Kisah cinta si kembar Winda dan Windi. Mereka sempat mengidamkan pria yang sama. Namun ternyata orang yang mereka idamkan lebih memilih Windi.
Mengetahui Kakanya juga menyukai orang yang sama dengannya, Windi pun mengalah. Ia tidak mau menerima lelaki tersebut karena tidak ingin menyakiti hati kakaknya. Pada akhirnya Winda dan Windi pun tidak berjodoh dengan pria tersebut.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing. Windi menemukan jodohnya terlebih dahulu dibandingkan Kakaknya. Kemudian Winda berjodoh dengan seorang duda yang sempat ia tolak lamarannya.
Pada akhirnya keduanya menjalani kehidupan yang bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berpuasa
Sekarang Javier dan Windi dalam perjalanan pulang. Javier enggan melepas tangan istrinya meski kursi mereka ada pembatas. Tomi dapat melihat kemesraan mereka dari balik kaca yang tergantung. Ia hanya bisa pasrah menjadi obat nyamuk di dalam mobil.
"Sabar, Tom. Ini ujian." Batinnya.
Tidak lama kemudian mereka sampai di kediaman Abi. Javier turun dari mobil dan menyambut tangan istrinya. Tomi membawakan barang-barang mereka. Mereka masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah cukup sepi karena Fatin dan keluarga kecilnya sudah kembali pulang ke Jakarta kemarin sore.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Bunda Salwa dan Abi Tristan sedang duduk santai di ruang tengah. Mereka terkejut melihat anak dan menantunya sudah sampai di rumah. Pasalnya jatah mereka menginal di hotel sebenarnya tiga hari, namun baru dua hari mereka sudah pulang.
Javier dan Windi mencium punggung tangan mereka.
"Lho, kok sudah pulang?"
"Iya, bi. Sudah kangen suasana rumah. Mana yang lain?"
"Abangmu ke kantor. Istri dan anak-anaknya di kamar. Mbakmu ke Galery." Sahut Bunda Salwa.
"Bos, barang-barangnya taruh di mana?"
"Di sini saja, nanti aku angkat sendiri."
"Eh Nak Tomi, ayo minum dulu."
"Tidak perlu repot, Bu. Saya sudah mau pergi. "
"Ndak repot kok. Ayo duduk dulu, pamali nolak rejeki."
"Baik, bu."
Abi dan Bunda sudah kenal dengan Tomi. Karena beberapa hati ini Tomi sering datang ke rumah mereka untuk mengantarkan sesuatu dari bosnya kepada Windi. Tidak boleh bertemu bukan berarti Javier diam saja. Tapi ia tetap mengirimkan makanan atau pun hadiah kecil kepada calon istrinya dengan kartu ucapan yang cukup manis sehingga Windi pun tak dapat membohongi perasaannya sendiri.
Tomi pun duduk di sofa bersama yang lainnya. Bi' Jum membawakan minuman untuk mereka. Mereka ngobrol sebentar. Setelah itu, Tomi pamit pulang. Ia harus pergi ke kantor untuk mengambil berkas yang harus ditandatangani Javier.
Setelah kepergian Tomi, mereka masih lanjut ngobrol. Javier membicarakan rencana ke depannya. Untuk sementara Javier dan Windi akan tinggal bergantian di rumah Babah dan rumah Abi. Namun saat nanti Fathia adik Javier menikah, ia dan Windi akan pindah ke rumah mereka. Javier pun membebaskan Windi jika masih ingin berkarir. Namun dengan satu syarat. Ia hanya boleh bekerja di perusahaan suaminya.
"Windi sudah menjadi tanggung jawabmu. Abi dan Bunda hanya bisa mengarahkan dan mendukung. Selama itu baik, kami akan mendukung."
"Abi, Bunda, Terima kasih sudah mengizinkan aku menikahi Windi. InsyaAllah aku akan berusaha membahagiakannya."
"Oh masyaallah lihat lah, by! Menantu kita ini, sweet sekali."
"Ya sudah, sana kalian istirahat dulu."
"Iya by."
Javier membawa barang-barang naik ke atas. Mereka naik lift menuju kamar Windi. Windi membuka pintu kamarnya. Mereka masuk ke dalam. Kamar yang didominasi warna baby pink dan putih serta aksen hiasan yang indah, membuat Javier tersenyum. Kamar tersebut luasnya tidak jauh beda dengan kamar Javier di rumahnya.
"Sayang, bukankah itu bunga yang aku kirim beberapa hari yang lalu?"
"Hem, iya. Aku masih menyimpannya. Biar saja sampai layu sendiri."
Javier tersenyum menanggapinya.
Windi membuka kopernya dan memisahkan baju kotor ke dalam keranjang. Ia memanggil Bi' Lastri agar ke kamarnya. Dia mau minta tolong untuk mencuci bajunya. Abi dan Bunda selalu mengajarkan putra putrinya terbiasa agar meminta tolong kepada asisten rumah tangga mereka. Meski mereka memang bekerja, tapi mereka harus diperlakukan dengan sopan.
Bi' Lastri pun langsung naik ke kamar Windi dan mengambil keranjang baju kotor.
Setelah kepergian Bi' Lastri dari kamar Windi, Javier kembali melanjutkan aksinya. Tubuh Windi bagaikan candu baginya. Sekali saja ia menyentuh bagian sensitif pada istrinya, maka gejolaknya tak kan bisa dibendung lagi. Keduanya hanyut dalam dalam kemesraan. Bahkan kini Windi sangat bersemangat membalas cumbuan suaminya. Ia mulai lihai mengikuti permainan. Namun saat mencumbu istrinya, Windi merasakan sakit di perutnya.
"Aduh... "
"Sayang, kenapa?"
"Sakit perut, Mas."
"Mau ke kamar mandi? "
Windi mengangguk.
Javier pun menghentikan kegiatannya.
Windi segera pergi ke kamar mandi. Dan ternyata, ada flek di segitiga pengamannya. Ternyata Windi sedang haid. Haidnya maju lebih cepat tiga hari dari biasanya. Pantas saja perutnya kram. Setelah selesai membersihkan area kewanitaannya dan memakai pembalut, Windi keluar dari kamar mandi. Ia melihat suaminya sudah tertidur. Windi pun ikut berbaring di samping suaminya.
Satu jam kemudian, Javier terbangun karena mendengar suara adzan Dhuhur. Ia menoleh ke samping. Dipandanginya wajah teduh Windi.
Jarinya ia mainkan di wajah istrinya membentuk garis abstrak tak beraturan. Mulai dari hidung, pipi, bibir, dan dahi Windi. Windi merasa terusik, ia pun bangun dan membuka matanya.
"Sayang, udah Dhuhur."
"Mas, aku datang bulan."
"Apa?"
"Maaf aku haid, Mas. Jadi aku libur shalatnya." Ujar Windi dengan nada lembut.
Seketika Javier menjadi lemas. Alamat dirinya akan berpuasa selama beberapa hari ke depan. Javier pun segera bangkit dari tempat tidur. Ia mandi dan berwudhu', kemudian shalat Dhuhur. Sedangkan Windi masuk ke kamar mandi
Setelah Javier selesai shalat, Windi mengajaknya makan siang.
"Mas, kok lemes sih? Capek?"
"Sayang, berapa hari aku harus berpuasa?"
Windi mencerna ucapan suaminya.
"Paling juga satu minggu, sabar ya."
"Ya Allah... sabar." Ujar Javier seraya mengelus dadanya sendiri.
"Baru juga merasakan nikmatnya surga dunia, langsung harus puasa. Ya Allah kuatkan hamba dalam menjalani cobaan ini." Batinnya.
Windi tersenyum menanggapi tingkah suaminya.
Mereka pun turun ke bawah. Ternyata di meja makan sudah ada Abi, Bunda, Kamelia, dan kedua putranya, Eril dan Erik. Mereka pun makan siang bersama. Windi melayani suaminya dengan baik. Bunda dan Abi tersenyum melihat mereka.
Selesai makan siang, Windi bermain dengan kedua keponakannya karena Kamelia sedang di dapur menyiapkan makan siang untuk suaminya. Kamelia akan pergi ke kantor untuk mengantarkan makan siang Fadil. Dan hanya Erika yang akan dibawa.Jadi kedua putranya dititipkan di rumah. Biasanya mereka akan bermain dengan Opa dan Omanya. Javier yang sangat menyukai anak-anak pun ikut menemani Windi bermain dengan mereka di play ground yang berada di dalam rumah. Dengan asiknya mereka bermain, bahkan Eril dan Erik naik ke punggung Javier yang saat ini cosplay jadi kuda. Windi mengawasi mereka. Javier membayangkan jika nanti ia juga akan memiliki anak. Ia pun berharap jika nantinya anaknya kembar seperti keponakan Windi.
"Sudah yuk turun dulu, Om nya capek nak." Ujar Windi.
Eril dan Erik pun turun dari punggung Javier bergantian. Mereka lanjut bermain robot-robotan.
"Sayang, mereka sangat menggemaskan. Aku berharap memiliki anak kembar juga seperti mereka."
"Semoga harapanmu jadi nyata Mas, Amin."
Bunda Salwa menghampiri mereka dan mengajak kedua cucunya untuk tidur siang. Eril dan Erik yang sudah terbiasa tidur siang bersama Pomanya pun menurut. Mereka langsung beranjak dan menggandeng tangan Omanya.
Windi dan Javier kembali ke kamarnya.
Bersambung...
...****************...
semangat menulis dan sukses selalu dengan novel terbaru nya.
apa lagi ini yang udah 4tahun menduda. 😉😉😉😉😉😉