Hai, kenalin! Ini adalah novel gue yang bakal ngajak kalian semua ke dunia yang beda dari biasanya. Ceritanya tentang Lila, seorang cewek indigo yang punya kemampuan buat liat dan ngerasain hal-hal yang nggak bisa dilihat orang lain. Tapi, jangan mikir ini cuma cerita horor biasa, ya!Lila ini kerja di kota besar sebagai jurnalis, sambil terus nyoba buat hidup normal. Sayangnya, dunia gaib nggak pernah jauh dari dia. Dari gedung-gedung angker sampai pesan misterius, Lila selalu ketarik ke hal-hal aneh yang bikin bulu kuduk merinding. Di tengah kesibukannya ngeliput berita, Lila malah makin dalam terlibat dengan makhluk-makhluk dari dunia lain yang seolah ‘nungguin’ dia buat ngungkap rahasia besar.Penasaran gimana dia bakal hadapin semuanya? Yuk, ikutin terus perjalanan Lila di "Bayangan di Kota: Kisah Gadis Indigo". Siap-siap deh, karena lo bakal nemuin banyak misteri, ketegangan, dan sentuhan supranatural yang bikin lo nggak bisa berhenti baca!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hansen Jonathan Simanjuntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Akhir dari Teror
Udara di sekitar Lila dan Rina terasa semakin berat. Bayangan hitam itu makin mendekat dengan kecepatan yang bikin dada mereka sesak. Suara-suara gaib mulai terdengar di telinga, menggetarkan hati dan pikiran.
"Anjing, gue nggak kuat lagi, Lil!" Rina teriak sambil mundur pelan-pelan.
"Tenang, Rin! Kita udah hampir selesai!" Lila berusaha tetap fokus. Tangan kanannya masih gemetar saat dia memegang dupa, sementara tangan kirinya menggenggam erat kalung pelindung yang diberikan Ibu Sari.
Doa-doa yang dibacain Lila makin keras, meskipun suaranya nyaris kalah sama bisikan-bisikan mengerikan yang mengisi ruangan. Mata Lila tetap terpaku pada bayangan hitam itu. Sekarang, wujudnya udah lebih jelas—sosok besar dengan tubuh yang tampak seperti asap hitam pekat, matanya merah menyala. Sosok itu kelihatan marah, seperti nggak suka dengan keberadaan mereka di sana.
Tiba-tiba, ada suara keras seperti dentuman di dalam ruangan. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, bikin Rina hampir jatuh. "Gila lu! Ini apaan lagi sih?!"
Lila panik, tapi dia nggak punya pilihan selain terus membaca doa. Tiba-tiba, bayangan itu berhenti bergerak dan mulai meliuk-liuk di udara, seolah-olah merasa terjebak.
"Dikit lagi, Rin! Kita hampir berhasil!" seru Lila dengan suara yang semakin penuh harapan.
Bayangan itu bergerak dengan lebih agresif, seolah-olah mencoba melawan energi dari doa dan asap dupa. Suara teriakan hantu mulai bergema di seluruh ruangan, makin menambah intensitas kengerian yang mereka rasakan.
Dan tiba-tiba, suasana berubah. Perlahan, suara-suara menghilang. Asap dupa yang memenuhi ruangan mulai menipis, dan bayangan hitam itu perlahan memudar. Wujud besar yang tadi mendekat berubah jadi siluet kabur, sebelum akhirnya lenyap sepenuhnya.
Lila menurunkan dupa dengan tangan gemetar. Napasnya berat, seolah-olah baru saja berlari marathon. "Kita... kita berhasil?" gumamnya, masih nggak percaya dengan apa yang baru aja terjadi.
Rina, yang udah duduk bersandar di dinding dengan wajah pucat pasi, ngangguk pelan. "Gue rasa iya. Sosok itu... udah hilang."
Mereka berdua terdiam, masih berusaha mencerna apa yang baru aja mereka lalui. Kengerian yang mereka rasain sejak beberapa minggu terakhir akhirnya berakhir. Sosok yang ngeteror mereka, yang bikin hidup mereka jadi penuh ketakutan, udah nggak ada lagi. Setidaknya, untuk sekarang.
Setelah beberapa menit yang terasa kayak seabad, mereka akhirnya bisa berdiri dan ngelangkah keluar dari gedung tua itu. Malam yang gelap terasa lebih terang daripada sebelumnya, dan udara segar di luar gedung kayak jadi tanda bahwa teror itu akhirnya berakhir.
Mereka berjalan pelan menuju parkiran, nggak banyak ngomong. Ketegangan yang mereka rasain selama ini mulai pudar, digantikan rasa lelah yang luar biasa.
Sesampainya di mobil, Rina buka mulut pertama kali. "Gue masih nggak percaya kita bisa ngelakuin itu, Lil."
Lila tersenyum tipis. "Gue juga, Rin. Tapi kita berhasil. Akhirnya, kita bisa lepas dari semua ini."
Mereka berdua tertawa kecil, lebih sebagai cara melepas stres daripada benar-benar lucu. Tapi di balik tawa itu, Lila ngerasain sesuatu yang ganjil. Meskipun mereka udah berhasil ngusir bayangan hitam itu, ada perasaan bahwa semua ini belum selesai sepenuhnya. Kayak ada sesuatu yang masih bersembunyi di balik kegelapan.
"Tapi... lo ngerasa nggak sih, kayak masih ada yang ganjel?" tanya Lila, ngerasain kegelisahan yang nggak bisa dia jelasin.
Rina langsung melotot ke Lila. "Jangan mulai lagi, Lil! Gue pengen kita bebas dari semua hal aneh ini."
"Ya, gue juga pengen, Rin. Tapi gue cuma ngerasa... kita belum sepenuhnya aman."
Rina menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata sebentar. "Gue nggak peduli. Yang penting sekarang, kita selamat. Besok, kita urus apa pun yang masih tersisa."
Lila ngangguk pelan, meskipun dalam hatinya masih ada kekhawatiran yang tersisa. Mereka akhirnya naik mobil dan pergi meninggalkan gedung tua itu, berharap bahwa ini benar-benar akhir dari semua teror yang udah bikin mereka nggak bisa tidur nyenyak.
...****************...
Esok paginya, mereka memutuskan buat kembali ke kos. Meskipun trauma masih ada, mereka ngerasa udah lebih tenang. Pintu kos yang mereka tinggalin beberapa hari lalu masih tertutup rapat, nggak ada tanda-tanda ada yang masuk atau keluar.
"Well, balik lagi ke kehidupan nyata," kata Rina dengan senyum tipis. Dia masuk duluan ke kamarnya, ngambil napas dalam-dalam sebelum akhirnya duduk di kasurnya yang udah lama nggak ditempatin.
Lila ikut masuk ke kamarnya sendiri. Rasanya aneh balik ke sini setelah semua yang terjadi. Dia duduk di tepi kasur, mencoba ngerasain suasana kamar yang biasa dia tempatin. Tapi tiba-tiba, hawa dingin menyergap. Bulu kuduknya berdiri.
"Lila..." suara Rina tiba-tiba terdengar dari luar kamar.
Lila berdiri dengan cepat dan keluar ke lorong. Rina berdiri di pintu kamarnya, mukanya pucat lagi.
"Ada apa, Rin?" tanya Lila.
Rina menunjuk ke dinding kamarnya. Di sana, jelas-jelas ada sesuatu yang baru. Sebuah tulisan yang nggak ada sebelumnya, tergores di dinding dengan tinta hitam pekat.
"Aku Belum Selesai."
Lila langsung merasa perutnya melilit, rasa takut yang udah dia pikir udah pergi langsung kembali dengan kekuatan penuh.
"Anjing, kita nggak pernah bener-bener bebas dari ini..." bisik Rina, matanya masih terpaku pada tulisan itu.
Lila nggak bisa berkata apa-apa. Hanya satu hal yang dia tau sekarang: teror ini belum selesai.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...