Ini adalah kisah nyata yang terjadi pada beberapa narasumber yang pernah cerita maupun yang aku alami sendiri.
cerita ini aku rangkum dan aku kasih bumbu sehingga menjadi sebuah cerita horor komedi.
tempat dimana riyono tinggal, bisa di cari di google map.
selamat membaca.
kritik dan saran di tunggu ya gaes. 🙂🙂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kitab Iblis
1
Tanpa aku sadari. Buku yang kami temukan di kamarnya Bogel, terbawa olehku! Sangking kagetnya tadi, jadi tanpa sadar buku itu ikut terbawa gaess.
“Gimana nih?” Tanyaku ke Angga dan Dika.
“Mana aku tahu.” Jawab Angga.
“Di balikin?” Jawab Dika.
“Kamu ya yang balikin?” Kataku ke Dika.
“Enak saja. Kamu yang bawa, ya kamu yang harus mengembalikan.” Jawabnya.
“Disana nyeremin boss.” Kataku. “Barengan lagi yuk?”
“Aku ga mau tau. Kapok aku masuk kesana.” Jawab Angga.
“Betul.” Kata Dika.
“Lah terus gimana ini?” Tanyaku.
“Ya kamu bawa pulang saja.” Kata Dika.
“Betul.” Gantian Angga yang bilang gitu.
“Ah kalian ini. Gimana sih? Dari awal barengan jadi sampai akhir ya barengan donk.” Aku memprotes.
Tapi, sebelum perdebatan berlanjut. Ibunya Dika memanggil anaknya itu. Dika di suruh mencari sayuran Genjer di sawah untuk makan makan malam keluarga mereka. Si Angga pun pamit karena harus siap-siap mengaji. Di antara kami yang paling rajin ngaji ya Cuma Angga itu.
Jadi, terpaksalah aku membawa buku, atau entah apa namanya. Yang pasti itu buku seperti kitab Iblis saja. Karena isinya aneh. Wkwkwkww. Kitab Iblis. OK juga namanya.
Namun, apa yang harus aku lakukan dengan buku ini? Membuangnya? Mengembalikanya? Atau membawanya pulang kerumah?
Yup, aku membawanya pulang. Itung-itung buat bacaan, siapa tahu aku bisa tahu rahasimen, eh rahasia Kesaktiannya Bogel.
Bila membicarakan Bogel. Aku selalu penasaran. Katanya dia kesurupan sebagaimana aku sebelumnya. Tapi, tiba-tiba dia menghilang tanpa jejak selama seminggu penuh. Setelah itu muncul secara tiba-tiba. Lebih mengejutkannya lagi, dia tiba-tiba saja menjadi sakti!. Ajaib kan gaes?
Ada beberapa analisaku yaitu. Satu. Saat dia kesurupan, sebenarnya dia Cuma syok saja. Kedua, dia menghilang seminggu itu, sebenarnya dia kabur karena tidak mau ikut pergi ke Ponorogo. Ketiga dan yang terakhir. Aku tidak tahu bagaimana bisa dia tiba-tiba saja menjadi sakti.
Apa benar kesaktiannya itu ada hubungannya dengan buku ini? Ataukah dia hanya memakai trik sulap saja?
Dan terus. Kenapa pula dia mengundang kami datang ke tanggul kedua sedangkan dia mau pindah ke ponorogo? Apakah dia hanya mau mengerjai kami saja? Aku tidak tahu. Semakin aku pikirkan, semakin penasaran pula aku. Jadi, putusanku untu pergi kesana semakin mantap.
2
Saat selesai makan malam, sekitar habis isya. Aku kembali pura-pura tidur, kemarin ketiduran beneran sih. Tapi, yang aku lakukan adalah, membaca kitab iblis tadi. Aku benar-benar penasaran dengan isi buku tersebut.
Sebelumnya aku sudah membaca sebagian buku tersebut, yah hanya sebatas jadwal isi buku tersebut sih. Tapi, setelah aku membacanya lebih teliti. Ternyata di halaman paling depan terdapat tulisan tangan dari pensil. ‘Radenmas Aditya Sasongko’. Are? Itu nama siapa? Tulisan tangan tapi sangat rapi. Jadi aku menerka kalau itu tulisan sang pemilik buku itu.
Di bawah nama tadi. Ada tulisan tangan juga, namun tulisannya berantakan, ‘ Radenmas Dwi Pangga Sasongko’. Ini jelas tulisan bocah seumuranku.
Aku buka judul pertama dari buku tersebut. ‘memanggil arwah orang yang sudah meninggal’. Syarat pertama. Kamu harus begini, lalu begitu dan begono. Setelah itu sebutkan nama orang meninggal yang kamu ingin panggil.
“Elly.” Tanpa sadar aku menyebut nama itu.
Aku tunggu lama, ga ada hasil. Yah, aku ga berharap ini berhasil sih. Cuma penasaran saja. Hingga beberapa menit kemudian aku sepertinya tertidur.
Dalam mimpiku, aku sedang tiduran di kamarku. Lampu templek msih menyala seperti saat aku masih bangun tadi. Namun cahaya yang terpancar bukan warna jingga seperti biasanya. Melainkan kuning kehijauan, mirip di kamar di ujung lorong di rumahnya Mbah Di kemarin.
Pandanganku beralih ke korden yang menjadi pintu masuk kamarku. Beberapa saatnya lagi korden itu tersingkap. Alangkah terkejutnya aku saat mengetahui siapa yang membuka korden itu.
Dia Elly!
“Hei.” Sapa dia. “Memanggilku?”
Hahaha, dasar mimpi ya. Bisa saja ini mimpi. Mimpinya kok bisa nyambung dari alam nyata. Aku melakukan ritual, menyebut nama Elly. Aku ketiduran. Dan, ‘JRENG’ Elly, dia sekarang masuk ke kamarku.
“Ada apa?” Lanjut dia.
“Ini Cuma mimpi kan?” aku balik bertanya.
“Yah kamu pikir sendiri saja.”
Namun aku tidak menemukan jawabanya di pikiranku. Hingga di mimpiku itu, aku pun tertidur. Juga?
3
Hari sudah pagi. Aku terbangun saat mendengar ibuku ngomel-ngomel seperti biasanya. Dengan berat hati, aku pun meninggalkan ranjangku yang nyaman.
Mandi, sarapan, minta uang jajan. Dan berangkat kesekolah.
Semenjak bangun tidur tadi, perasaanku rada aneh. Seperti ada seseorang yang berada di dekatku. Atau hanya perasaanku saja. Entahlah.
Aku melihat Angga dan Dika berangkat sekolah. Karena ada jalan terabasan di Ba’an. Mereka jadi sering lewat depan rumahku. Aku menyapa mereka, dan saat itu pula Udin muncul dari rumahnya. Aku sapa dia juga. Dan empat bocah tengil ini berangkat kesekolah bersama.
“Gimana Yon?” Tanya Angga. “Aku sama Dika sudah membicarakannya kemarin malam.”
“Apanya?” Aku balik nanya.
“Apa Udin di kasih tahu juga?” Kata Dika.
“Eh, ada rahasia apa nih?” Tanya Udin.
“Kita punya rencana. Tapi memerlukan tekat dan keberanian sekuat baja.” Kata Angga. Lalu dia menceritakan semua alur cerita konflik antara kami dengan Bogel. Dan sebagainya. Dan lainnya. “Jadi, kamu mau ikut kesana?”
“Kok, kayaknya nyeremin ya?” Kata Udin.
“Kalau takut, ga usah ikut juga tidak kenapa-napa kok. Kami ga memaksa. Tapi, kalau kamu ga ikut. Itu artinya kamu ga setia kawan.” Kata Dika.
“Itu namanya memaksa secara halus!” Protes Udin.
“Hehehe. Jadi gimana?” Tanya Dika. “Ikut tidak?”
“Aku pikir-pikir dulu deh.” Jawabnya.
4
Tanpa sadar pula. Kitab iblis itu aku bawa juga ke sekolah. Angga yang duduknya berdekatan denganku langsung menyadari akan adanya buku itu, karena aku taruh di meja sih.
“Ngapain buku itu kamu bawa ke sekolah?” Tanya dia.
“Ga tau, tau-tau sudah ada di dalam tas.” Jawabku. “Kayaknya kebawa saat mau berangkat tadi deh.”
“Kamu sudah membacanya?”
“Sedikit sih, tentang memanggil arwah orang mati.”
“Kamu praktekin?”
“Iya.”
“Terus?”
“Apanya?”
“Hadeh, apa yang kamu praktekin, apakah berhasil? Apa ada arwah yang datang kepadamu?”
“Kayaknya ga ada apa-apa deh. Buku ini kayaknya Cuma bohongan. Kamu mau coba juga Ngga?”
“Enggak deh. Terimakasih.”
Saat pembicaraan kami berakhir. Pak Nur memasuki ruang kelas. Dan pelajaran pun di mulai. Pertanyaan demi pertanyaan. Aku bisa menjawabnya dengan mudah. Seolah ada seseorang yang membisikan jawabanya kepadaku.
Kelas demi kelas, dan mata pelajaran pun silih berganti. Aku mengerjakannya dengan mudah, seperti tadi. Seolah ada seseorang membisikan jawabanya.
Lambat laun, aku menyadari suara siapa yang membisikan jawabnya kepadaku.
“Elly?” Aku berbisik sangat pelan.
“Ya?” Dia menjawab. Suaranya ada, namun wujudnya tak nampak.
Aku menelan ludah dengan susah payah. Apakah ritual kemarin yang kulakukan itu berhasil? Haha, mustahil lah. ‘Elly’ kayaknya dari dulu emang sudah nempel di diriku. Dari dulu?
5
Sepulang sekolah. Aku berusaha pulang sendirian, untuk memastikan apakah Elly benar-benar datang setelah ritual kemarin malam. Atau, aku sudah mulai sinting.
“Elly, kamu disini?” kataku saat di tengah perjalanan pulang.
“Aku di sampingmu.” Jawabnya.
“Apakah kamu datang padaku setelah aku melakukan ritual kemarin?”
“Kamu ngomong apa? Aku dari dulu sudah berada di dekatmu.”
“Bukankah kamu teman khayalannya Erni?”
“Sebelum itu. Kita sudah bersama kok. Jadi kamu masih belum ingat saat pertama kali kita ketemu ya?”
“Maaf, iya.”
Tidak ada suara Elly lagi. Entah itu suara yang aku dengar di telingaku. Atau suara itu hanya di dalam kepalaku saja.
“Kita ke sungai lanang.” Suara Elly terdengar lagi. “Akan aku ceritakan sedikit tentang pertemuan pertama kita. Sedikit saja, sisanya kamu ingat-ingat sendiri.”
Dan kami pun berjalan menuju kesana. Dalam perjalanan ini, aku memang sendirian. Namun, keberadaan Elly benar-benar sangat terasa. Dari dulu? Apakah memang dari dulu memang seperti ini? Mungkin, di mata orang lain aku anak aneh yang suka ngomong sendirian mirip Erni?
Mungkin kah itu?
silahkan komen, dan share. tengkyu ferimat. 😁😁