TAMAT 02 NOVEMBER 2023
Ning Aisha menangis setelah King tak sengaja menciumnya. "Jangan dekati aku lagi!"
"Terus, gimana cara Gue jagain Lo, Cengeng?"
"Nggak perlu, aku bisa jaga diri baik-baik! Kita bukan mahram, jangan deket-deket! Setan pasti suka godain Kita, terutama kamu yang nggak kuat iman! Nggak mau shalat. Pasti jadi temen setan!"
"Lo mau dihalalin sama temen setan ini? Bilang! Besok Daddy sama Mom biar ngelamar Lo buat Gue!"
"Sinting..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DUA BELAS
Aisha dan King tak dibolehkan keluar dari kamarnya. Malam ini malam di mana acara khitbah Ummi Zivanna dan lelaki yang dikenal dengan nama Rey Bagaskara dilangsungkan.
Aisha termenung di meja belajarnya. King hanya mengusap lembut kepala gadis itu sedari tadi.
Jauh di lubuk hati terdalam, Aisha tak ingin perceraian Abi dan Ummi-nya, tak ingin ayah baru, dan tak ingin saudara tiri.
Namun, membiarkan Ummi sendiri pun, rasanya tidak mungkin jika mengingat dirinya sudah harus tinggal di rumah utama keluarga Miller.
"Setidaknya Ummi menikah dengan Om yang dulu pernah Ummi kenal." Aisha bergumam cukup lirih, dan meski begitu lirih King duduk menatapnya karena rasa penasaran.
"Maksudnya?" Aisha terdengar sedang menguatkan dirinya sendiri.
"Sebelum menikah sama Abi, Ummi sama Om Rey, dulu pernah pacaran," jelas Aisha. "Tapi akhirnya tidak berjodoh saat itu."
King terkikik karena kisah ini cukup menggelitik baginya. "Jadi Om Rey, benar-benar menunggu janda Ummi?"
"Tidak juga." Aisha menggeleng. "Tidak lama dari Ummi dijodohkan, Om Rey juga menikah karena perjodohan juga."
"Lalu?"
"Ya punya anak juga, sama! Jadi intinya, Aish punya Abang tiri karena kebetulan umur kami beda dua bulan dan lebih tua anaknya Om Rey dari pada Aish."
"Oo!" King mulai paham, sedari kemarin Aisha tak mau membahas jika bicara soal keluarga. Tapi, malam ini Aisha sedikit membuka tabir kisah cinta Ummi-nya.
Inilah salah satu alasan Aisha tak bisa fokus menerima pelajaran. Aisha pasti tidak siap memiliki keluarga baru yang dianggapnya orang asing, Aisha pasti cukup tertekan.
Namun, jika Ummi tidak menikah lagi, siapa yang akan menjaganya di rumah ini? Itu juga mungkin yang membuat Aisha menjadi diam tak bisa protes apa pun.
Melihat Aisha yang sendu, King menarik Aisha ke dalam pelukannya.
Memberi kecupan lembut di pucuk kepala, sebagai signal dirinya telah siap menjadi teman curhat disaat Aisha ingin bercerita: Apa pun, tanpa filter.
🖋️~
^^^🖋️~^^^
"Lo yang namanya Aisha?" Aisha menatap nanar pemuda tampan yang tiba-tiba datang menyatroninya.
King ingin minum, dan mau tak mau Aisha keluar untuk mengambilnya. Di rumah ini tak ada pelayan, maka Aisha sendiri yang harus datang ke dapur.
Rupanya ini yang jadi alasan King dan Aisha tak diperbolehkan keluar. Di luar sedang banyak orang asing yang belum boleh tahu status pernikahan mereka.
"Gue tanya barusan. Lo yang namanya Aisha Humaira bukan?" ulang pemuda itu.
"Iya." Aisha mengangguk. Lantas pemuda itu mengulurkan tangannya. "Kenalin, Gue Liam. Inget, Liam Bagaskara."
Sesosok pemuda tampan, dengan tindikan di telinganya. Aisha tahu Liam bukan pemuda yang alim dan bersahaja. Dan sepertinya ini anak dari Om Rey Bagaskara.
Aisha tak mau menerima tangan Liam yang notabennya buka mahramnya. Aisha selalu menjaga kulitnya untuk tidak bersentuhan dengan laki-laki selain suaminya atau laki-laki yang bukan mahramnya.
Liam menarik kembali tangannya, karena agaknya dia peka pada kondisi Aisha yang sedikit tidak nyaman dengan keberadaannya.
"Kenapa Lo nggak nolak pernikahan nyokap Lo hmm?" Liam pada akhirnya mengutarakan maksud tujuannya untuk menemui Aisha.
"Lo mau jadi anak orang kaya dengan jadi anak bokap Gue juga hmm?" sindirnya.
Aisha menggeleng.
"Lalu?" desak Liam.
Aisha ingin pergi saja, tapi kemudian langkah Liam menghalanginya. "Jawab pertanyaan Gue dulu baru pergi!"
King yang sedari tadi geram di belakang Liam, tentu menarik kerah jaket pemuda berdandanan badung itu. "Jauh jauh dari milik Gue!"
Liam tertarik ke belakang, hingga keduanya saling menatap dengan tajam. Liam sedikitnya terkejut dengan keberadaan King yang sudah cukup dia kenal.
Di sirkuit, mereka sering beradu balap. Dan Liam salah satu musuh King yang memiliki track record pernah mengalahkan King Miller.
"Pantes Lo nggak menuhin undangan Gue kemarin. Jadi Lo sibuk pacaran di sini? By the way. Udah Lo apain calon adik tiri Gue?"
-Drass!
"King!" Aisha menarik King yang telah kalap memberikan jotosan di sudut bibir Liam, dan lekas berdarah.
Terlihat, Liam cukup puas dengan emosi King hingga tak lagi mau membalas pukulannya walau sakit di bibirnya kian dia usap dengan punggung tangan.
"Kita masuk." Aisha berusaha menghalau King yang ingin kembali menyerang Liam.
"Udah, King!" Aisha menarik King yang masih menatap nyalang ke arah Liam. "Kita belum selesai, brengsek!"
"Gue ladeni Lo sampe mana!" tantang Liam.
Aisha dan King kembali masuk ke dalam kamar. Mereka mengunci pintu dan berakhir saling menatap di meja belajarnya.
Aisha baru melihat sisi lain King yang dulu pernah terbayang olehnya. Ya, Aisha pernah membayangkan bahwa king senakal itu.
Namun, setelah menikah, hal yang dibayangkannya lumayan luntur karena pada kenyataannya perlakuan King begitu manis.
"Kenapa nggak batalin ajah pertunangan Ummi sama Om Rey?!" desak King. King tak pernah mengira jika Rey yang Aisha maksud nama dari ayah Liam Bagaskara.
Aisha terperangah. "Kamu gila? Ini bukan hubungan yang main-main, King. Ummi dan Om Rey akan segera menikah."
"Aku nggak rela kamu jadi adik tiri Liam!" sela King emosi.
"Itu berarti kamu iparnya juga?"
Aisha memiringkan kepalanya untuk menatap tersenyum pada pemuda marah itu. Sebisa mungkin, Aisha meredam amarah suaminya
"Nggak lucu Aisha!" King menepis.
"Kalo ini?" King terdiam karena yang mendarat barusan, bibir Aisha yang sangat manis.
"Tambahin lagi." King jutek, tapi masih sempat-sempatnya minta tambah. Walau demikian Aisha tetap menuruti mau King.
Satu kecupan lagi dan kali ini di bibir merona pemuda bule itu. "Lagi..." King menarik tengkuk Aisha untuk menyematkan kecupan di bibir ranum Aisha.
Cukup lama seperti biasanya, hingga Aisha menguraikan jarak mereka. "Kok ngelunjak sih!" ketusnya.
King menyengir. "Kamu kayak micin. Bikin nagih dan membuat satu dunia bodoh."
"Garing gombalannya!" Aisha berpindah duduk ke ranjang. Bahkan tiduran di sana karena waktu sudah cukup malam.
King pun melakukan hal yang sama dengan istrinya. Keduanya berbaring bersisian sambil menatap langit-langit kamar.
Biar saja di luar acara dimulai. Lagi pula, Aisha dan King pun tak diperbolehkan keluar.
"Aisha..." Sebelah tangan Aisha, King raba dan diletakkan di depan dada bidangnya. Syahdu, yang melingkupi keduanya.
"Hmm?"
"Kamu tahu, aku tidak sebaik yang kau lihat sekarang. Ada cerita lain di balik King yang manis saat bersama Ning."
Aisha tersenyum, dia bukan tidak tahu apa dan bagaimana King Miller. Jika satu sekolah saja takut, sudah pasti banyak track record yang tidak baik di masa lalu King.
"Manusia berproses, King. Dan aku percaya, kamu bisa jadi lebih baik lagi." Aisha merangkul lengan King. Mungkin dengan begitu, pemuda arogan ini akan luluh untuk tidak menunjukkan jati dirinya.
Usapan lembut Aisha tujukan pada dada dan lengan King. Tak disangka jika pertautan raga yang seperti ini begitu membuatnya nyaman hingga terpejam matanya tanpa sadar.
"Ning...," panggil King.
"Hmm?"
"Jojo bangun."
Aisha membuka mata cepat. Lantas menatap bingung wajah nyengir suaminya. "Jojo? Jojo siapa?" tanyanya penasaran.
King melirik ke bawah. Dan Aisha mulai ingin menangis karena anu suaminya sudah tegang dan terlihat menakutkan.
"Uuuu, King!"
King tertawa. "Ayolah Aisha, kita sudah menikah!"
"Tapi aku nggak mau hamil di usia muda!" Aisha bangkit, lalu menuju ke meja belajar lagi.
King yang sudah sangat ingin karena tiba-tiba mendapat serangan kelembutan, pemuda itu beranjak dan mendekati istrinya.
King juga menepuk sebelah pahanya ketika duduk di sisi ranjang. "Duduk di sini, nggak lebih deh, janji."
Aisha menggeleng takut.
"Elah..." King memutar matanya.
"Jojo kasih kucing ajah dah kalo gitu, biar raib sekalian!" ketusnya merengut.
Aisha duduk di sisi King. "Bukan menolak. Aku cuma nggak mau hamil di usia muda, King, pokoknya nggak mau, nanti kalau aku siap aku pasti mau!" bujuknya.
"Pake pengaman kan bisa." King menyengir kembali. Aisha harus tahu apa resikonya menjadi seorang istri bukan?