Kania harus menerima kenyataan pahit ketika suaminya—Adrian, menceraikannya tepat setelah malam pertama mereka.
Tanpa sepengetahuan Adrian, Kania mengandung anaknya, calon pewaris keluarga Pratama.
Kania pun menghilang dari kehidupan Adrian. Tetapi lima tahun kemudian, mereka dipertemukan kembali. Kania datang dengan seorang bocah laki-laki yang mengejutkan Adrian karena begitu mirip dengannya.
Namun, situasi semakin rumit ketika Adrian ternyata sudah menikah lagi.
Bagaimana Kania menghadapi kenyataan ini? Apakah ia akan menjauh, atau menerima cinta Adrian yang berusaha mengambil hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 10 Adrian Cemburu?
Kania berdiri memandangi bayangan dirinya di cermin, memastikan penampilannya rapi dan tidak terlalu mencolok.
Gaun sederhana berwarna putih tulang yang ia kenakan senada dengan warna kulitnya, membuatnya tampak anggun meski tanpa banyak hiasan.
Malam ini, untuk pertama kalinya setelah perceraiannya, ia akan berhadapan lagi dengan keluarga besar Pratama.
“Huft…” Kania menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian. Semua ini ia lakukan demi membantu Reno, sahabatnya yang meminta bantuan dengan nada tak tega.
Sejujurnya, Kania sempat ingin menolak, tapi tatapan penuh harap Reno berhasil meluluhkan hatinya. Maka, di sinilah ia sekarang, siap untuk menghadapi malam yang bisa jadi penuh dengan pertanyaan dan tatapan menilai.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu, membuyarkan lamunan Kania.
“Kania, sudah siap?” suara Reno terdengar dari balik pintu, membuatnya tersenyum tipis.
“Iya, sebentar.”
Kania mengambil tas kecilnya, menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan debaran di dadanya. Saat ia membuka pintu, pandangannya langsung bertemu dengan tatapan kagum Reno yang tak bisa disembunyikan.
“Kamu sudah siap?” Reno tersenyum sambil mengulurkan tangan.
Kania tersenyum balas. “Gimana? Penampilanku oke?”
Reno memandangnya sejenak, kemudian mengangguk sambil tersenyum kecil. “Kamu terlihat... cantik.”
Kania tertawa, berusaha mencairkan suasana. “Jangan berlebihan, Ren. Ini cuma makan malam biasa, kan?”
“Biasa sih biasa, tapi tetap saja aku nggak nyangka kamu bisa secantik ini.” saat mengatakan itu, Reno terlihat tulus.
Kania hanya menggeleng sambil tersenyum. “Kalau kamu terus menggombal, kita nggak bakalan berangkat-berangkat.”
Mereka berdua tertawq, lalu bersama-sama melangkah menuju mobil.
Sepanjang perjalanan menuju mansion utama keluarga Pratama, Reno sesekali mencuri pandang ke arah Kania, dan setiap kali Kania menyadarinya, ia sedikit risih.
“Dia kenapa sih?” pikirnya.
**
Setibanya di rumah besar keluarga Pratama, suasana langsung berubah. Kania merasakan beberapa pasang mata melirik ke arahnya, penuh rasa ingin tahu.
Ia berusaha tetap tenang, tapi tak bisa menahan perasaan canggung, mengingat ini adalah keluarga mantan suaminya, Adrian. Entah berapa banyak dari mereka yang tahu soal perceraiannya.
Reno menatapnya sejenak, seolah menangkap keresahan di wajah Kania.
“Kamu gugup?” tanyanya khawatir.
Kania menghela napas, berusaha memberi senyuman yang meyakinkan. “Aku baik-baik saja, Reno. Sudah aku bilang, kan?”
Reno tersenyum dan menggenggam tangan Kania sebentar. “Terima kasih dan maaf sudah membuatmu berada di situasi seperti ini.”
“Untuk apa? Aku ada di sini karena aku mau, Ren. Tapi kalau kamu tetap merasa berutang, traktir aku makan besok.”
Reno terkekeh. “Kamu kan udah punya penghasilan sendiri, masih aja minta ditraktir.”
Kania tertawa sambil memalingkan wajah. “Ah, sudahlah, anggap saja aku hanya bercanda.”
**
Adrian, mantan suaminya, ternyata hadir di acara ini, berdiri tak jauh dari mereka dengan tatapan tajam yang mengawasi. Wajahnya dingin, seolah menahan amarah.
Entah sudah berapa lama Adrian berdiri di sana, tapi tatapannya tak pernah lepas dari Kania dan Reno yang asyik tertawa bersama.
Reno akhirnya menyadari keberadaan Adrian dan berusaha tetap tenang, meski wajahnya berubah sedikit kaku. Ia menatap Adrian, menyapa dengan sopan.
“Mas Adrian, lama tidak bertemu. Apa kabar?”
Adrian hanya mengangguk kecil, pandangannya langsung beralih pada Kania. “Bisakah kita bicara sebentar?”
“Maaf, aku sibuk.”
“Sibuk berkencan dengan adikku sendiri setelah kamu bercerai dari kakaknya, begitu?” ucapan Adrian membuat Kania hampir terpancing emosi.
Kania menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan. “Anggap saja begitu,” jawabnya ketus.
Ck!
Bisa-bisanya Adrian cemburu melihat mantan istrinya bersama dengan pria lain. Padahal, mereka sudah tidak punya hubungan apapun lagi.
Adrian terlihat menahan sesuatu di balik tatapannya, tapi akhirnya ia hanya menghela napas. “Baiklah... kalau begitu, silakan nikmati malam ini.”
Ia berbalik tanpa menunggu jawaban, meninggalkan Reno dan Kania yang saling bertukar pandang dengan bingung.
“Maafkan Adrian, mungkin dia kaget melihat kamu di sini bersama aku,” kata Reno pelan, menatap Kania dengan cemas.
Kania hanya tersenyum kecil. “Aku sudah siap dengan semua kemungkinan ini, Ren. Jadi, nggak usah khawatir. Lagipula, aku ada di sini buat kamu.”
Reno menatap Kania dengan penuh syukur, seolah ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang lebih dari sekadar kata-kata. “Kania... aku nggak tahu harus bilang apa. Tapi yang pasti, aku bener-bener bersyukur kamu mau di sini.”
Kania menepuk tangan Reno pelan. “Simpan ucapan terima kasihmu itu untuk nanti. Untuk sekarang, ayo kita nikmati makan malam ini.”
Reno tersenyum, lalu bersama-sama mereka melanjutkan malam, meskipun di balik semua senyuman itu, ada perasaan yang tertinggal. Sesuatu yang membuat Kania bertanya-tanya—apa benar ini hanya sekedar makan malam atau lebih dari itu?
“Apa dia cemburu?” gumam Reno.