Aku adalah Dara, aku pernah menjalin hubungan dengan Bastian semasa sekolah, tapi karena tidak direstui, akhirnya hubungan kami kandas.
Akhirnya aku menikah dengan seseorang laki-laki lain, Lima tahun kemudian aku bertemu dengan Bastian kembali, yang ternyata sudah menikah juga.
Pernikahanku yang mengalami KDRT dan tidak bahagia, membuatku dan Bastian menjalin hubungan terlarang setelah Lima Tahun.
Salahkah, aku Mendua ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh
"Kamu kira aku bodoh? Aku tadi sudah bertanya dengan yang mengantarkan. Dia bilang seorang pria yang memesannya tadi, dan saat aku tanya nama, dia menyebut nama Bastian. Jadi benar kamu masih ada hubungan dengan pria itu?" tanya Rico dengan suara yang agak tinggi.
Dara menghentikan suapannya. Memandangi wajah suaminya dengan tatapan tak kalah tajam dari pria itu.
"Kalaupun dari Bastian kamu mau apa? Mau marah? Dia mungkin merasa kasihan karena aku masih memiliki suami tapi rasa janda. Mau makan saja tak ada apa-apa padahal baru lahiran. Apa kamu mau gugat cerai aku? Silakan! Aku sudah siap!" seru Dara.
Setelah mengucapkan itu, dia kembali menyuapi nasinya. Tak peduli apa yang dipikirkan sang suami.
Dia merasa telah lelah. Bukan hanya fisiknya tapi juga jiwanya. Padahal seharusnya habis melahirkan dia di beri ketenangan batin agar tidak stres.
Ibu setelah melahirkan bisa mengalami perubahan psikologis, seperti Baby blues syndrome yang artinya Gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan perubahan suasana hati, seperti gundah dan sedih berlebihan. Gejala ini biasanya memburuk pada hari ke-3–4 setelah melahirkan dan berlangsung selama 14 hari. Jika tidak membaik setelah 2 minggu, ibu harus berkonsultasi dengan dokter.
Perubahan kadar hormon pasca melahirkan dapat membuat ibu mudah marah, gelisah, panik, dan sedih dalam jangka waktu lama.
Rico tak meneruskan ucapannya, dia hanya diam memandangi Dara makan. Mungkin sedikit menyadari kesalahannya. Baru selesai makan, Cantika menangis.
Dara langsung berdiri dan menyusui bayinya. Dia tak memandang sedikitpun pada sang suami. Pria itu masih berdiri di tempat yang sama.
Setelah bayinya tidur, Dara berdiri. Dia ingin membersihkan bekas makannya.
"Kenapa kamu tak minta belikan padaku? Kenapa harus dengan Bastian? Bagaimana jika istrinya tau, pasti dia berpikir hal yang sama denganku. Pasti dia pikir kamu selingkuh dengan Bastian!" seru Rico.
Dara menarik napas dalam. Dia tak boleh emosi, takut jadi stres dan itu bisa mempengaruhi produksi ASI nya. Dia beberapa kali melakukan hal yang sama. Menarik napas lalu membuangnya. Setelah merasa agak tenang barulah dia menghadap suaminya.
"Mas, sebagai suami seharusnya kamu tau tanggung jawabmu tanpa aku minta. Jika kamu menuduh aku selingkuh dengan Bastian, kamu salah besar. Bagaimana aku bisa selingkuh jika bertemu saja kami tak bisa. Kami tinggal di kota berbeda," ucap Dara dengan suara berusaha selembut mungkin.
"Lalu bagaimana dia bisa tau kamu belum makan dan telah melahirkan?" tanya Rico.
Belum sempat Dara menjawab, terdengar suara ketukan di pintu. Rico lalu pergi meninggalkan istrinya untuk membukakan pintu. Dara lalu naik ke ranjang kembali. Hari terasa sangat panjang baginya karena harus melewati amarah suami dan kecurigaannya. Rasanya ingin segera malam dan beristirahat.
Baru saja Dara menarik napas lega, telah datang masalah baru lagi. Mertuanya masuk dengan tatapan tajam pada dirinya dan sang buah hati.
"Hebat benar menantu ibu ini, melahirkan diam-diam tanpa berita. Kamu pikir anakmu bisa ada tanpa seorang pria. Kamu bukan Mariam yang bisa hamil sendiri. Berbeda jika itu bukan anak Rico, sehingga dia tak boleh tau kamu lahiran!" seru Ibu mertuanya Dara dengan tatapan sinisnya.
Dara menarik napas lega. Dia tak mau menjawab ucapan mertuanya. Akan semakin runyam jika dia meladeni mertuanya.
Melihat Dara yang hanya diam, wanita itu berjalan mendekati ranjang. Melihat wajah cucunya.
"Kenapa kamu tak mengatakan pada kami jika akan melahirkan?" Kembali mertuanya bertanya.
Dara kembali menarik napas. Dia merasa pasokan udara di kamar menjadi sedikit sehingga merasa sesak di dadanya.
"Aku yang tak memberitahu atau Mas Rico yang tak mau tau?" tanya Dara dengan penuh penekanan.
"Maksud kamu apa? Kamu menuduh anakku yang tak mau tau? Dia telah bolak balik ke sini mencari kamu. Hampir saja dia melapor sama polisi karena sangat mengkuatirkan kamu. Tapi ibu melarang karena berpikir kamu pasti tak apa-apa. Karena memang sering kamu pergi tanpa pamit dengan suamimu!" seru Ibu mertuanya.
"Aku sudah menghubungi Mas Rico, Bu. Tapi ponselnya tak aktif. Apa Ibu tau, jika aku harus berjalan kaki menuju ke klinik. Karena saat itu sudah tengah malam. Tak ada kendaraan umum lagi!"
Ibu mertuanya tampak tersenyum sinis mendengar ucapan Dara. Mungkin tak percaya dengan apa yang dia katakan.
"Saat itu ponselnya Rico kehabisan baterai. Kenapa waktu Rico menghubungi kamu kembali, justru tak diangkat?" tanya Ibu mertuanya.
"Karena sudah telat! Aku sudah melahirkan dan tak butuh lagi kehadiran Mas Rico," ucap Dara dengan suara datar.
Mata ibu mertuanya tampak melotot mendengar ucapan Dara, tapi sepertinya wanita itu tak peduli lagi. Dia tetap santai menghadapi mama mertuanya.
"Jangan sombong Dara! Di tubuh putrimu ada darah putraku! Dia tak sengaja melakukan semua itu. Kebetulan saat itu baterai gawainya habis. Seharusnya setelah melahirkan kamu segera kabari lagi. Tapi tak kamu lakukan. Putraku bukan cenayang. Bisa menebak apa yang sedang terjadi, jika tau kamu telah melahirkan aku pastikan dia akan datang!"
Dara tersenyum sinis mendengar ucapan mertuanya. Bukannya dia tak sopan, jika sedikit menantang wanita itu.
"Akan datang? Ya, aku percaya Mas Rico akan datang. Tapi pasti hanya sekedar menunaikan kewajibannya sebagai ayah bukan suami. Jika dia memang sadar akan kewajibannya, pasti dia akan mencari keberadaan ku kemana saja, bukan hanya ke rumah ini!" seru Dara
Rico yang awalnya hanya diam akhirnya angkat bicara. Dia tak terima ibunya di lawan.
"Sudahlah Dara. Kamu selalu saja membantah ucapan Ibu. Melawan saja bisanya!" seru Rico.
"Jadi aku harus diam saja saat marah dan diperlakukan tak baik. Hargai dan hormati orang lain jika kita ingin dihormati dan dihargai orang lain, serta hormati dan hargai diri sendiri terlebih dahulu baru kita bisa menghargai dan menghormati orang lain!"
"Ibu bukan tak menghargai kamu. Coba introspeksi diri. Jika pria tak betah di rumah berarti istrinya tak pandai menyenangkan hati suami," ucap Ibu mertua.
Dara tak mau lagi menjawab ucapan mertuanya. Dia terlihat sangat lelah. Ingin segera beristirahat.
"Istri itu harus pandai menjaga diri dan harus berbakti pada suami, menuruti apa yang suami katakan. Bukannya melawan terus!" seru ibu mertuanya.
Melihat Dara hanya diam, ibu mertuanya itu lalu keluar kamar itu. Rico mengikutinya dari belakang.
Demi ketenangan hati dan pikiran, aku sengaja membiarkan beberapa orang berpikir keliru tentangku. Aku diam, sebenarnya bukan karena aku takut atau tak berdaya. Melainkan hasil dari pengendalian diri. Aku ingat bagaimana aku dibicarakan keluargamu, aku juga memahami bagaimana aku diperlakukan. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa lebih sulit menahan untuk tidak membalas ketimbang membalas ucapan mereka. Lebih tangguh tidak goyah, dari pada terpancing amarah. Ilmu tenang itu mahal. Datangnya dari badai yang hebat. Dan tak semua orang yang mampu memilikinya.
Orang tua egois...
sukses selalu mama reni😍😍😍😍😍
aduh maaf Mak Lom smpt ke cono sibuk..mm🙏🙏🙏ntr saya kejar bap deh mak