander buru-buru memandang pria di depannya lekat-lekat. Bukankah pria berjas parlente itu memanggilnya dengan sebutan Alexander Ashcroft? Jika itu benar, maka ia adalah bagian dari keluarga paling kaya di negeri ini. Benarkah?
Xander menggeleng beberapa kali. “Tadi kau memanggilku dengan sebutan Alexander Ashcroft. Apa itu berarti aku adalah bagian dari keluarga Ashcroft? Lalu siapa Sebastian yang kau maksud tadi? Apa dia ayahku?"
"Benar, Tuan. Anda adalah Alexander Ashcroft, putra tunggal dari Sebastian Ashcroft sekaligus pewaris utama dari keluarga Ashcroft yang telah hilang sejak bayi. Tuan Sebastian sudah mencari Anda bertahun-tahun lamanya. Kondisinya saat ini sedang sakit keras. Aku yakin kondisinya akan langsung membaik jika bertemu dengan Anda, Tuan."
Pria itu berjalan mendekati Xander. "Maafkan ke tidaksopananku, Tuan. Saking gembiranya aku bertemu denganmu, aku bahkan belum mengenalkan diriku pada Anda. Namaku Govin."
Xander hanya diam dan masih terjebak dengan keterkejutannya.
"Kita tidak memiliki cukup waktu untuk berbincang di tengah hujan saat ini, Tuan. Kami harus segera membawa Anda ke kediaman Tuan Sebastian sekarang juga."
"Ini pasti bercanda." Ucap Xander masih tidak mempercayai semua ini.
Sekalipun ia berkhayal atau bermimpi, ia tidak pernah membayangkan jika dirinya adalah putra tunggal sekaligus pewaris utama dari keluarga paling kaya di negeri ini.
Mendengar penjelasan pria bernama Govin itu jelas saja seperti ketidakmungkinan di atas ketidakmungkinan.
Xander memandang cincin yang kini berkilauan di tangannya dengan perasaan campur aduk. Cahaya merah dari cincin itu berdenyut pelan, seolah memanggil sesuatu yang tak terlihat. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang dipenuhi kebingungan.
"Bagaimana kalian bisa menemukanku?" tanyanya.
Langkahnya mundur perlahan, menjaga jarak dari Govin dan orang-orang yang berdiri di belakangnya.
Govin melangkah maju, senyum kecil menghiasi wajahnya. "Kami mendeteksi sinyal dari cincin yang Tuan kenakan saat ini, Cincin itu memiliki keunikan tertentu—hanya akan memancarkan cahaya jika berada dekat dengan cincin pasangannya." jelasnya.
Xander menatap cincin pernikahan di jarinya dengan kening berkerut. Ia ingat bahwa cincin itu yang tadi dilepas dari tangan Evelyn dan diberikan kepadanya. Namun, cahaya itu tidak pernah muncul sebelumnya. "Cincin ini?" tanyanya ragu.
"Bukan cincin itu, Tuan.Tetapi cincin yang Tuan kenakan sebagai liontin kalung. Itu adalah salah satu dari sepasang cincin yang diciptakan untuk saling terhubung. Kami membawa pasangannya, dan ketika kami berada cukup dekat dengan Anda, cincin itu memancarkan cahaya merah seperti sekarang." Govin melanjutkan.
Xander buru-buru menarik kalung yang menggantung di lehernya. Ia memandangi cincin kecil yang terikat di ujungnya, sesuatu yang sudah lama ia anggap biasa. Namun kali ini, cincin itu memancarkan cahaya merah yang berkedip-kedip, seolah mencoba berkomunikasi.
"Ini... Aku tidak tahu apa-apa tentang ini. Cincin ini diberikan oleh petugas panti asuhan yang merawatku dahulu. Ia bilang ini tidak lebih dari peninggalan orang tuaku," ucap Xander, suaranya penuh kebingungan.
"Itulah sebabnya kami mencarinya," Govin menambahkan. "Cincin ini bukan hanya peninggalan. Itu adalah bagian dari warisan keluarga Ashcroft —keluarga Anda. Cincin pasangan ini hanya akan bersinar jika pemilik keduanya saling mendekat."
Xander menggenggam cincin itu lebih erat, pikirannya dipenuhi pertanyaan. Apakah ini benar-benar miliknya? Apakah dia memiliki hubungan dengan keluarga yang bahkan tidak pernah ia dengar sebelumnya?
"Tunggu," Xander berkata, matanya mempersempit ke arah Govin. "Jika cincin ini terhubung dengan kalian, mengapa baru sekarang kalian menemukanku?"
"Cincin pasangan ini telah hilang selama bertahun-tahun, Namun baru-baru ini, tuan Sebastian menemukannya dan kami mulai mencari anda melalui cincin yang lainnya. Dan cincin Itu membawa kami ke sini, ke Anda, Tuan Alexander." jelas Govin.
"Kenapa kau bisa begitu yakin jika aku adalah Alexander Ashcroft yang kalian cari-cari? Bisa saja aku mencuri cincin ini dari orang lain." ucap Xander tentu tidak mencuri cincin ini dari siapa pun. Ia hanya masih belum mempercayai semua ini.
"Ada satu hal yang membuatku yakin jika Anda adalah Tuan Alexander Ashcroft yang kami cari-cari selama ini." Govin diam sesaat.
"Wajah Tuan sangat mirip dengan Tuan Sebastian, ayah Tuan."
"Benarkah?" ucap Xander terhenyak saat mendengarnya, terlebih saat pria bernama Logan itu menyodorkan sebuah foto seorang pria yang begitu mirip dengannya.
Hanya saja gaya berpakaiannya terbilang klasik. Sepertinya lokasi foto itu diambil di sebuah istana, pikirnya.
"Ini adalah foto Tuan Sebastian sewaktu muda, Tuan. Bukankah dia sangat mirip dengan Tuan?" tanya Govin.
"Itu... pasti fotoku yang kau edit menggunakan aplikasi." Xander lagi-lagi berbohong karena belum mempercayai semua ini. Ia jelas melihat ada tahi lalat di bawah dagu sosok yang ditampilkan Govin.
"Ini adalah foto asli, Tuan. Sebagai informasi, identitas Tuan Sebastian dan beberapa anggota keluarga Ashcroft sangatlah rahasia. Bahkan, foto mereka pun tidak boleh tersebar ke khalayak ramai. Aku menunjukkan foto ini agar Tuan yakin dengan apa yang aku katakan."
"Itu... itu..." Xander tiba-tiba saja merasa gugup.
"Tuan, kami akan mengantarkan Tuan ke kediaman keluarga Ashcroft di kota Royaltown malam ini juga." Govin berkata dengan penuh penekanan.
"Tapi...." Xander mengamati cincin yang tengah dipegangnya saat ini.
"Apa bukti jika kalian adalah benar-benar bawahan dari ayah ... maksudku pria bernama Sebastian itu? Jika kalian ingin aku pergi dengan kalian, berikan aku sebuah jaminan."
Govin meraih saku celananya, kemudian menyerahkan sebuah pistol pada Xander sambil berkata. "Tuan, kau bisa langsung menembakku jika kau merasa aku melakukan tindakan yang mencurigakan."
Xander menerima pistol dengan segera, lalu mengamati benda itu saksama. Pistol yang dipegangnya saat ini adalah senjata sungguhan.
"Baiklah, aku akan ikut bersama kalian."
"Tapi sebelum menuju kesana, ada beberapa hal yang harus kita siapkan lebih dulu."
Xander tidak memahami maksud ucapan Govin. Memang apa yang perlu dipersiapkan untuk bertemu dengan seorang Sebastian Ashcroft?