Maya, seorang wanita muda yang cantik dan sukses dalam karier, hidup dalam hubungan yang penuh dengan kecemburuan dan rasa curiga terhadap kekasihnya, Aldo. Sifat posesif Maya menyembunyikan rahasia gelap yang siap mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Kabar Buruk Ditengah Ketegangan
Aldo merasa kelelahan setelah hari yang penuh tekanan di kantor. Tuduhan terhadap dirinya telah membuatnya hampir putus asa, tetapi ia tahu bahwa ia harus tetap kuat demi Maya dan Luna. Saat ia berjalan menuju mobilnya di tempat parkir, ponselnya berdering. Nama Maya muncul di layar.
"Halo, Sayang," jawab Aldo, berusaha terdengar tenang meskipun hatinya masih berat.
Namun, suara Maya terdengar panik di telepon. "Aldo, Luna sakit. Dia demam tinggi dan tidak berhenti menangis. Aku sudah memberinya obat penurun demam, tapi tidak ada perubahan."
Aldo merasa jantungnya berdetak lebih kencang. "Aku akan segera pulang. Bawa Luna ke rumah sakit. Aku akan menyusul secepat mungkin."
Maya mengangguk, meskipun Aldo tidak bisa melihatnya. "Baik, aku akan berangkat sekarang."
Pikiran tentang pekerjaan dan tuduhan palsu dari Satria sementara terlupakan. Yang terpenting saat ini adalah kesehatan putrinya.
Sesampainya di Rumah Sakit, Aldo langsung menuju ruang gawat darurat. Di sana, ia melihat Maya duduk di ruang tunggu dengan wajah cemas, sementara Luna berada di dalam pelukan Ibu Siti, tampak lemah dan masih demam.
"Aldo, aku takut sekali," kata Maya dengan suara gemetar saat Aldo mendekat.
Aldo memeluk Maya erat-erat. "Aku di sini sekarang. Kita akan melewati ini bersama-sama."
Tak lama kemudian, seorang dokter mendekati mereka. "Tuan dan Nyonya, kami sudah melakukan beberapa pemeriksaan pada Luna. Dia mengalami infeksi bakteri, tapi untungnya, kita menemukannya lebih awal. Kami akan memberikan antibiotik dan observasi lebih lanjut."
Aldo menghela napas lega, meskipun kekhawatiran masih membayangi. "Terima kasih, Dokter. Apakah dia harus dirawat di sini?"
Dokter mengangguk. "Ya, kami akan merawatnya di sini selama beberapa hari untuk memastikan kondisinya stabil."
Maya menunduk, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku sangat khawatir, Aldo."
Aldo mengusap punggung Maya, berusaha memberikan kenyamanan. "Kita sudah di tempat yang tepat. Luna akan mendapatkan perawatan terbaik di sini."
Hari-hari berikutnya, Aldo dan Maya bergantian menjaga Luna di Rumah Sakit. Meskipun situasi di kantor masih tegang dengan penyelidikan yang sedang berlangsung, Aldo berusaha fokus pada kesehatan putrinya. Luna yang biasanya ceria kini tampak lemah, tetapi kehadiran kedua orang tuanya memberikan semangat baginya untuk sembuh.
Di salah satu malam yang tenang di Rumah Sakit, saat Maya sedang tertidur di kursi di sebelah tempat tidur Luna, Aldo duduk di sebelah putrinya yang tertidur lelap setelah menerima obatnya. Ia menggenggam tangan kecil Luna dengan lembut.
"Ayah janji akan selalu ada untukmu, Luna. Kamu harus cepat sembuh, ya," bisiknya dengan penuh kasih.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari seorang rekan kerja yang menyatakan bahwa Pak Joko ingin bertemu dengannya segera setelah Luna membaik. Aldo tahu bahwa masalah di kantor belum selesai, tetapi saat ini, fokus utamanya adalah kesembuhan Luna.
Keesokan harinya, kondisi Luna mulai menunjukkan perbaikan. Demamnya mulai turun, dan ia tampak sedikit lebih segar.
Setelah beberapa hari yang penuh ketegangan di rumah sakit, Luna akhirnya diperbolehkan pulang. Aldo dan Maya merasa sangat lega melihat putri mereka mulai pulih. Namun, Aldo tahu bahwa ia harus segera kembali ke kantor untuk menyelesaikan masalah yang masih menggantung.
"Sayang, aku harus ke kantor sekarang," kata Aldo kepada Maya saat mereka baru saja tiba di rumah. "Pak Joko ingin bicara dengan aku."
Maya menatap Aldo dengan cemas. "Kamu yakin sudah siap? Luna baru saja pulih."
Aldo mengangguk. "Aku harus menyelesaikan ini, Maya. Kalau tidak, masalahnya bisa semakin besar. Aku akan cepat kembali."
Maya menghela napas dan memeluk Aldo erat. "Baiklah. Hati-hati di jalan. Jangan lupa makan siang, ya."
Aldo tersenyum dan mencium pipi Maya. "Jangan khawatir. Aku akan segera kembali."
Setelah memastikan Luna nyaman dengan Ibu Siti, Aldo bergegas menuju kantor. Dalam perjalanan di pesawat, pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan tentang apa yang akan terjadi. Ia tahu bahwa ia harus siap menghadapi apapun.
Sesampainya di kantor, Aldo langsung menuju ruang Pak Joko. Ia mengetuk pintu dan mendengar suara Pak Joko yang mempersilakannya masuk.
"Aldo, duduklah," kata Pak Joko dengan nada serius.
Aldo duduk dengan tegang. "Ada apa, Pak?"
Pak Joko menatap Aldo dengan tajam. "Kami telah menyelesaikan sebagian besar penyelidikan. Sejauh ini, bukti-bukti memang mengarah padamu, tetapi ada beberapa hal yang tidak konsisten."
Aldo merasa sedikit lega, tetapi tetap waspada. "Apa yang tidak konsisten, Pak?"
Pak Joko menghela napas. "Beberapa data yang kami periksa tampaknya dimanipulasi. Kami sedang mencari tahu siapa yang melakukannya. Tapi, untuk sementara, kamu harus tetap berada di bawah pengawasan ketat."
Aldo mengangguk. "Saya mengerti, Pak. Saya siap bekerja sama sepenuhnya."
Pak Joko mengangguk. "Bagus. Aku harap kamu bisa membuktikan bahwa kamu tidak bersalah, Aldo. Kita akan segera menemukan kebenarannya."
Setelah pertemuan dengan Pak Joko, Aldo merasa sedikit lebih tenang. Namun, ia tahu bahwa ancaman dari Satria masih ada. Ketika ia berjalan kembali ke mejanya, ia bertemu dengan beberapa rekan kerja yang memandangnya dengan campuran rasa simpati dan curiga.
"Aldo, gimana kabar Luna?" tanya Dani, salah satu teman dekatnya di kantor.
Aldo tersenyum lelah. "Luna sudah lebih baik, alhamdulillah. Terima kasih atas doanya."
Dani mengangguk. "Syukurlah. Kalau butuh bantuan atau apapun, jangan ragu ya."
Aldo menghargai dukungan Dani dan melanjutkan pekerjaannya. Ia tahu bahwa jalan untuk membersihkan namanya masih panjang, tetapi ia tidak akan menyerah. Dengan dukungan keluarga dan teman-temannya, ia yakin bisa melalui ini semua.
Hari itu, Aldo bekerja keras untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Meski pikiran tentang Luna dan ancaman dari Satria terus menghantui, ia tetap fokus. Ketika sore menjelang, Aldo merasa kelelahan tetapi puas dengan pekerjaannya.
Saat hendak pulang, ponselnya berdering. Maya menelepon untuk memastikan bahwa Aldo baik-baik saja.
"Hey, Sayang," sapa Aldo sambil tersenyum. "Luna bagaimana?"
"Dia sudah lebih baik. Sekarang sedang tidur. Kamu kapan pulang?" tanya Maya dengan nada penuh perhatian.
"Aku baru selesai. Akan segera pulang. Tunggu aku, ya," jawab Aldo.
Maya tertawa pelan. "Baik, hati-hati di jalan. Kami menunggumu."
Aldo merasa lelah tapi lega setelah menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Ia berjalan menuju tempat parkir, memikirkan Luna dan Maya di rumah. Namun, ketika ia hampir sampai di mobilnya, ia melihat seseorang yang tidak ia duga akan bertemu.
"Arini?" Aldo berkata dengan nada terkejut. "Apa yang kamu lakukan di sini?"
Arini tersenyum canggung. "Aku dengar kabar tentang Luna. Aku ingin memastikan semuanya baik-baik saja."
Aldo tersenyum tipis. "Terima kasih, Arini. Luna sudah lebih baik sekarang. Kami baru saja pulang dari rumah sakit."
Arini mengangguk, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tulus. "Aku senang mendengarnya. Aku juga dengar tentang masalah di kantor. Kamu baik-baik saja?"
Aldo menghela napas, merasa beban di pundaknya. "Ya, sedikit rumit. Ada tuduhan yang tidak benar, dan sekarang sedang dalam penyelidikan."
Arini menatap Aldo dengan penuh simpati. "Aku tahu kamu tidak mungkin melakukan hal-hal buruk itu. Jika kamu butuh bantuan atau dukungan, aku ada di sini."
Aldo tersenyum, merasa terhibur oleh dukungan Arini. "Terima kasih, itu berarti banyak. Aku sedang mencoba tetap fokus dan membuktikan bahwa aku tidak bersalah."
Arini mengangguk. "Kalau begitu, semoga semuanya cepat selesai. Jangan terlalu stres, ya. Ingat, kesehatanmu juga penting."
Aldo mengangguk setuju. "Aku akan mencoba. Tapi, sebenarnya, bagaimana kamu bisa tahu semua ini?"
Arini tersenyum tipis. "Kabar seperti ini cepat menyebar di kantor. Aku masih punya teman-teman di sini, jadi mereka memberitahuku."
Aldo merasa sedikit tersentuh oleh perhatian Arini. "Terima kasih sudah peduli. Tapi, sejujurnya, sekarang aku lebih fokus pada keluarga. Luna dan Maya butuh aku."
Arini tersenyum hangat. "Aku mengerti. Keluarga memang yang paling penting. Kalau begitu, aku tidak akan mengganggu lebih lama. Jaga diri, Aldo."
Aldo mengangguk. "Kamu juga, Arini. Terima kasih lagi."
Setelah pertemuan singkat itu, Aldo masuk ke mobilnya dan mulai mengemudi pulang. Pikiran tentang Arini muncul sejenak, tetapi ia segera kembali memikirkan Luna dan Maya. Ia tahu bahwa tantangan di kantor belum selesai, tetapi dengan dukungan orang-orang di sekitarnya, ia merasa lebih kuat.
siapa sebenarnya satria ??
siapa pendukung satria??
klo konseling dg psikolog g mempan, coba dekat diri dg Tuhan. setiap kekhawatiran muncul, mendekatlah dg sang pencipta. semoga dg begitu pikiran kalian bisa lebih tenang. terutama tuk Maya. berawal dr Maya & kini menular ke Aldo