Ayu menggugat cerai suaminya karena tak ingin dimadu. Memiliki tiga orang anak membuat hidupnya kacau, apalagi mereka masih sangat kecil dan butuh kasih sayang yang lengkap, namun keadaan membuatnya harus tetap kuat.
Sampai pada suatu hari ia membanting setir menjadi penulis novel online, berawal dari hobi dan akhirnya menjadi miliarder berkat keterampilan yang dimiliki. Sebab, hanya itu yang Ayu bisa, selain bisa mengawasi anak-anaknya secara langsung, ia juga mencari wawasan.
Meskipun penuh rintangan tak membuat Ayu patah semangat. Demi anak-anaknya ia rela menghadapi kejam ya dunia sebagai single Mom
Bergulirnya waktu, nama Ayu dikenal di berbagai kalangan, disaat itu pula Ikram menyadari bahwa istrinya adalah wanita yang tangguh. Berbagai konflik pun kembali terjadi di antara mereka hingga masa lalu yang kelam kembali mencuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ponsel baru
Brakkk
Devi yang baru tiba di rumah membanting vas bunga ke lantai hingga pecah. Menatap Calvin dengan tatapan tajam. Seperti orang kesetanan.
"Kamu kenapa sih?" tanya Calvin antusias.
Devi tersenyum sinis. "Siapa perempuan yang tadi kamu antar pulang, hah?" pekik Devi yang sudah tersulut emosi. Dadanya menguap bahkan hampir meledak mengingat kedekatan Calvin dan wanita yang dilabrak.
Calvin mengerutkan alisnya.
Dari mana Devi tahu, apa dia mengikutiku?
"Dia temanku, memangnya kenapa?" jawab Calvin santai, sedikitpun tak merasa panik. Kembali membaca majalah yang ada di tangannya.
Devi mengambil ponsel milik Calvin dan memeriksanya.
"Ternyata namanya Ayu." Melempar ponsel Calvin ke sembarang arah.
Calvin membisu. Ia enggan menanggapi Devi yang sering marah-marah tak jelas. Sekecil apapun masalah, wanita itu selalu menganggapnya serius.
"Sejak kapan kamu berhubungan dengan dia?" tanya Devi menekankan.
Calvin menutup majalah nya dan meletakkan di atas meja. Kemudian berdiri di depan Devi, hingga keduanya bersitatap dengan raut wajah yang berbeda.
"Ayu temanku sejak SMA. Jadi aku mengenal dia sudah lama. Kamu ini kenapa sih? Tadi kebetulan kita searah jadi aku mengantarnya." Calvin menjelaskan dengan jujur.
Devi melipat kedua tangannya, masih menatap Calvin dengan tatapan curiga.
"Tapi kemarin Risty lihat kamu makan di restoran sama dia, apa itu juga hanya kebetulan?"
Calvin memilih pergi, ia tak ingin meladeni Devi yang pasti akan terus mendesaknya, bahkan sering kali menuduh perihal di luar nalar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ayu membersihkan ponsel nya hingga kering. Meskipun mati, ia berharap benda pipih itu masih bisa dinyalakan seperti semula. Setidaknya, tidak perlu membelinya lagi.
"Kayaknya gak bisa deh." Ayu putus asa. Sudah hampir dua jam mencoba, namun ponsel itu tidak bereaksi apapun.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun ayu belum berhasil membenarkan ponselnya. Terpaksa ia meletakkan benda itu dan berbaring di tempat pembaringan.
Mengambil dompet nya yang ada di laci. Lalu melihat sisa uangnya.
"Ini cukup sih kalau buat beli hp bekas, tapi bagaimana kalau ada kebutuhan mendadak?"
Berpikir lagi sebelum menggunakan uang itu.
Ayu melihat Alifa dan Adiba yang tenggelam di alam mimpi. Hanya mereka yang mampu membangkitkan hatinya.
Suasana rumah tetap ramai dengan celoteh Adiba dan Alifa. Seharusnya hari ini Ayu berangkat kerja. Namun, karena ponselnya rusak, ia harus membelinya.
"Alifa di rumah dengan bi Ninik, ya? Mama keluar sebentar," pamit Ayu merapikan hijabnya.
"Iya, Ma."
Bocah yang berumur lima tahun itu beranjak dari duduknya dan berlari ke rumah Ninik yang ada di samping tempat tinggalnya. Ketiga anaknya mulai mandiri dan tak ketergantungan lagi.
Ayu datang ke toko ponsel terdekat. Hanya butuh waktu lima belas menit jalan kaki sudah tiba di tempat yang dituju.
Ayu meletakkan ponselnya di atas etalase.
"Kenapa hpnya, Bu?" tanya seorang penjaga toko. Dilihat dari penampilannya yang cool sepertinya pria itu belum menikah, bahkan masih ABG.
"Kena air," jawab Ayu singkat, duduk di kursi yang disediakan.
Setelah di periksa secara teliti, pria itu menghampiri Ayu.
"Ini bisa di benerin sih, Bu. Tapi mahal, satu juta lebih," ungkapnya.
Ayu menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskan nya pelan. Nominal yang cukup tinggi baginya.
"Kira-kira ada hp bekas gak, Mas? Dan itu laku di jual, gak?"
Pria yang ada di hadapan Ayu manggut-manggut mengerti. "Ini paling laku dua ratus, kalau hp bekas banyak. Tergantung type nya."
Pria itu menunjuk beberapa ponsel dengan tipe dan harga yang berbeda. Dulu, Ayu tidak pernah memikirkan hal seperti itu, karena Ikram selalu memberikannya, namun sekarang ia harus tahu tentang apapun yang akan dibelinya, bahkan harus paham dengan semuanya.
"Aku pilih yang ini, Mas." Menunjuk ponsel seharga satu juta. Ia membayar delapan ratus ribu sekaligus ponselnya yang rusak.
Semoga ini menjadi berkah.
Ayu meninggalkan toko ponsel. Kali ini ia mampir ke warung makan, untuk membeli makanan siap saji. Beberapa hari kurang tidur dan terlalu banyak aktivitas membuat tubuhnya terlalu lelah.
"Nanti Dek Diba jangan rewel ya. Mama mau kerja," ucap Ayu lembut.
Adiba yang ada di gendongan Ayu hanya mengangguk tanpa suara sambil menikmati cemilan yang ada di tangannya.
Tanpa disadari seorang pria ber jas hitam menatap setiap pergerakan Ayu. Pria itu tersenyum melihat Ayu yang nampak berbicara dengan putri kecilnya di sepanjang jalan.
Dari arah belakang, sebuah motor dengan laju kencang membuat pria itu terkejut lalu turun dari mobil. Berlari menghampiri Ayu yang terlihat santai.
Tanpa aba-aba, pria itu merengkuh Ayu ke tepi hingga terhempas di sebuah pagar.
Ayu kaget saat motor itu hampir menyerempet punggung pria yang masih mendekapnya. Memastikan Adiba baik-baik saja.
"Lain kali hati-hati, untung saja aku datang tepat waktu. Kalau tidak, pasti kamu dan anakmu sudah celaka," tuturnya.
Ayu mengangguk mengerti, entah akhir-akhir ini ia memang sering ceroboh.
"Terima kasih, Tuan. Anda sudah menolong saya."
Pria itu mengusap pucuk kepala Adiba dengan lembut. Seolah bentuk kasih sayang untuk seorang anak.
"Namaku Ryan."
Ayu mengangguk kecil, tanpa menyebut nama ia langsung meninggalkan pria itu, takut kejadian kemarin terulang lagi, dan Ayu sudah malas berurusan dengan orang yang salah paham.
Ryan menatap punggung Ayu berlalu.
"Aku tahu kamu mantan istri Ikram," gumamnya.
Ayu tak mengulur waktu lagi, setibanya di rumah ia langsung bergelut dengan ponsel baru nya. Seperti yang dilakukan kemarin, ia kembali menulis cerita sesuai alur yang terus melintas di otaknya. Sesekali memperhatikan Adiba yang bermain di sampingnya, sedangkan Alifa tidak mau pulang karena bermain dengan Ninik.
"Dek Diba..." Ayu memanggil putri bungsunya tanpa menatap.
Tidak ada sahutan seperti sebelumnya. Celoteh sang putri pun tak lagi didengar. Hsnys suara mainan yang menyala.
Terpaksa Ayu beranjak dari duduknya lalu keluar. Terenyuh melihat Adiba yang mencoba tertidur tanpa bantuannya.
Perpisahannya dengan Ikram ternyata memberikan perubahan yang sangat besar bagi anak-anaknya. Terutama Adiba.
Pintu terbuka, Alifa masuk menghampirinya.
"Makan, Ma."
Ayu menyungutkan kepalanya ke arah meja makan. Itu saja sudah cukup membuat Alifa paham dan berlari ke sana.
Ayu menyaksikan putri keduanya itu bersusah payah mengambil nasi dan lauk. Lantas, duduk dan mulai menyantapnya.
Ia melanjutkan nulisnya, berharap hari ini menyelesaikan misi dan anak-anak pun tidak merepotkannya.
Di sisi lain
Ikram nampak emosi setelah mendapat laporan dari staf yang mengatakan ada masalah dalam perusahaan. Sekian lama menjadi atasan, ini pertama kalinya ia terlilit hutang yang cukup besar.
"Satu-satunya cara kita harus menjual saham," ucap Ikram mengusap wajahnya kasar.
kueh buat orang susah ga harus yg 500rb
servis sepedah 500rb
di luar nalar terlalu di buat2