"Jadi pacar saya, maka kamu akan wisuda tahun ini. Setelah itu masa depanmu pun saya jamin."
Surat cinta dari Bu Dosen membuat Cakra berlonjak kegirangan. Tanpa pikir panjang dia menerima demi lulus tahun ini dan foto wisuda bersama kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Coba-coba?
Cakra terdiam menatap penampilan Viola yang berbeda dari biasanya. Rambut tergerai lurus dan ada pemanis berwarna merah muda di sisi kiri. Viola terlihat jauh lebih muda membuat Cakra hampir tak mengenali.
Viola memang masih muda, hanya berbeda sekitar lima tahun dengannya. Penampilannya juga sangat menarik tak terlihat tua sama sekali. Masih imut menggemaskan, tapi kali ini sudah seperti anak baru lulus sekolah. Manis dan tubuh kecilnya sangat anggun kala gaun berwarna serupa dengan jepit yang ia kenakan membalut indah tubuhnya.
"Selamat atas kelulusannya, Cakra."
Cakra terperangah hingga dia tak melihat jika Viola memberikan bunga mawar saat mengucapkan selamat padanya. Sampai dimana jemari lentik Viola membuyarkan lamunannya.
"Cakra kamu kenapa?"
"Oh.. Nggak apa-apa. Eh iya, makasih, Bu." Cakra meraih bunga itu lalu menggaruk kepalanya. Entah mengapa jadi canggung setelah lama tak berkomunikasi. Bukan itu sepertinya yang membuatnya canggung. Penampilan Viola yang terlihat berbeda membuat Cakra jadi gagal fokus.
"Mau sampai kapan berdiri di sini? Saya sudah siapkan makan malam untuk kamu. Makan di rumah 'kan?" tanya Viola. Dia memang sudah menyiapkannya sejak pulang tadi. Niatnya memang ingin mengajak Cakra makan malam bersama untuk merayakan kelulusan pria itu.
Sementara Cakra bingung ingin menjawabnya. Perut masih penuh tetapi ingin menolak pun Cakra tak tega. Dia pun cukup peka atas sikap Viola yang terlihat manis. Prediksinya, Viola ingin merayakan juga. Perhatian kecil yang membuat Cakra terkesan. Tak menyangka jika Viola masih perduli.
"Iya, saya mandi dulu, Bu. Gerah," jawab Cakra. Tepatnya dia ingin setoran dulu sebelum kembali diisi perutnya. Beruntung mulai terasa kontraksi. Jika tidak, entah bagaimana dia yang harus kembali mengisi perutnya. Melirik meja makan saja sudah enggan. Tentunya banyak makanan enak tapi perutnya masih begah.
"Ya sudah, saya siapkan dulu minumannya. Kamu naik saja!" ucap Viola dan dia memperhatikan Cakra hingga menaiki tangga. Terdengar helaan nafas lega setelah Cakra tak terlihat. Dia menyentuh dadanya. Jantung masih aman sudah Alhamdulillah. Padahal tadi dia ragu ingin menyambut Cakra. Takut ditolak dan malu juga.
"Gimana, Non?"
"Sedang mandi, Bi. Makasih ya, Bi."
"Sama-sama, Non. Ingat pesan Bibi ya, Non! Jangan memulai masalah!"
"Iya, Bi. Insyaallah, makasih atas nasihatnya ya Bi."
"Iya, Non. Ya sudah Bibi ke belakang dulu ya."
"Iya Bi," jawab Viola lalu duduk menunggu dengan gelisah. Tadi sepulang dari kampus, Viola yang memang sudah memiliki niat baik akhirnya bercerita dengan Bibi tentang apa yang terjadi padanya dan Cakra. Bibi jelas tau bagaimana rumah tangganya jadi tidak sulit untuknya meminta saran. Beliau memberikan banyak wejangan hingga Viola paham bagaimana dia dalam bersikap.
Cakra lega saat keluar dari kamar mandi. Setelah ini dia sudah bisa makan lagi. Salahnya juga makan banyak di rumah Ibu tadi, tapi mana tau jika di rumah pun sudah dibuatkan hidangan yang spesial.
"Baju..." Cakra melangkah mendekati ranjang. Ada pakaian gantinya di sana. Cakra menoleh ke arah pintu kamar yang tertutup rapat lalu kembali melihat pakaian itu. "Viola manis banget. Kesambet opo perempuan itu? Tumben, malah perdana. Apa mungkin kode perdamaian?"
Cakra pun bergegas memakainya. Pakaian santai dengan kaos putih dan celana selutut yang kini sudah melekat di tubuhnya. Cakra pun bergegas turun setelah dia menyelesaikan serangkaian kegiatannya.
"Maaf nunggu lama, Bu."
"Eh iya, nggak kok. Ayo makan!" ajak Viola. Terlihat canggung terlebih saat Cakra sudah berada di dekatnya dan duduk di sampingnya. Viola pun segera beranjak dan menyiapkan makanan untuk Cakra.
"Ini untuk kamu."
Cakra tercengang melihat itu. Tumbenan Viola mau melayaninya makan. Terlihat banyak sekali bedanya dari sikap Viola. Dari mulai pakaian, makan, nanti apa lagi, seketika otak Cakra bergerilya kemana-mana.
"Makasih."
"Hhmm..."
"Kamu nggak makan?" tanya Cakra saat melihat Viola justru berdiam diri tanpa mengisi piringnya sendiri.
"I.. Iya, saya makan." Viola pun mengisi piringnya. Canggung menyelimuti dia manusia itu. Makan tanpa ada pembahasan hingga semua habis tak tersisa.
"Apa malam ini kamu pergi lagi?" tanya Viola setelah mengusap mulutnya. Dia menoleh ke arah Cakra yang tampak memperhatikannya. Tatapan mata Cakra membuatnya kembali mengambil gelas dan meminum sisa air yang masih ada.
"Kayaknya mau di rumah. Istirahat aja, capek seharian mikir."
Viola menunduk lalu beranjak dari sana untuk mengumpulkan piring kotor dan membawanya ke wastafel. Sebenernya ada kelegaan sendiri saat Cakra tetap di rumah. Sudah lama Cakra hanya datang untuk singgah.
"Saya tunggu di kamar."
"Hah?" Viola tercengang mendengarnya. Entah apa isi kepalanya saat ini tetapi ekspresinya buru-buru dia ubah dan segera melangkah menuju wastafel.
"Mau apa? Astaghfirullah... Sudah lama nggak sekamar aku dibuat adem panas begini. Bagaimana jika... Nggak! Kita belum ada pembicaraan serius. Belum ada rasa juga diantara kita. Mau lanjut atau putus pun belum tau. Tenang Viola! Ingat kata Bibi, jangan memulai! Biar dia yang memutuskan."
Cakra mengusap wajahnya. Dia pun bingung harus bagaimana dalam bersikap. Inginnya nanti saja tetapi justru sudah kalah start dengan Viola yang terlihat memperbaiki semuanya.
Tak ada pembicaraan di antara mereka setelah keduanya sudah berada di dalam kamar. Cakra masih diam di pinggir ranjang begitu pun dengan Viola yang duduk di sisi ranjang lainnya, tepatnya di seberang Cakra. Saling memunggungi dengan pemikiran masing-masing.
"Bu Viola sampai di rumah jam berapa tadi?"
"Dua jam setelah kamu pulang."
"Oh..." Cakra menganggu paham lalu melirik punggung Viola yang tampak diam. "Makasih untuk malam ini."
"Sama-sama, maaf hanya bisa merayakan sesederhana ini."
"Ini mengejutkan, saya malah nggak kepikiran. Kirain Bu Viola mau kondangan. Penampilannya rapi sekali, tapi cantik," ujar Cakra jujur membuat Viola semakin menunduk.
"Terimakasih."
"Sama-sama, saya juga ingin mengucapkan terimakasih untuk Ibu karena sudah mau merayakan kelulusan ini. Ya sudah kalau gitu, istirahatlah!" Cakra kembali menoleh ke arah Viola yang masih duduk tetapi tak lama dia melihat Viola beranjak menuju kamar mandi.
"Mau ngapain?" tanya Cakra menghentikan langkah Viola.
"Mau ganti, kan mau tidur."
"Oh iya, silahkan!" sahut Cakra dan dianggukki oleh Viola. Namun belum sempat masuk kamar mandi, ucapan Cakra kembali menghentikan langkah Viola.
"Mari kita berdamai! Kita mencoba dan mengulang lagi dengan benar. Memulainya dari nol."
Perlahan Viola menoleh ke arah Cakra dan melihat pria itu beranjak dari duduknya. Saling bertatapan dengan jarak yang lumayan.
"Aku sudah lulus dan sebentar lagi wisuda. Aku juga lusa sudah fokus bekerja di bengkel Mas Satria selagi menunggu rejeki selanjutnya. Ada niat jadi Pak Guru, tapi aku tau itu butuh waktu. Tapi jangan khawatir! Aku sudah memiliki gaji untuk menafkahi kamu. Aku sudah siap menjadi suami. Bagaimana? Mau mencobanya atau tetap ingin bercerai?"
"Kamu mengajakku berumah tangga beneran?"
"Mau mencobanya?"
"Memangnya boleh coba-coba?" tanya Viola membuat Cakra menyunggingkan senyum.
"Lupa, ini bukan sedang iklan. Aku serius. Kamu gimana? Mau jadi istri aku beneran?"