Luna Amanda, seorang aktris terkenal dengan pesona yang menawan, dan Dafa Donofan, seorang dokter genius yang acuh tak acuh, dipaksa menjalani perjodohan oleh keluarga masing-masing. Keduanya awalnya menolak keras, percaya bahwa cinta sejati tidak bisa dipaksakan. Luna, yang terbiasa menjadi pusat perhatian, selalu gagal dalam menjalin hubungan meski banyak pria yang mendekatinya. Sementara itu, Dafa yang perfeksionis tidak pernah benar-benar tertarik pada cinta, meski dikelilingi banyak wanita.
Namun, ketika Luna dan Dafa dipertemukan dalam situasi yang tidak terduga, mereka mulai melihat sisi lain dari satu sama lain. Akankah Luna yang memulai mengejar cinta sang dokter? Atau justru Dafa yang perlahan membuka hati pada aktris yang penuh kontroversi itu? Di balik ketenaran dan profesionalisme, apakah mereka bisa menemukan takdir cinta yang sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hal yang berbeda
Aurel duduk di bangku keras di luar ruang perawatan intensif, kedua tangannya gemetar. Ia menatap lantai, berusaha menenangkan diri, namun pikirannya terus berkecamuk. Kecelakaan yang menimpa Luna terasa seperti mimpi buruk yang tidak kunjung usai. Setiap detik terasa lama, dan setiap detak jam di dinding semakin menambah rasa cemas yang tak tertahankan. Di tengah kesunyian itu, pintu ruang perawatan terbuka. Seorang dokter keluar, mengenakan jas putih dan masker yang menggantung di lehernya. Wajahnya tampak serius, namun ada sesuatu yang familiar tentang sosok itu. Aurel tertegun sejenak, matanya membulat saat mengenali siapa yang berdiri di depannya.
"Dokter Dafa?" ucap Aurel dengan suara hampir tak percaya. Dokter Dafa, pria yang tengah Luna sukai, menatap Aurel dengan tatapan tegas tapi tenang. Aurel langsung bangkit dari duduknya, perasaannya campur aduk antara lega dan panik. "Dokter Dafa, tolong... tolong selamatkan Luna," kata Aurel, suaranya gemetar. Air matanya menggenang di sudut mata, tak mampu menahan emosinya lebih lama. "Dia... dia harus selamat. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika dia tidak bisa melewati ini."
Dafa memandang Aurel dengan tatapan penuh pengertian. Ia tahu betapa dekatnya Aurel dengan Luna, dan ia juga tahu bahwa kecelakaan ini adalah sesuatu yang jauh lebih dari sekadar insiden biasa bagi mereka semua. Dalam hatinya, ia juga merasakan gejolak yang sulit dijelaskan. Bagaimanapun juga, Luna bukan sekadar pasien bagi Dafa. Ada sesuatu tentang Luna yang selama ini membuat pikirannya tidak tenang.
"Saya akan melakukan yang terbaik," jawab Dafa dengan suara rendah namun tegas. "Tapi kondisinya cukup serius. Luna mengalami trauma kepala dan ada pendarahan internal. Kami akan segera melakukan operasi untuk menghentikan pendarahan dan menstabilkannya."
Aurel merasa tubuhnya lemas mendengar penjelasan itu, namun ia berusaha tetap berdiri. "Dia kuat, Dokter. Luna kuat... dia harus bisa melewati ini."Dafa mengangguk, lalu menatap Aurel dengan tatapan penuh keyakinan. "Kita akan melakukan segalanya. Saya janji."
Tanpa menunggu lebih lama, Dafa berbalik dan masuk kembali ke ruang operasi, meninggalkan Aurel yang kini dilanda kecemasan yang lebih besar. Pikirannya dipenuhi dengan rasa takut akan kehilangan Luna, namun setidaknya, ia merasa sedikit lega bahwa Dafa, dokter yang sangat berkompeten, yang akan menangani operasi ini. Di ruang operasi, Dafa mempersiapkan dirinya. Ini bukan pertama kalinya ia menangani operasi yang penuh tekanan, tetapi kali ini terasa berbeda. Ada sesuatu tentang Luna yang terus mengusik pikirannya sejak pertama kali mereka bertemu, dan sekarang, nasibnya berada di tangannya.
Saat lampu operasi menyala terang, Dafa menarik napas dalam-dalam, berusaha menjaga fokus. Di hadapannya, Luna terbaring tak berdaya di meja operasi, tubuhnya tertutup kain bedah, hanya bagian kepala dan dada yang terlihat. Tim medis di sekelilingnya bergerak cepat, namun tetap tenang.
“Kita mulai,” ucap Dafa dengan nada tegas namun tenang, memulai prosedur yang akan menentukan hidup Luna.
Waktu berlalu dengan lambat bagi Aurel yang menunggu di luar. Setiap kali pintu ruang operasi terbuka sedikit, ia menoleh dengan harapan mendapatkan kabar, namun belum ada yang keluar. Kecemasannya semakin memuncak, sementara berita tentang kecelakaan Luna sudah menyebar luas di media. Aurel mematikan ponselnya, tidak ingin terganggu oleh berbagai pesan dan panggilan yang masuk.
Beberapa jam kemudian, akhirnya pintu ruang operasi terbuka. Dafa keluar dengan wajah lelah, namun ada secercah harapan di matanya."Operasinya berhasil," katanya, suara sedikit serak karena kelelahan. "Kami berhasil menghentikan pendarahan, dan sekarang kondisinya stabil. Tapi Luna masih dalam kondisi kritis, dan ia harus melewati masa pemulihan yang sangat penting dalam 24 jam ke depan."
Aurel hampir jatuh ke lantai karena lega. Air matanya jatuh, namun kali ini bukan hanya karena ketakutan, melainkan juga karena rasa syukur. Ia tidak tahu bagaimana harus berterima kasih kepada Dafa.
"Terima kasih, Dokter... terima kasih," katanya dengan suara terisak.
Dafa mengangguk ringan, lalu menambahkan, "Tapi kita belum bisa terlalu lega. Kita harus menunggu bagaimana tubuhnya merespon dalam beberapa jam ke depan."Aurel mengerti. Meski ada sedikit rasa lega, masih ada banyak hal yang harus dihadapi. Luna harus berjuang lebih keras untuk bisa pulih dari kecelakaan ini, dan sekarang, semua orang hanya bisa berharap. Setelah mendengar kabar dari Dokter Dafa, Aurel merasa lega meski masih ada ketegangan yang membelenggu hatinya. Ia mendekat ke ruang ICU, melihat Luna terbaring dengan alat-alat medis yang mengawasi setiap detak kehidupan yang tersisa. Tubuh Luna tampak rapuh, wajahnya yang biasanya penuh semangat kini dikelilingi perban dan luka-luka yang masih segar.
"Ini tidak seharusnya terjadi," gumam Aurel sambil mengusap air mata. Ia merasa bersalah. Jika saja mereka bisa menghindari semua tekanan yang datang dari media dan gosip Elvin, mungkin Luna tidak akan berakhir seperti ini. Aurel tahu, meski Luna selalu terlihat kuat, segala rumor dan tuntutan dari dunia hiburan perlahan menghancurkan batinnya.
Sementara itu, di sudut yang lebih jauh dari koridor, Dafa memandang Aurel dan Luna dari jendela kaca kecil di pintu. Ada perasaan aneh yang menggelayuti dirinya, sebuah campuran antara rasa tanggung jawab sebagai dokter dan perasaan pribadi yang ia belum mampu mengartikulasikan. Melihat Luna terbaring di ICU, perasaan itu semakin kuat.
Dafa mengingat kembali pertemuan pertama mereka, saat ia tanpa sengaja bertemu Luna dalam acara sosial beberapa bulan yang lalu. Sosok Luna yang penuh keceriaan saat itu berbeda jauh dari sosok yang kini ia rawat. Dan meski Dafa selalu menjaga jarak dari urusan pribadi pasien, kali ini ia tidak bisa memungkiri bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam hatinya.
Aurel mendekati Dafa dengan langkah pelan, matanya merah karena menangis. "Dokter Dafa," panggilnya pelan. "Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang. Aku tahu kau sudah melakukan yang terbaik untuk Luna, dan aku... aku hanya bisa berharap." Suaranya terdengar lelah dan putus asa.
Dafa menghela napas panjang. "Kita sudah melakukan semua yang kita bisa, sekarang tinggal menunggu bagaimana tubuh Luna merespons." Matanya menatap ke arah Luna, yang terbaring diam dengan alat bantu pernapasan. "Yang terpenting, Luna harus merasa tenang, tidak ada tekanan lagi dari luar. Itu yang terbaik untuk pemulihannya."
Aurel mengangguk, meski di dalam hatinya ia tahu bahwa dunia luar tidak akan memberi Luna waktu untuk beristirahat. Media pasti sudah meramaikan kecelakaan ini, dan gosip dengan Elvin hanya akan semakin meledak. Bahkan mungkin akan ada spekulasi yang tidak masuk akal tentang kondisi Luna. Ia harus melakukan sesuatu.
gabung yu di Gc Bcm..
kita di sini ada event tertentu dengan reward yg menarik
serta kita akan belajar bersama mentor senior.
Jadi yu gabung untuk bertumbuh bareng.
Terima Kasih
cerita nya bagus thor,kalau dialog nya lebih rapi lagi,pasti tambah seru.../Smile/