Firda Humaira dijual oleh pamannya yang kejam kepada seorang pria kaya raya demi mendapatkan uang.
Firda mengira dia hanya akan dijadikan pemuas nafsu. Namun, ternyata pria itu justru menikahinya. Sejak saat itu seluruh aspek hidupnya berada di bawah kendali pria itu. Dia terkekang di rumah megah itu seperti seekor burung yang terkurung di sangkar emas.
Suaminya memang tidak pernah menyiksa fisiknya. Namun, di balik itu suaminya selalu membuat batinnya tertekan karena rasa tak berdaya menghadapi suaminya yang memiliki kekuasaan penuh atas hubungan ini.
Saat dia ingin menyerah, sepasang bayi kembar justru hadir dalam perutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QurratiAini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua puluh
"Diam! Kamu sudah aku pesan. Jangan berani-berani buat masalah!" bentak pria itu begitu kejam.
Air mata Firda meluruh membasahi wajahnya yang saat ini dipoles make up, hasil dandanan bibinya. Tangisannya mengucur dengan sangat deras. Hatinya hancur mengetahui paman dan bibinya telah menjualnya ke tempat ini, hanya karena ia tidak mampu mendapatkan pekerjaan setelah lulus SMA. Ia bahkan tidak diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan.
Firda ingin berteriak....
Ingin lari! Tetapi tubuhnya terasa kaku seperti telah kehilangan nyawa.
"Sini kamu! Ikut saya!" Pria tua bangka berperut buncit itu menarik paksa Firda masuk ke dalam sebuah kamar kecil yang ada di klub tersebut. Dia bahkan tertawa kesenangan karena berpikir malam ini benar-benar akan merasakan nikmatnya memadu cinta dengan seorang gadis perawan.
Dalam kekalutan dan rasa putus asa yang melebur menjadi satu, Firda dengan sisa-sisa keberaniannya menendang kuat aset pria berperut buncit itu.
Bugh!
"Akhh bangsat cewek!" Pria itu seketika meringis kesakitan dan jatuh terduduk memegangi asetnya sendiri hingga tak menyadari cengkraman kuatnya di lengan Firda kini telah terlepas.
Dia mengumpat marah, sorot matanya tajamnya menatap nyalang ke arah Firda.
Melihat kesempatan yang ada, Firda tak mau menyia-nyiakan hal itu. Tanpa pikir panjang, dia langsung berlari secepat mungkin yang ia bisa untuk segera keluar dari klub itu, tempat menjijikan yang selama-lamanya akan Firda jadikan sebagai mimpi buruk baginya, gadis yatim piatu yang masih suci dan lugu itu.
Di parkiran, langkah Firda terhenti. Napasnya terengah-engah, wajahnya basah oleh keringat dan air mata. Namun, sebuah pemandangan aneh membuatnya berhenti. Seorang pemuda yang tampak seusianya berjalan sempoyongan di area parkir. Dari bau pemuda itu yang menguar, Firda tahu dia mabuk.
"Hati-hati!" Firda sontak berteriak, melihat sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi ke arah pemuda itu. Tanpa pikir panjang ia melompat dan mendorong tubuh pemuda itu hingga keduanya jatuh ke aspal.
Bruk!
"Sshhh... Akhhh." Firda terhuyung, rasa sakit menjalar di tubuhnya, tetapi ia berhasil menyelamatkan pemuda itu. Belum sempat ia bernafas lega, pintu mobil yang tadi melaju tiba-tiba terbuka dengan kasar. Seorang pria bertubuh tegap keluar dengan wajah penuh amarah, membawa kapak di tangannya.
Firda terbelalak, tubuhnya gemetar ketakutan. "A-Apa yang dia mau lakukan?" pikirnya.
Sreet
Tubuh ringkih Firda tiba-tiba terseret dengan kasar. Pelakunya adalah pemuda yang tadi ia selamatkan dari tabrakan maut itu. Dengan gerakan tangkas pemuda itu menarik tubuh Firda bersamanya, menyeret masuk ke dalam sebuah mobil, lalu menutup pintu dan menguncinya dengan rapat. Sementara itu, di luar sosok pria dengan kapak itu secara beringas berusaha menghancurkan kaca mobil.
Tubuh Firda gemetar ketakutan tanpa bisa dirinya kendalikan. Kedua tangannya saling bertautan di atas pahanya sendiri kala menyaksikan sendiri dengan mata kepalanya bagaimana brutalnya kapak itu dipukulkan ke kaca mobil yang ada tepat di samping dirinya.
Tanpa bisa dicegah dan kendalikan, air mata Firda mengalir deras karena rasa takut yang teramat sangat menguasai seluruh jiwanya. Sekujur tubuhnya merinding hebat. Sementara pemuda di sampingnya tak memberikan reaksi apa pun.
Firda baru bisa sedikit bernapas dengan lega saat mendengar suara mesin mobil ini tiba-tiba menyala. Tanpa sepatah kata, pemuda itu langsung memutar kunci mobilnya dan mengendarai kendaraan besi itu keluar dari area parkiran meninggalkan klub malam kota Jakarta tersebut.
Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil yang kini Firda tumpangi terasa begitu hening hingga menyesakkan. Firda duduk di kursi penumpang, sesekali melirik ke arah pemuda yang sedang menyetir. Wajahnya datar, tanpa ekspresi, seolah apa yang baru saja terjadi adalah hal yang biasa baginya.
Firda mengeratkan tangannya di pangkuan, menatap pemuda itu dengan gugup, "A-Aku... Terima kasih sudah menyelamatkanku tadi," ujarnya pelan, suaranya bergetar.
Pemuda itu tidak menjawab. Tatapannya lurus ke depan, fokus pada jalan, meski ada luka kecil di pelipisnya yang mulai mengalirkan darah. Firda tanpa sengaja melihat luka kecil itu dan mulai memperhatikannya dengan cemas. "Dia... terluka," gumamnya dalam hati, mengkhawatirkan keadaan pemuda itu.
"Kamu... terluka," ujar Firda lagi, kali ini lebih berani. "Harusnya luka itu dibersihkan...."
Pemuda itu tetap diam, seolah mengabaikan kehadiran Firda di sisinya hingga suara gadis itu tak berarti apa-apa di telinganya.
Hal ini membuat Firda tanpa sadar meremas-remas jemarinya sendiri sebagai luapan rasa takutnya yang semakin menjadi. Mungkinkah ia salah bicara?
Tanpa Firda tahu... Jauh di dalam lubuk hati pemuda itu, kata-kata Firda barusan memberikan efek yang terlampau luar biasa hingga menggema di kepala pemuda itu tanpa ia bisa mengendalikannya.
Kamu... terluka.
Itu adalah kalimat teramat sederhana yang hanya terdiri dari dua kata, tapi mampu memberikan sensasi yang mendebarkan dalam diri pemuda itu. Ia yang tumbuh tanpa pernah mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya, kini untuk pertama kalinya mendapatkan kalimat berisi perhatian itu... justru dari orang asing, seorang gadis yang dirinya tak kenali sama sekali.
Sepanjang hidupnya, tak ada sesiapa yang peduli jika ia terluka. Ibunya meninggal dunia saat melahirkannya, dan ayahnya yang harusnya menjadi pelindung justru lebih banyak mengabaikan keberadaannya. Sementara itu, ibu tirinya... Ah wanita itu hanya tahu bagaimana cara menyingkirkannya.
Diam-diam pemuda itu mencuri pandang ke arah Firda. Hingga secara tak sengaja tatapan mata mereka berdua pun bertemu. Dalam manik mata coklat itu, ia dapat melihat ketulusan yang begitu mendalam terpancar dari sorot berpendar seorang gadis yang saat ini di sampingnya.
Bahkan terlalu tulus untuk seseorang yang baru saja diseret keluar dari neraka.
Sreett
Tatapan mata pemuda itu turun ke bawah mengikuti pergerakan sang gadis yang saat ini tengah berupaya menutupi area dadanya yang terbuka karena baju tak senonoh yang saat ini ia kenakan.
Menyadari ketidaknyamanan gadis itu, sekuat hati sang pemuda membuang muka, berusaha mengalihkan pandangannya dari bagian tubuh privasi milik gadis itu... yang seharusnya memang tak boleh dilihat oleh siapa pun kecuali pemiliknya sendiri.
Pemuda itu bisa merasakan dengan jelas degupan jantungnya yang berdetak lebih cepat, begitu menggila. Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Tapi ia tidak tahu bagaimana harus merespon. Karena terlampau asing menerima ucapan penuh perhatian seperti ini, ia sampai tidak mengerti bagaimana harus memberikan reaksi. Alhasil ia tetap mempertahankan wajah datar nan dinginnya tanpa ia sadari.
Namun, tentu saja raut datar dan dingin yang tercetak jelas di wajah pemuda itu, memberikan pemahaman lain bagi persepsi sang gadis.
Firda justru merasa... pemuda itu tidak menyukainya sehingga dengan sengaja menunjukkan sikap demikian untuk menciptakan jarak di antara mereka berdua.