Di antara cinta yang tak terucap dan janji yang tak sengaja diucapkan harus menjadi sesuatu yang ditanggung jawabi oleh Rafael. Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan yang hampir terbilang sempurna, Rafael harus kehilangan wanita yang dicintainya sekaligus menerima kehadiran seorang gadis yang sangat ia sayangi—Adeline.
Dua tahun setelah pernikahannya dan bangun dari segala keterpurukannya, Rafael harus terjebak dalam sebuah dilema. Apakah ia akan memilih cinta yang sebelumnya hilang atau tetap bersama dengan seseorang yang selama ini menemani masa-masa sulitnya? Setiap pilihan datang dengan konsekuensi dan setiap keputusan menuntunnya pada jalan yang tak terduga.
Ketika cinta dan masa lalu bertabrakan, apakah Rafael akan mengikuti hati atau logika? Bagaimana jika pilihan yang benar ternyata sesuatu hal yang paling sulit ia jalani? Temukan kisahnya dengan meng-klik ‘Mulai Membaca’.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyushine / Widi Az Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HC 30
Pagi harinya Adeline yang telah siap untuk pergi bekerja itu pun terkejut karena mencium aroma masakan. Dia sudah memastikan jika yang tengah memasak kali ini pasti Rafael, Adeline juga berpikir tampaknya rencana
dia untuk menghindari pria itu sudah terbongkar dan terbaca jelas oleh Rafael. Tetapi tidak tahu apa yang ada dipikirannya saat ini sampai-sampai dia merepotkan dirinya sendiri untuk memasak dipagi hari.
Adeline berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air. Menyadari kehadiran Adeline, Rafael langsung berbalik dan tersenyum saat menyambutnya. Senyumnya tersebut justru membuat Adeline sedikit merinding, karena sikap Rafael kali ini benar-benar berbeda dari biasanya.
"Aku tahu jika kau pasti akan berangkat pagi-pagi lagi. Jadi, aku berpikir untuk bangun lebih awal agar bisa membuatkan sarapan untukmu." Ucap Rafael seraya menyajikan sarapan dimeja makan.
"Kau tidak perlu repot-repot kak. Sebagai balasannya, malam nanti aku yang akan memasak untukmu."
"Baik tuan putri. Aku juga akan pulang sebelum jam makan malam dimulai."
Adeline yang sedang memakan buah saat itu tersedak mendengar kalimat yang terlontar dari bibir Rafael. Sebuah kalimat yang begitu aneh ditelinganya dan senyumnya itu pun terus mengembang sejak pagi. Adeline justru berpikir jika Rafael tengah mengalami kerasukan akibat perbedaannya sifatnya.
Apa ruh ayah atau ibu masuk ke dalam tubuhnya? Sampai-sampai dia bersikap manis seperti ini? Kemarin bahkan dia masih bersikap dingin padaku, tapi pagi ini? Benar-benar tidak terduga.
Usai dengan sarapannya, Adeline menyambar blezer dan tasnya. Setelah berpamitan dengan Rafael, dia bergegas untuk berangkat, namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti saat jemari tangannya merasakan sesuatu. Yah, Rafael
menautkan jemarinya disela-sela jemari Adeline.
"Biar aku yang mengantarmu hari ini. Kebetulan aku akan menjemput Al juga yang tengah menjaga temannya di rumah sakit."
"Rumah sakit escort?" Rafael mengangguk dan tersenyum lembut.
"Sudah ayo berangkat."
Selama perjalanan Rafael benar-benar tidak melepaskan genggaman tangannya pada tangan Adeline. Dia mengemudikan mobil hanya dengan menggunakan satu tangannya dan perasaan serta pikiran Adeline tengah berkecamuk saat ini.
Ya Tuhan apakah ini mimpi? Jika ini mimpi, tapi ini benar-benar terasa sangat nyata. Jika ini memang nyata, kenapa aku justru merasa aneh?
Berhenti di salah satu kedai kue yang buka 24 jam, Rafael menepikan mobilnya sejenak untuk membeli beberapa dessert disana. Dia membeli bermacam-macam rasa muffin untuk dibungkus sekaligus americano yang akan ia minum untuk menyegarkan kepalanya saat ini.
"Ini untukmu, aku takut kau lapar saat bekerja nanti."
"Hah? T-terima kasih, kak."
Adeline menggaruk kepalanya yang tidak gatal bersamaan pandangannya yang tertuju pada satu kotak yang berisikan 1 lusin muffin. Semuanya terasa janggal bagi Adeline saat ini. "Kak, apa kau sedang mabuk?" Tanyanya penasaran dan pertanyaannya itu justru membuat Rafael tertawa terbahak-bahak.
"Mabuk? Apa aku terlihat seperti orang yang mabuk, Del? Kenapa ka uterus menanyakan hal seperti itu padaku, huh?" Adeline menggelengkan kepalanya. "Jangan berpikir yang aneh-aneh lagi," tambahnya seraya mengusap puncak kepala Adeline.
Setibanya dirumah sakit, Rafael dan Adeline berjalan bersama. Banyak mata yang memandang mereka, termasuk Efran yang saat itu juga baru tiba dilobby. "Bukankah itu Adel dan Rafa? Sedang apa Rafa disini?" Gerutu Efran penasaran akan keberadaan pria itu.
"Kak, aku duluan ya. Aku titip salam untuk kak Alva."
Dengan gerakan cepat Adeline langsung menuju loker. Dia mengambil pakaian kerja serta id card miliknya. Hendak memasuki ruang ganti, ia dikejutkan dengan kedatangan Efran yang tiba-tiba. "Kau mengejutkanku." Protes Adeline.
"Kenapa terkejut? Apa kau pikir Rafa yang akan datang kemari?"
"Lupakan itu dulu, aku akan ganti baju sekarang."
"Tapi apa yang dilakukan dia disini?"
"Dia menjemput kak Alva yang sedang menemani temannya." Ucap Adeline yang berada didalam ruang ganti.
"Sepagi ini? Bahkan matahari belum memunculkan wujudnya."
"Entahlah."
"Apa menurutmu tidak aneh?"
"Sangat aneh jika mengingat perilakunya." Adeline kembali bergidik saat mengingat senyuman Rafael sepanjang pagi tadi, dan bagaimana dia memperlakukannya dengan sangat lembut bahkan lebih lembut dari sebelum mereka menikah.
"Apa yang sudah dilakukan olehnya? Apa dia menyakitimu? Perilaku bagian mana yang membuatmu terluka?"
"Tidak ada. Dia tidak menyakitiku. Hanya saja dia tidak bersikap seperti biasanya, pagi ini dia sangat memperlakukanku dengan lembut. Dia bahkan membelikan muffin. Benar-benar membuatku bingung."
Efran termenung mendengar ucapan Adeline saat ini. Dia berpikir keras dengan perubahan sikap Rafael, Efran hanya takut jika perubahan sikap Rafael itu tidak tulus dan hanya sebuah permainan agar dirinya tidak terus-menerus menempel pada Adeline.
Seusai Adeline berganti pakaian, dia pun segera menuju bangsal 7 dan melihat daftar pasien disana. Jika Adeline pergi mengecek absen, Efran justru berada di pantry untuk membuat kopi agar dapat menyegarkan tubuh dan pikirannya.
Di pantry seorang diri membuat Efran tengah menghubungi seseorang. Entah siapa yang dihubungi olehnya, yang jelas tiap kali Efran menghubungi orang itu, mimik wajahnya akan berubah menjadi sangat serius dan terlihat tegas, tidak seperti saat sedang bersama dengan Adeline yang selalu menunjukkan sifat lembutnya.
Diwaktu yang bersamaan, Rafael yang sudah berada dikantor dengan Alvaro sibuk menyiapkan beberapa berkas untuk rapat mereka siang nanti. Kali ini mereka tidak bersama Daren, karena pria itu tengah melakukan bisnis diluar kota, lebih tepatnya di Lausanne. Rafael sengaja memintanya untuk pergi kesana agar dia bisa membantunya mengontrol saham serta pekerjaan disana.
"Raf, kau tampak berbeda hari ini. Apa terjadi sesuatu denganmu?" Alvaro penasaran, karena sejak tadi ia mendengar Rafael terus bersenandung.
"Tidak terjadi apapun. Memang aku kenapa?"
"Kau terlihat seperti orang yang sedang jatuh cinta. Walau aku tahu itu bukan alasan yang masuk akal. Tapi melihat sikapmu sekarang, memang terlihat seperti itu."
Mendengar ucapan Alvaro membuat Rafael menutup dokumen yang tengah ia pelajari. Sikap Rafael tersebut justru membuat Alvaro menelan air liurnya seraya bergidik ngeri, dia takut Rafael marah dan justru akan merusak pertemuan kali ini.
"Menurutmu, jika aku mencoba membuka hatiku untuk wanita lain apa Rachel akan terluka? Apa dia akan membenciku?" Suara Rafael kini terdengar lirih.
"Tentu saja tidak. Justru jika kau terus-terusan mengurung diri serta menutup hatimu, Rachel yang akan merasa bersalah karena terus membiarkanmu meratapi kepergiannya."
"Jadi Rachel tidak akan membenciku, 'kan?"
"Rachel bukan wanita pendendam, dia wanita yang sangat murah hati dan lembut. Meski terkadang dia suka bersikap menyebalkan padaku, tapi aku yakin jika dia tidak akan membiarkanmu terpuruk untuk waktu yang lama,
Raf."
"Benarkah begitu?" Rafael mencoba menyakinkan kembali keraguannya, dia hanya tidak ingin mengambil langkah yang salah dan justru berakhir menyakiti seseorang.
"Percayalah padaku. Jadi, siapa orang yang kau maksud?" Tanya Alvaro penasaran. "Wanita mana yang berhasil
meluluhkanmu? Aku harap kau bisa bersikap bijak mengingat kau sudah menikah dengan Adel." Tambahnya dengan nada suara yang tegas.