Perempuan di Balik Topeng
menceritakan kisah Amara, seorang gadis desa sederhana yang jatuh cinta pada Radit, seorang pria kaya raya yang sudah memiliki dua istri. Radit, yang dikenal dengan sifatnya yang tegas dan dominan, terpesona oleh kecantikan dan kelembutan Amara. Namun, hubungan mereka menghadapi banyak rintangan, terutama dari Dewi dan Yuni, istri-istri Radit yang merasa terancam.
Dewi dan Yuni berusaha menghalangi hubungan Radit dan Amara dengan berbagai cara. Mereka mengancam Amara, menyebarkan fitnah, dan bahkan mencoba untuk memisahkan mereka dengan berbagai cara licik. Amara, yang polos dan lugu, tidak menyadari kelicikan Dewi dan Yuni, tetapi Radit, meskipun jatuh cinta pada Amara, terjebak dalam situasi sulit.ujian
Radit harus memilih antara kekayaan dan kekuasaannya, atau menuruti hatinya yang telah jatuh cinta pada Amara. Kisah ini menjelajahi tema cinta, kekuasaan,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Idayati Taba atahiu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Maya kembali bekerja di perusahaan tempat ia bekerja. Meskipun hari masih pagi, ia terlihat lesu dan tak bersemangat. Para karyawan menatapnya dengan tatapan yang penuh pertanyaan.
"Ada apa sih sama Ibu Amara? Kok keliatan lesu banget?" Bisik salah satu karyawan pada temannya.
"Ya, sih. Dia baru aja berduka kehilangan Ayahnya. Tapi, kok kondisi dia nggak sekuat itu?"
"Mungkin dia sakit?"
"Atau dia lagi mikirin sesuatu?"
"Memang sih, aku juga dulu pernah kayak gitu, kayak Santi kehilangan ibunya. Aku memang depresi, tapi aku nggak sampai sepucak itu."
Amara mendengar bisikan para karyawan itu. Ia merasa sedikit tertekan. Ia tahu bahwa kehilangan Ayahnya memang menimbulkan kesedihan yang mendalam. Namun, ia berusaha mengatasi kesedihannya dan mencoba tetap profesional dalam bekerja.
Saat istirahat makan siang, Amara menarik Rizki ke kantin. Ia ingin bercerita pada Rizki tentang kisahnya. Ia merasa takut jika ia terus menutupi rahasia ini sendiri. Ia ingin mendapatkan dukungan dan penghiburan dari Rizki.
"Rizki, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Ucap Amara, suaranya bergetar sedikit.
"Iya, Amara. Kamu mau ngomong apa?"
Amara menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan diri. "Aku diusir dari rumah Mas Radit."
Rizki terkejut mendengar pernyataan Amara. Ia tak menyangka bahwa Amara mengalami hal tersebut.
"Kenapa kamu diusir?"
Amara menceritakan segalanya pada Rizki. Ia menceritakan tentang hubungannya dengan Mas Radit, tentang kehamilannya, dan tentang diusirnya dari rumah Mas Radit.
Rizki mendengarkan dengan seksama. Ia merasa sangat prihatin dengan keadaan Amara. Ia merasa takut jika Amara mengalami kesulitan dalam menjalani hidupnya.
"Amara, aku sangat prihatin mendengar kisahmu. Aku ingin membantu kamu."
Amara menatap Rizki dengan tatapan yang mengharukan. Ia menghargai perhatian Rizki yang selalu ada untuknya.
"Terima kasih, Rizki. Aku takut jika aku tak bisa melewati ini sendiri."
*******
"Tapi, Rizki, ada hal yang lebih menyakitkan yang ingin aku ceritakan padamu. Tapi aku mohon, jangan ceritakan ini kepada siapa pun, apalagi kepada ayahmu. Ayahmu kan bos di perusahaan tempat aku bekerja," ucap Amara, suaranya bergetar.
Rizki mengangguk mengerti. "Iya Amara, ayo ceritakan. Aku janji tak akan menceritakannya pada siapa pun."
Amara menarik napas dalam-dalam dan mulai bercerita. "Aku hamil, Rizki. Tapi Mas Radit sepertinya tidak mengakui anak ini sebagai anaknya. Dia menuduhku berselingkuh dengan seseorang. Tapi aku tidak berselingkuh!"
Amara terlihat sangat terluka. Air matanya mengalir deras.
"Semua ini karena aku dijebak oleh dua istri Mas Radit, Mbak Dewi dan Mbak Yuni. Mereka menjebakku dengan cara mempertemukanku dengan seorang pria. Mereka bilang pria itu bisa membantu perusahaan Mas Radit untuk dipromosikan."
"Saat aku bersama pria itu di kafe, mereka diam-diam mengikutiku dari belakang. Kebersamaan kami difotonya dan divideoinya. Ketika Mas Radit pulang, mereka menyampaikan bahwa aku baru saja bertemu dengan seorang laki-laki. Video dan foto kami pun diperlihatkan kepada Mas Radit."
"Lalu, Mas Radit mengusirku dari rumah."
Rizki mendengarkan semua cerita Amara dengan seksama. Ia merasa kasihan pada Amara. Ia takut jika Amara mengalami kesulitan dalam menjalani hidupnya.
"Amara, aku sangat prihatin mendengar kisahmu. Kamu harus kuat. Aku akan selalu ada untukmu."
Setelah berbagi cerita dan mencari kekuatan bersama, Amara dan Rizki berpisah. Amara kembali ke tempat ia bekerja, melanjutkan tugasnya di bagian administrasi. Rizki berpamitan pulang, mengatakan bahwa ada hal lain yang harus ia urus.
Di meja kerjanya, Amara mencoba fokus pada tugasnya. Namun, pikirannya terus dihantui oleh kehamilannya dan meninggalnya Ayahnya.
"Aku harus kuat," gumam Amara dalam hati.
Ia tahu bahwa ia harus mengatasi semua kesulitan ini dengan tegar. Ia harus mencari cara untuk menjalani hidupnya tanpa Ayahnya dan tanpa dukungan Mas Radit.
Amara merasa sedih dan takut. Ia takut jika ia tak bisa menjalani hidupnya dengan baik. Namun, ia mencoba tetap bersemangat. Ia ingin memperjuangkan kehidupannya dan kebahagiaan bayinya yang sedang ia kandung.
"Aku harus kuat untuk bayiku. Aku harus bisa memberikan yang terbaik untuknya," gumam Amara dalam hati.
Amara mencoba mengatasi kesedihannya dan mencari cara untuk menjalani hidupnya dengan baik. Ia ingin memperjuangkan kehidupannya dan kebahagiaan bayinya yang sedang ia kandung.
******
Saat Amara pulang kerja, ia langsung menuju rumah ibunya. Sejak meninggalnya Ayah, ia tak mau lagi tinggal di kos-kosan. Ia kembali ke rumah ibunya bersama adiknya, Mira.
Setibanya di rumah, Amara terkejut melihat Mira sedang memarahi ibunya. Mira membentak-bentak ibunya dengan nada yang kasar.
"Amara, jangan kamu lakukan itu pada Ibu!" Ucap Amara, suaranya bergetar keras.
"Makanya jadi orang tua harus bisa penuhin kebutuhan anak!" Bentak Mira. "Dulu Ayah sakit-sakitan sampai meninggal juga nggak bisa menuhin kebutuhan aku!"
"Mira, kamu nggak boleh ngomong seperti itu! Jangan mengungkit-ungkit Ayahmu!" Tegur Ibunya dengan suara yang gemetar. "Ingatlah Ayahmu, dulu waktu masih kuat ia sudah bercerita untuk kalian."
Amara langsung menampar pipi kanan Mira. "Plak!"
"Tampar lagi, Kak! Pukul lagi, Kak!" Teriak Mira, matanya menggelap karena marah.
Amara mendorong Mira kuat. Mira terhuyung dan lari menuju kamarnya. Amara menenangkan ibunya yang sedang terisak-isak.
"Ma, jangan sedih. Aku di sini menemanimu."
Ibunya memeluk Amara erat. "Amara, kamu harus kuat. Kita harus bisa melewati masa sulit ini bersama."
Amara menangguk setuju. Ia mencoba menahan tangisnya. Ia ingin memperlihatkan kekuatan pada ibunya.
"Ma, aku sayang sama kamu. Kita akan lewatin masa sulit ini bersama-sama."
Ibunya menangguk setuju. Ia merasa terhibur dengan kata-kata Amara. Ia tahu bahwa ia tak sendiri dalam menjalani masa berduka ini. Ia memiliki Amara, anaknya yang sangat ia sayangi.
"Terima kasih, Amara."
Amara tersenyum sedikit. Ia ingin memberikan kekuatan pada ibunya.
"Ma, aku akan selalu ada untukmu."
Ibunya menangguk setuju. Ia merasa terhibur dengan kata-kata Amara. Ia tahu bahwa ia tak sendiri dalam menjalani masa berduka ini. Ia memiliki Amara, anaknya yang sangat ia sayangi.
"Terima kasih, Amara."
Amara tersenyum sedikit. Ia ingin memberikan kekuatan pada ibunya.
******
Amara melepaskan pelukannya dari ibunya dan langsung masuk ke kamar. Ia ingin menelepon Mas Radit dan memberitahukan segalanya. Ia ingin mendapatkan pengakuan dari Mas Radit bahwa bayi yang ia kandung adalah anaknya.
Ia mencoba menelepon Mas Radit berulang kali. Namun, Mas Radit tak mau mengangkat teleponnya. Di WhatsApp pun, Mas Radit hanya membacanya tanpa membalas.
Amara bingung. Ia merasa sangat kecewa dan terluka. Ia hanya ingin mendapatkan pengakuan dari Mas Radit.
"Aku hanya butuh pengakuan dari Mas Radit bahwa bayi ini adalah anaknya. Sekalipun Mas Radit tak mau bertanggung jawab, aku hanya ingin mendengar pengakuannya." Gumam Amara, sambil menangis.
Amara merasa sangat lelah dan terpuruk. Ia ingin mendapatkan dukungan dari Mas Radit, namun Mas Radit tak mau menghubunginya.
"Ya Allah, berikan aku kekuatan untuk menghadapi ini semua." Doa Amara, sambil menangis.
Amara merasa takut dan kesepian. Ia merasa bahwa ia harus menjalani hidup ini sendiri. Ia tak tahu bagaimana ia akan menghadapi masa depan tanpa dukungan dari Mas Radit.
Amara menangis terisak-isak. Ia merasa sangat kecewa dan terluka. Ia tak tahu bagaimana ia akan melewati masa sulit ini.
"Ya Allah, berikan aku kekuatan untuk menghadapi ini semua," doanya lagi.
Amara merasa bahwa ia harus mencari cara untuk mengatasi semua kesulitan ini. Ia harus tetap bersemangat dan mencoba menjalani hidup dengan baik.
"Aku harus kuat untuk bayiku. Aku harus bisa memberikan yang terbaik untuknya," gumam Amara dalam hati.
Amara mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa ia tak sendiri dalam menjalani masa sulit ini. Ia memiliki ibunya, Rizki, dan teman-temannya yang selalu menyayanginya.
"Aku akan lewatin ini semua. Aku akan kuat untuk bayiku," gumam Amara lagi, menguatkan dirinya sendiri.