Nia tak pernah menduga jika ia akan menikah di usia 20 tahun. Menikah dengan seorang duda yang usianya 2 kali lipat darinya, 40 tahun.
Namun, ia tak bisa menolak saat sang ayah tiri sudah menerima lamaran dari kedua orang tua pria tersebut.
Seperti apa wajahnya? Siapa pria yang akan dinikahi? Nia sama sekali tak tahu, ia hanya pasrah dan menuruti apa yang diinginkan oleh sang ayah tiri.
Mengapa aku yang harus menikah? Mengapa bukan kakak tirinya yang usianya sudah 27 tahun? Pertanyaan itu yang ada di pikiran Nia. Namun, sedikit pun ia tak berani melontarkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mode Pasrah
Setelah berbincang cukup lama, akhirnya Nia mematikan sambungan teleponnya dengan ibu mertua dan memberikan kembali ponsel yang dipakainya pada pemiliknya.
Faris mengambil ponselnya dan menarik Nia ke dalam pangkuannya, memberikan kecupan pada pipinya. Mengeserkan pipinya yang sudah tak ditumbuhi bulu-bulu halus.
"Nia, bagaimana, apa kau suka dengan penampilanku?" tanya Faris membuat Nia pun mengangguk. Nia mengelus lembut pipi sang suami.
"Iya, aku suka. Terlihat rapi dan bersih dan jauh lebih tampan," ucapnya dengan senyum termanisnya.
"Kamu juga sangat cantik sekarang, apa boleh kita melanjutkan yang tadi?" ucap Faris menyentuh bibir tipis istrinya, Nia yang malu-malu dan juga memang menginginkan hal itu pun kembali mengganguk. Baru saja Faris ingin kembali melanjutkan ciuman panas mereka yang tadi sempat terganggu karena adanya panggilan masuk dari mamanya, kini kembali terganggu karena adanya bunyi suara bel.
Mereka melihat ke arah pintu, "Siapa, ya?" tanya Nia melihat Faris.
"Oh, itu mungkin makanan yang aku pesan, coba aku lihat dulu," ucap Faris mendudukkan Nia di sofa dan ia sendiri beranjak dari duduknya dan menghampiri pintu, saat membuka ternyata benar jika itu adalah makanan pesanannya. Ada beberapa macam pesanan sesuai dengan yang diinginkan oleh istrinya tadi. Setelah mengambil pesanannya, ia pun langsung masuk dan membawanya ke meja makan yang ada di kamar hotel itu. Walaupun itu hanya kamar hotel yang ia sewa, tapi kamar hotel paket lengap, di dalamnya cukup lengkap. Ada kamar tidur, meja sofa dan meja untuk makan dan cukup luas untuk ukuran mereka berdua.
"Itu apa, Mas?" tanya Nia berjalan menghampiri Faris yang telah meletakkan makanan itu ke atas meja, mengambil piring dan juga beberapa perlengkapan makan lainnya. Nia mulai membuka apa yang di pesan oleh suaminya tadi, matanya langsung berbinar senang menatap makanan yang sedari tadi ingin dicicipinya.
"Kamu yang pesan, Mas?" tanyanya membuat Faris pun hanya mengganguk.
"Daripada kita repot-repot mencarinya di luar, lebih baik kita pesan saja kan?" ucapnya membuat Nia pun mengangguk dan dengan cepat membantu mengeluarkan makanan itu ke dalam piring. Ada sekitar 6 macam menu, Nia sampai bingung ingin mencicipi yang mana.
"Apa sebelumnya kamu sudah pernah makan makanan ini?" tanya Faris membuat Nia menggeleng.
"Aku hanya melihatnya di media sosial dan semalam juga aku mencari tahu makanan yang terkenal di negara ini, makanan khasnya dan makanan inilah yang muncul. Menurut Mas yang mana ya yang paling enak?" tanyanya kemudian Faris mengambil satu makanan.
"Dari semua ini, inilah yang enak," ucapnya kemudian memakan makanan tersebut. Nia pun ikut mengambil makanan yang diambil oleh sang suami dan ternyata rasanya memang sangat enak, mereka pun memakan makanan itu hingga habis. Faris sengaja memesan dalam porsi yang sedikit agar bisa mencicipi ke enam makanan tersebut. Melihat cara sang istri makan, ia yakin jika semua makanan itu akan habis nantinya.
Faris yang selalu menjaga pola makannya, hari ini harus kembali memakan apapun yang di minta oleh sang istri tercinta.
"Mas, mau makan yang mana lagi?" tanya Nia setelah menyimpan piring menu pertama yang telah habis. Faris kembali menunjuk salah satu menu yang ada di dekatnya, ia hanya menunjuk asal karena dari kelima makanan itu, ia sama sekali tak pernah mencicipinya. Kecuali, makanan yang pertama, makanan kesukaannya jika berkunjung ke Dubai.
"Apa ini rasanya enak?" tanya Nia membuat Faris mengangkat bahunya.
"Aku belum pernah memakannya," ucapnya membuat Nia pun langsung menyendokkan makanan itu dan menyodorkannya ke mulut sang suami.
"Cobalah," ucapnya.
"Kenapa aku yang harus duluan mencobanya ini? Kan pesananmu, kamu dong yang coba duluan," ucap Faris membelokkan sendok itu mengarah ke mulut Nia.
"Nggak mau, nanti jika rasanya tak enak. Mas bilang aja jadi aku nggak usah makan," ucap Nia terkekeh kecil membuat Faris hanya tersenyum, kemudian menerima suapan dari Nia .
Faris mengunyah makanan itu layaknya seorang chef yang mencicipi makanan, mengunyah makanan sambil terlihat berpikir.
"Bagaimana, Mas. Enak?" tanyanya membuat Faris mengangguk-ngangguk.
"Enak, tapi," ucapnya menggantung.
"Tapi, kenapa, Mas?" tanyanya lagi antusias, ia sebenarnya sangat penasaran ingin mencicipinya. Namun, takut jika rasanya tak sesuai yang diinginkan, takut jika rasanya tak enak dan merusak nafsu makannya.
"Rasanya enak sih, tapi tetap saja menu yang pertama lebih enak," ucap Faris jujur menilai makanan tersebut, membuat Nia pun mengangguk. Ia memang mengakui makanan yang pertama merupakan makanan yang sangat enak, ia pun mencoba mencicipi makanan tersebut.
"Hmmm, ini juga enak, Mas," ucapnya yang memang doyan makan.
Mereka kembali mengambil menu ke tiga tanpa menghabiskan menu ke dua, Nia meminta Faris untuk menghabiskannya.
Nia kembali meminta Faris mencicipi menu ketiga, sama halnya dengan menu kedua. Lagi-lagi Faris hanya menurut dan memakan makanan itu.
"Ini jauh lebih enak dari yang kedua," ucap Faris membuat Nia pun kembali bersemangat memakannya dan ternyata memang benar dan piring ketiga pun habis dan kali ini Nia lebih banyak memakannya karena Faris berusaha untuk menghabiskan menu kedua.
Begitu terus hingga menu ke 6, di mana setiap menu berukuran sangat kecil, hanya 4 suapan makanan itu akan habis dan menu keenam kali ini Nia sudah pernah mencicipinya, membuat ia memakan semua tanpa memberikan kepada Faris.
"Bagaimana? Apa mau tambah lagi?" tanya Faris melihat Nia baru saja menghabiskan menu ke-6, di mana ia sendiri sudah menyerah di menu ke-4. Ia sudah tak bisa lagi memakannya, kebiasaannya dengan memakan dalam jumlah sedikit, membuatnya kewalahan saat mengimbangi Nia yang memiliki selera makan cukup besar.
"Hari ini cukup, Mas. Besok aja lagi. Besok aku ingin mencicipi aneka cemilan, coklat dan eskrim," ucap Nia bersemangat.
"Besok kita makan di rumah aja lagi ya, nggak usah jalan keluar agar kamu juga nggak capek. Kan kita juga harus mulai mengusahakan pesanan ibu," ucap Faris mengusap perut Nia membuat Nia hanya tersenyum.
"Mas, apa aku boleh bertanya?" tanya Nia memutar badannya melihat ke arah Faris.
"Apa? Tentu saja," tanya Faris mengambil tisu dan mengusap sudut bibirnya yang terlihat berminyak.
"Mengapa Mas tak pernah meminta hak Mas sebagai seorang suami?" tanya Nia. Tadinya ia berpikir jika suaminya itu akan meminta haknya di malam pertama mereka, awalnya ia merasa senang saat Faris tak memintanya. Namun, saat perasaan cinta mulai tumbuh di hatinya ada rasa kecewa. Mengapa suaminya itu belum juga meminta haknya, apakah ia kurang menarik untuk disentuh.
Faris tersenyum penuh arti mendengar pertanyaan itu. Apakan itu artinya Nia tak keberatan jika Ia meminta hanya malam ini!.
sukses selalu author