Lahir di sebuah keluarga yang terkenal akan keahlian berpedangnya, Kaivorn tak memiliki bakat untuk bertarung sama sekali.
Suatu malam, saat sedang dalam pelarian dari sekelompok assassin yang mengincar nyawanya, Kaivorn terdesak hingga hampir mati.
Ketika dia akhirnya pasrah dan sudah menerima kematiannya, sebuah suara bersamaan dengan layar biru transparan tiba-tiba muncul di hadapannya.
[Ding..!! Sistem telah di bangkitkan!]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Pembalasan
Kaivorn tertawa kecil, tak bersuara. "Berani sekali kalian," gumamnya. "Berbohong kepada keluarga Vraquos yang agung."
Tepat saat Kaivorn mencapai ambang pintu, suasana menjadi sangat hening, terlalu hening.
Telinganya menangkap suara halus yang menggetarkan udara—bunyi logam yang dilepaskan dari sarung pedang di belakangnya.
Satu tarikan napas pelan, tangan kanannya bergerak tanpa ragu ke gagang pedang di pinggangnya.
[The basic sword art of Vraquos (B) telah di aktifkan.]
Dengan satu gerakan cepat, pedang tipisnya melesat keluar dari sarungnya.
Cahaya lentera yang remang memantul di bilahnya, seolah-olah menciptakan kilatan perak di udara.
Tanpa menunggu serangan pertama, Kaivorn berbalik dengan kilatan mata merah yang menyala.
Gerakannya mengalir, tubuhnya bergerak dengan kelincahan yang tidak manusiawi.
Pedangnya berkelebat cepat, tidak terlihat di mata musuh-musuhnya.
Sebelum mereka sempat bereaksi, Kaivorn sudah melesat ke depan.
Udara di ruangan terasa tegang, seolah terhimpit oleh kecepatan dan presisi gerakannya.
Seorang pria berotot besar maju dengan serangan frontal, mengayunkan pedang beratnya dengan brutal.
Namun, Kaivorn, dengan ketenangan, meluncur ke samping dengan lincah, seperti bayangan yang menghindar.
Pedangnya memotong udara dalam gerakan tebasan cepat dari bawah ke atas.
Bilahnya mengiris dada pria itu, darah segar menyembur ke udara dalam kilatan merah.
Kaivorn tidak berhenti.
Begitu tubuh pria berotot itu jatuh, dia sudah melompat, tubuhnya berputar di udara, kakinya hampir tak menyentuh lantai.
Serangan dari arah belakang datang lebih cepat dari yang ia perkirakan, namun dia meluncur seperti kilat, berputar ke arah lain dengan elegan.
Pedangnya berdesing, menebas lutut penyerang lain.
Jeritan keras menggema saat pria itu jatuh ke lantai, dan tanpa ragu, Kaivorn mengakhiri nyawanya dengan satu tusukan bersih ke jantung.
"Sampah." umpat Kaivorn kepada mereka.
Dua penyerang tersisa mencoba menyerangnya bersamaan dari kedua sisi, berharap bisa mengeroyoknya.
Tapi Kaivorn bergerak dengan kecepatan luar biasa, tubuhnya seperti penari di medan perang.
Pedangnya memutar di sekeliling tubuhnya, menciptakan lingkaran mematikan di sekitar dia.
Serangan dari kiri dan kanan berusaha menembus pertahanannya, tapi Kaivorn menghindar dengan langkah ringan dan berputar di tempat.
Pedangnya meluncur ke depan, menembus leher salah satu penyerang dengan presisi mematikan.
Penyerang terakhir terhuyung mundur, gemetar melihat pembantaian yang terjadi dalam hitungan detik.
Kaivorn mendekat, matanya tetap tenang dan dingin, tanpa emosi.
Dalam kepanikan, pria itu mencoba mengangkat pedangnya, namun tangannya gemetar terlalu kuat.
Kaivorn tidak memberi kesempatan—satu gerakan maju yang tajam, dan dengan tebasan cepat, tubuh pria itu jatuh ke lantai tanpa nyawa.
Ruangan itu kini sunyi, kecuali suara pedang yang jatuh ke lantai dan napas berat yang terengah-engah.
Darah mengalir di lantai kayu, bercampur dengan kilatan cahaya dari lentera yang menggantung di langit-langit.
Kaivorn berdiri di tengahnya, tegap, pedangnya masih berkilat dengan tetesan darah yang perlahan jatuh dari bilahnya.
Namun, suara langkah perlahan menghentikan gerakannya.
Kaivorn memutar kepalanya, tatapannya tertuju pada pria tua yang sebelumnya duduk tenang di kursi.
Pria itu berdiri, tubuhnya tampak lebih besar dari sebelumnya, wajahnya kini menyeringai dingin.
"Kau luar biasa dengan pedangmu, Kaivorn Vraquos," kata pria tua itu, suaranya penuh ketenangan yang tak seharusnya dimiliki oleh seseorang yang baru saja menyaksikan bawahannya dibantai.
Kaivorn memusatkan tatapannya ke pria itu. "Dia tahu siapa aku?" batinnya. "Jaringan informasi miliknya lumayan juga."
Mata merahnya tetap tajam, tapi dia bisa merasakan sesuatu yang salah.
Seketika, lantai di bawah kaki pria tua itu bergetar pelan.
Udara berubah.
Pria tua itu mengangkat satu tangan, dan dari jari-jarinya, aura gelap mulai menyelimuti ruangan.
Gelombang energi sihir terasa menekan, seolah menghisap cahaya dan kehidupan dari sekitarnya.
Kaivorn tetap tenang, meskipun matanya kini terfokus penuh. "Ini bukan sihir biasa." gumamnya dalam hati, waspada.
Bawahan-bawahan pria tua yang tersisa mulai maju dengan serentak.
Ada empat orang, masing-masing membawa senjata berbeda—pedang, kapak, dan dua dengan belati pendek.
Mereka bergerak dengan disiplin dan koordinasi yang baik, berusaha mengelilingi Kaivorn.
Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh kekar dengan kapak besar, maju lebih dulu, mengayunkan senjatanya dengan kekuatan brutal.
Namun Kaivorn, dengan gerakan yang mustahil untuk diikuti mata manusia biasa, melompat ke udara, tubuhnya melayang sebentar sebelum mendarat dengan ringan di belakang pria itu.
Kapak besar menghantam udara kosong, dan sebelum pria itu sempat berbalik, pedang Kaivorn sudah melesat, menembus punggungnya.
Sebelum tubuh pria itu jatuh, Kaivorn telah berbalik, menghindari dua serangan dari pria dengan belati.
Kaivorn berputar di tempat, pedangnya bergerak bagaikan kilatan perak, menangkis serangan dari belati pertama dan memotong lengan pria itu dengan gerakan cepat.
Pria itu memekik, darah menyembur dari lukanya, namun Kaivorn tidak berhenti.
Dia maju dengan cepat, tubuhnya meluncur mulus ke arah pria kedua.
Pria itu mencoba menikamnya dengan belati kedua, namun Kaivorn menggeser tubuhnya ke samping, membuat pria itu kehilangan keseimbangan.
Sebelum pria itu bisa meluruskan tubuhnya kembali, Kaivorn telah berputar, pedangnya memotong bersih tenggorokan pria itu.
Pria terakhir, yang membawa pedang, kini berdiri di depan Kaivorn, matanya dipenuhi rasa takut.
Dia ragu untuk menyerang, namun Kaivorn tidak memberi waktu baginya untuk berpikir.
Kaivorn melesat ke depan, tubuhnya hampir seperti meluncur di udara.
Pedangnya memutar dengan cepat, menciptakan jejak cahaya saat dia menyerang dari berbagai sudut.
Pria itu tidak bisa mengimbangi, dan dalam sekejap, dia roboh dengan luka dalam di perutnya.
Kaivorn berdiri di tengah-tengah medan pertempuran itu, tubuhnya masih dalam posisi siap.
Darah musuh-musuhnya mengalir di sekelilingnya, tapi dia sama sekali tidak tampak terganggu.
Matanya yang merah memandang lurus ke arah pria tua di seberang ruangan.
"Kau... siapa sebenarnya?" tanya Kaivorn, suaranya dingin, namun dalam hatinya, dia tahu pertarungan ini baru dimulai.
Pria tua itu hanya menyeringai lebih lebar, aura sihir gelap di sekelilingnya semakin kuat, mencekam udara di ruangan itu. "Kau akan segera tahu."
Tatapan mereka kini saling terkunci, membuat suasana di sekitar mereka menjadi tegang.
Kaivorn merasakan tekanan sihir yang semakin kuat menyelimuti ruangan.
Pria tua di hadapannya kini tampak lebih berbahaya dari sebelumnya, dengan aura gelap yang berputar di sekeliling tubuhnya seperti pusaran yang menghancurkan.
"Ini menjadi semakin sulit," pikir Kaivorn.
Dalam satu tarikan napas panjang, tubuhnya mulai memancarkan cahaya samar.
Energi tak terlihat merembes keluar dari tubuhnya, bergerak seperti kilatan angin yang menyelimuti pedang tipis di tangannya.
Aura merah darah meledak dari tubuhnya, melingkupi pedang dan setiap inci tubuhnya.
Aura Itu menggeliat, memadat, membentuk bayangan menyeramkan di belakang Kaivorn.
Sosok itu tampak mengerikan, tatapannya menembus, menekan udara hingga terasa berat, seolah mengendalikan gravitasi di sekitarnya.
Pria tua itu mengerutkan dahi, terkejut. "Sword Aura?" gumamnya. "Tidak mungkin... Seorang anak seusiamu sudah bisa menguasainya?"
Kaivorn hanya diam, matanya menatap dingin.
[Sword Aura—Low (S) sedang di aktifkan]
[Kekuatan: 115—1840 (Sementara]
[Konstitusi: 124—1984 (Sementara)]
[Kecekatan: 117—1872 (Sementara)]
Aura merahnya berdenyut dengan energi kuat, memancarkan ketajaman yang menekan seluruh ruangan.
Udara di sekitarnya seolah teriris, menunjukkan betapa hebat kekuatan yang terkandung di dalamnya.
"Sword Aura," pikir Kaivorn, merasakan energi yang mengalir tanpa henti melalui pedangnya.
Pria tua itu tertawa kecil, meskipun tatapannya kini lebih serius. "Aku tidak menyangka akan menemukan Swordsmaster termuda saat ini. Kau memang bukan bocah biasa, Kaivorn Vraquos. Tapi jangan mengira itu cukup untuk menghentikanku."
Kaivorn tidak menanggapi. Matanya tetap terkunci pada pria tua itu, menunggu pergerakan berikutnya.
Aura gelap di sekitar pria itu tiba-tiba meledak, menciptakan gelombang energi yang menghantam ruangan.
Lantai di bawah kaki pria tua itu retak, dan udara semakin berat dengan kekuatan magis yang mendominasi.
Beberapa bawahan pria tua yang tersisa mulai mundur dengan ketakutan, menyadari bahwa pertempuran ini berada di luar kemampuan mereka.
Kaivorn menyiapkan dirinya. Dengan Sword Aura yang melingkupi pedangnya, dia melangkah maju, bergerak seperti bayangan yang tak tersentuh oleh energi gelap di sekitarnya.
"Jangan meremehkanku!" teriak pria tua itu, mengayunkan lengannya ke depan.
Sebuah pusaran energi gelap melesat dari tangannya, mengarah langsung ke Kaivorn.
Kaivorn mengangkat pedangnya yang berkilau, memotong udara di depan pusaran tersebut.
Crrraaassshhh!
Dengan satu tebasan cepat, aura pedangnya membelah pusaran energi gelap itu, menghancurkannya sebelum mencapai dirinya.
"Apa?!" batin Pria tua itu tercengang.
Mata merah Kaivorn bersinar tajam, menunjukkan betapa dalam penguasaannya atas Sword Aura.
Tanpa menunggu lebih lama, Kaivorn melesat maju.
Tubuhnya bergerak cepat, hampir tidak terlihat oleh mata biasa.
Dalam sekejap, dia sudah berada di depan pria tua itu.
Serangan brutal pedang yang diselimuti aura merah darah menghantam pertahanan sihir gelap pria itu.
Clang!
Pria tua itu mengangkat tangan untuk menangkis serangan tersebut, namun pertahanannya mulai retak akibat kekuatan tebasan Kaivorn.
Suara dentingan keras memenuhi ruangan saat energi pedang Kaivorn menggempur sihir gelap itu.
Pria tua itu melangkah mundur, berusaha menjaga keseimbangannya. "Mustahil... Kau tidak bisa memiliki kekuatan sebesar ini di usia 15 tahun!" serunya dengan nada bingung.
Kaivorn tak menanggapinya, pedangnya terus menghujam dengan ketajaman yang mematikan.
Setiap tebasan yang ia lakukan memotong udara dengan presisi, sementara aura perak di sekitarnya semakin berkilauan, memberikan efek resonansi yang kuat.
Merasa semakin terdesak, pria tua itu melepaskan teriakan marah, mengumpulkan kekuatan sihirnya yang tersisa untuk satu serangan besar.
Namun, sebelum dia sempat melancarkannya, Kaivorn sudah ada di hadapannya lagi, tebasan pedangnya meluncur dengan kekuatan penuh.
Dengan satu gerakan cepat, pedang Kaivorn menembus pertahanan pria tua itu, memotong aura gelap yang melindunginya dan menggores dada pria itu.
Darah mengalir dari luka yang dalam, dan pria tua itu terhuyung mundur, kehilangan keseimbangan.
Kaivorn menatapnya dingin, Sword Aura di pedangnya masih berdenyut pelan, tapi kuat. "Aku bukan bocah. Aku adalah Kaivorn Vraquos." ucapnya, suaranya tegas dan penuh keyakinan.
Pria tua itu tersenyum kecut, menahan rasa sakit dari luka yang dideritanya.
"Kau memang pantas dihormati, Swordsmaster termuda..." ujarnya memuji. "Tapi, kita belum selesai."
Dengan sisa kekuatannya, aura gelap di sekitar pria tua itu kembali bangkit, menyelimuti tubuhnya dalam kegelapan yang lebih pekat.
Kaivorn merasakan bulu di seluruh tubuhnya berdiri. "Niat membunuhnya.." gumamnya. "Kuat sekali..?!"