Sebuah cerita yang berfokus kepada seorang remaja bernama Celvin Lloyd Relgi. Dia berangan-angan untuk menjadi seorang pahlawan kelas-S terkuat yang pernah ia dambakan. Bersama teman-temannya mereka pergi berpetualang dengan keseruan, candaan, suka dan duka akan mereka alami pada perjalanan mereka. Musuh-musuh yang menjadi lebih kuat seiring berjalannya waktu membuat Celvin ingin menjadi semakin kuat demi melindungi orang-orang yang ia pedulikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Si Bogeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20: Secercah Harapan
Entah sudah berapa lama Kai berlari. Suara keputusasaan dan penyesalan terus berputar di kepalanya. Dengan meninggalkan seluruh rekannya yang sudah terbantai di gua itu, dia merasa bahwa hidupnya tak berarti apa-apa lagi.
Dia tak tahu, apakah dia sudah aman dari kejaran Arachnid raksasa itu atau tidak. Dia tak tahu apakah dia memang berhak untuk hidup. Dia terus saja berlari tanpa arah dengan air mata yang membasahi pipinya.
Keadaanya sangatlah mengenaskan saat itu. Dengan berbagai luka di seluruh bagian tubuhnya, berbagai tulang yang telah patah dari tubuhnya, dan darah yang membasahi tubuhnya.
Ketika sedang berlari, dia kemudian terjatuh tersungkur ke tanah. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, dia kemudian terduduk di tempatnya. Dan Kai, kemudian mengambil pisau yang ia simpan di kantong kirinya yang berada di ikat pinggang miliknya.
Sambil ngos-ngosan, dia kemudian mengarahkan pisau itu ke arah perutnya. Kai berniat untuk membunuh dirinya sendiri dengan menusukkan pisau itu ke perutnya.
“Aku…aku tak bisa melakukan ini lagi,” ucap Kai sambil menangis terisak-isak.
Sambil memejamkan matanya, Kai kemudian menusukkan pisau itu ke perutnya.
*STAB!
“H-Huh??”
Ketika Kai membuka matanya, dia melihat sebuah tangan yang terbuat dari cahaya terang, sedang memegangi tangannya. Tepat sebelum pisau itu menusuk perutnya, sosok itu berhasil menghentikannya dengan tepat waktu. Dan kemudian terdengar suara pria yang tampaknya tidak asing baginya.
“Hentikan perbuatan konyol mu itu,” ucap sosok putih yang berdiri di depannya.
Kai kemudian mengangkat kepalanya, dan ketika dia melihat sosok putih itu—Kai tampak sangat terkejut.
“T.. Teman-teman?!!””
Terlihat sosok yang berdiri di hadapannya adalah Tenzei dan rekan-rekannya yang terbantai di dalam gua tadi. Kai kemudian menjatuhkan pisaunya dan dengan perasaan yang sangat campur aduk, Kai mulai meratapi semua hal yang terjadi tadi.
“Sudahlah Kai. Ini semua… bukanlah salahmu”
“Lagipula kami sudah memberikanmu harapan kedua untuk hidup bukan?” Ucap dari sosok putih yang menyerupai Tenzei.
“S-Semuanya?!”
Ucap Kai, yang masih menangis dengan wajah yang tampak menyedihkan. Sosok yang tampak seperti Aurie, kemudian maju dan menepuk pundak Kai sambil tersenyum dan kemudian berkata.
“Tenang saja Kai, semuanya akan baik-baik saja. Tetaplah hidup… tetaplah hidup untuk kami. Kami semua akan memastikan semuanya akan baik-baik saja untukmu”
Semua sosok putih itu kemudian secara perlahan memudar dan menjadi debu yang berterbangan di udara. Kai yang sudah kehabisan tenaga, perlahan-lahan merasa pusing dan kemudian terguling di tanah. Pandangannya secara perlahan mulai hilang, dan Kai akhirnya pingsan tak sadarkan diri.
Meski sudah pingsan, Kai masih tak henti menangisi kematian rekan-rekannya. Sambil merenung, Kai berkata di dalam alam bawah sadarnya.
“Apa…apa aku memang pantas untuk hidup?? Apa semua ini terjadi karena aku tak bisa menghentikan Tenzei??”
“Entahlah. Aku sendiri juga sudah mulai kehilangan arah. Sebenarnya… apa yang kupikirkan ketika bergabung disini?”
Rasa bersalah dan penyesalan, mulai menghantui Kai. Meski semua kejadian itu murni kecelakaan, tapi dia masih tak bisa berpaling dari kenyataan pahit yang ia hadapi.
Tak lama, Kai kemudian secara perlahan membuka matanya.
“Apa…apakah aku sudah berada di alam akhirat?” Tanya Kai yang siuman.
Kemudian terdengar suara pria yang terlihat sangat khawatir.
“Kai! Kau akhirnya sadar juga!”
Kai, masih tak memahami situasi yang sedang terjadi. Meski begitu, air mata tak berhenti bercucuran dari matanya. Dengan raut wajah yang sangat kusut dan menyedihkan, Kai mengangkat sebelah tangannya ke langit dan berkata dengan nada seperti orang mabuk.
“T..Teman-Teman? K-Kalian… sudah menungguku kah??” Ucap Kai, yang nampak sedang mengigau.
Tapi dengan cepat, Kai mengubah ekspresinya. Air mata terlihat makin deras bercucuran dari tangisannya. Dalam kondisi yang menyedihkan, Kai kemudian berkata.
“Maaf…maafkan aku atas semuanya teman-teman!!”
“Kai!! Sadarlah! Apa yang terjadi padamu?” tanya pria yang berdiri di samping Kai.
Ternyata pria yang sedang bersama dengan Kai, adalah Volt. Volt yang nampak cemas dan seperti menahan tangisannya terus mencoba menyadarkan Kai. Mereka sendiri sedang berada di ruang ICU, dengan keadaan yang begitu senyap dan Kai, yang sedang berbaring lemas di ranjang rumah sakit dengan balutan-balutan perban yang menutupi luka-lukanya.
Seseorang kemudian memasuki ruangan, dengan jubah putih—itu ternyata adalah dokter yang sedang ingin memeriksa Kai. Melihat Volt yang sedang tampak sedang cemas, Dokter itu kemudian dengan ekspresi yang cemas— memberitahu Keadaan Kai, pada Volt.
“Permisi, mohon maaf. Kai… mengalami PTSD”
“A-Apa?! Se-Separah itu?” Tanya Volt dengan shock.
“Ya. Kondisi mental dan fisiknya sangatlah lemah. Dia seperti tidak ingin hidup sama sekali,” jawab dokter itu dengan tegas.
“Begitu ya?” Ucap Volt sambil melihat ke bawah dengan raut wajah yang cemas.
“Untuk sekarang, biarkan dia beristirahat,” Jawab dokter itu pada Volt.
Sambil melihat ke bawah, Volt akhirnya keluar ruangan dengan wajah yang sangat cemas.
Yah… entah bagaimana, Kai mencapai titik terendah keinginannya untuk hidup. Meski sudah dibujuk berkali-kali oleh teman-teman dan keluarganya, ia hanya bisa terdiam dengan tatapan kosong yang hampa. Terkadang, Kai terbangun secara mendadak dan mulai menangis tanpa sebab.
“Bagaimana…Bagaimana aku bisa mencapai titik terendah dalam hidupku?”
Pikiran itu terus saja menghantui Kai, sampai pada suatu saat…
“Permisi… Kai? Ahh ternyata disini kamu,” Ucap seorang wanita yang memasuki ruangan.
Terlihat seorang wanita yang berambut hitam dan pendek dengan jaket berwarna putih dan rok yang berwarna biru memasuki ruangan dengan membawa tas di punggungnya.
Wanita itu, kemudian duduk sebuah kursi yang berada di hadapan Kai. Dia lalu mulai mengajak Kai untuk berbicara.
“Maaf jika aku sedikit telat, aku memiliki banyak sekali kerjaan. Tapi untuk mengunjungimu, aku rela luangkan waktuku” ucap wanita sambil tersenyum itu pada Kai.
Kai yang mendengar hal itu, hanya menatap wanita itu dengan tatapan yang dingin dan kemudian memalingkan kembali wajahnya.
“Kamu… nggak senang ya aku berkunjung?” Tanya wanita itu dengan wajah yang terlihat murung.
*Hiks Hiks
Terdengar suara tangisan seorang wanita. Itu ternyata suara tangisan dari wanita yang mengunjungi Kai. Dia adalah Alice, Alice Aoli. Dia sendiri merupakan teman masa kecil dari Kai. Mereka sendiri sudah saling kenal sejak lama.
Wanita itu kemudian melompat ke arah Kai, dan kemudian menangis sambil memeluknya.
“Kumohon!! Kumohon Kai!! Ini aku! Temanmu ingat?!!” Ucap Alice sambil menangis.
Sebuah dorongan moral dari seorang teman dekat. Kai masih terbayang-bayang dengan semua kejadian sebelumnya yang menimpa dirinya.
...“Apa…apa sebenarnya yang kupikirkan? Teman-temanku yang sudah berkorban nyawa untukku”...
“Apa— dimana aku?” tanya Kai yang sedang kebingungan.
“Ahh kamu sudah bangun toh?” Tanya Tenzei pada Kai sambil tersenyum.
“Hah? Apa maksudmu??”
Kai, yang masih kebingungan lanjut bertanya pada Tenzei tentang apa yang terjadi. Sambil menghela nafasnya, Tenzei kemudian menunjuk ke arah depan sambil berkata.
“Kamu lihat itu. Indah bukan?”
Terlihat sebuah pemandangan sunset di hadapannya, dengan ketiga orang lainnya yang berada di tempat itu. Blake, Aurie dan Vio, Mereka tampak berada di sebuah tebing bersama-sama.
“Kita…Kita berhasil?!!” Tanya Kai sambil kegirangan.
“Ya. Kita berhasil mencapai permukaan,” jawab Tenzei sambil tersenyum.
Kai, dengan terharu kemudian menatap ke arah matahari yang terbenam. Sampai tiba-tiba dia seperti tersambar sesuatu dan merasa ada hal yang sangat janggal.
“T-Tunggu!! Tidak…Tidak!! Ini tidak mungkin! Ini semua pasti palsu!!” Teriak Kai, dengan sangat panik.
Mereka semua berbalik ke arah Kai, dan kemudian tersenyum ringan. Kai semakin menjadi kebingungan dan gelisah dengan keadaan yang sedang terjadi. Tenzei lalu menggelengkan kepalanya sambil melihat bawah dan menghela nafasnya dengan senyumannya. Dia kemudian mengangkat tangannya dengan rendah dan berkata pada Kai.
“Kamu sendiri tahu ini semua palsu bukan? Tapi kamu tahu apa yang asli? Harapan yang kami taruh pada dirimu,”
“Kai. Pada singkatnya… kami semua telah gugur, dan kamulah yang bertahan. kami tidak ingin semua harapan itu mati bersama mu,”
“Jadi, kami mohon. Hiduplah”
Kai yang mendengar itu, kemudian tersadar makna dari kehidupannya. Berkat teman-temannya, ia mendapatkan kesempatan kedua untuk menjalani hidupnya. Dan untuk membawa harapan para teman-temannya yang gugur.
Misi SSD sendiri, adalah untuk mencari harapan dan jalan keluar pasca insiden blokade yang terjadi 20 tahun yang lalu.
Setelah itu, tak lama kemudian, Kai akhirnya tersadar kembali—dan melihat Alice yang menangis di pangkuannya. Melihat itu, Kai akhirnya mulai berbicara.
“A-Alice? Kamu… baik-baik saja?”
“K-Kai? Kai!!” Teriak Alice dengan gembira.
Alice kemudian melompat ke arah Kai, untuk memeluknya dengan erat. Dengan menangis, Alice kemudian berkata.
“Syukurlah!! Syukurlah kamu baik-baik saja!!”
“Maafkan aku…maafkan aku sudah membuatmu khawatir begini” jawab Kai dengan nada yang tampak lega.
Alice lalu melepaskan Kai, Dan kemudian mencubit pipinya dengan keras dan kemudian berkata.
“Lain kali jangan membahayakan dirimu lagi, dasar bodoh!!” Ucap Alice, dengan pipi yang sedikit memerah.
“Aduh aduh aduh! Iya iya, maafkan aku,”
(Bagaimanapun, aku tak bisa menyerah pada kehidupan. Terlebih, aku masih memiliki teman-teman yang sangat kucintai dan ku pedulikan)
(Aku juga tak bisa menyia-nyiakan pengorbanan dari rekan-rekanku yang sudah gugur) ucap Kai di dalam hatinya.
Kai, kemudian melihat ke arah atas dan kemudian berkata kembali di hatinya.
(Teman-teman, terima kasih atas pengorbanan kalian).