Novel dengan bahasa yang enak dibaca, menceritakan tentang tokoh "aku" dengan kisah kisah kenangan yang kita sebut rindu.
Novel ini sangat pas bagi para remaja, tapi juga tidak membangun kejenuhan bagi mereka kaum tua.
Filosofi Rindu Gugat, silahkan untuk disimak dan jangn lupa kasih nilai tekan semua bintang dan bagikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ki Jenggo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Wong Kalang Tegap dan Kuat
Siang merangkak menuju sore. Aku baru bangun dari tidur siang. Ku lihat jam yang tertempel di dinding kamarku, jarum jam itu menunjukkan pukul 16.00 wib. Aku terhenyak, aku ad janjian dengan Anika dan Ima juga dengan kawan kawannya.
"Wah, ini sudah lambat setengah jam, " batinku.
Aku keluar dari kamar menuju kamar mandi untuk cuci muka. Sampai di kamar aku lihat pada hape ada tiga kali panggilan dari Anika.
"Aku baru otewe," balasku.
Tak lama kemudian, dia membuat panggilan dari wathsapp.
"Ya, Halo, " kataku melalui telepon.
"Kakak sudah di mana?" tanya Anika melalui hape.
"Aku di jalan Batara Katong, " jawabku.
"O, langsung ke jalan anyar. Kami ada di jalan Anyar, " jawab Anika.
"O, tidak jadi di Paku?" tanyaku. Sebab rencananya memang kami berkumpul di Paku. Pada sebuah rumah makan baru.
"Tidak, Kak. Keuangan lagi nipis," jawab Anika sambil cekikikan tertawa.
"Woke, meluncur, "Jawabku.
"Kami tunggu, " jawab Anika sambil menutup telepon selulernya.
Aku pun keluar dari Kost, lalu menstater motor untuk menuju jalan Anyar. Jalan Anyar di Ponorogo adalah jalan Suro menggolo. Jalan tersebut tidak teramat jauh dari kost ku. Entah kenapa jalan anyar duku dibangun di situ. Kata temanku jalan itu di bangun di masa pemerintahan Markum Singo Dimejo menjabat sebagai Bupati di Ponorogo.
Mungkin masa itu Bupati memiliki target untuk membangun stadion Batara Katong. Sebab jalan anyar, bila dari jalan H. Juanda tembus atau mengarah ke Jalan Pramuka bahkan tepat ke stadion tersebut.
Kurang dari sepuluh menit melalui map Anika menunjukkan lokasinya. Dan cukup mudah aku menemukan. Sebetulnya lokasi mereka tidak di jalan anyar, tapi dekat dengan lokasi jalan Anyar.
"Ini bagiku bukan jalan anyar, " terangku pada mereka., sambil tertawa menyalami mereka satu persatu.
"Tapi kan dekat, " jawab Anika.
"Oke... " jawabku.
Kesemuuanya lalu tertawa ngakak.
"Ya gak papa,' jawabku.
Setelah beberapa lama aku datang dan memesan secangkir kopi gula cokot kegemarannya mereka memulai perbincangan. Perbincangan yang dimulai tentang manusia kalang.
"Refrensiku mengenai manusia kalang tidak begitu banyak. Namun kita bisa menjadikan bahan analisa, " ujarku.
Kemudian aku memaparkan sedikit tentang manusia kalang yang aku ketahui. Bahwa manusia kalang konon adalah manusia yang mempunyai beberapa keahlian. Karena memiliki kekuatan dan keahlian tersebut, di masa lalu, ada yang bercerita tentang pembangunan candi. Pembangunan Candi tak luput dari tangan manusia kalang," ujarku.
"Maksudnya Desa Candi, Kak? " tanya Ima.
"Bukan, tapi candi yang ada di Jawa tak lepas dari Manusia Kalang, " ungkapku.
"O, membuat candi candi. Bisa di ceritakan asal manusia Kalang dari mana, Kak? " tanya Ima.
Manusia Kalang atau yang kemudian di sebut Wong Kalang, di Jawa seolah olah menjadi sub suku tersendiri. Karena mereka membangun komunitas sendiri dengan menikah dengan kelompok sesama manusia kalang. Terjadinya komunitas tersebut karena, manusia kalang seperti di kucilkan oleh masyarakat Jawa.
"Istilah Kalang ini kita temukan pada prasasti di Kuburan Tegal Sari, Kawedanan Tegal Harjo, Kabupaten Magelang dengan angka tahun 753 S atau 831 M, " terangku terhenti, karena kopi yang di sajikan kurasa sudah hangat dan siap aku minum.
"Wah, sudah lama ya Manusia Kalang atau Wong Kalang ini," sahut Anika.
"Kalau angka 831 M berarti sudah ada sejak Mataram Kuno, " kata Ima.
"Sebentar, Bu Bos Bu Bos yang terhormat. Biar Kakak pertama menjelaskan asal manusia Kalang, dan mengapa di kucilkan. Jadi biar tuntut," Pinta Hengki.
"Siap.... ", Jawab Ima dan Anika serempak.
Bagaikan seorang moderator Hengki mempersilahkanku untuk melanjutkan kisahku tentang manusia Kalang.
Aku mengangguk. Aku menceritakan bahwa dugaan sementara istilah kalang adalah karena dia dikucilkan atau Kalangan yang berarti geraknya di batasi. Ada yang beranggapan manusia kalang atau Wong Kalang berasal dari Khmer Kamboja. Karena orang yang kuat di wilayah itu di sebut K'lang.
"Selain itu banyak yang membaca bahwa candi candi di Jawa memiliki kemiripan dengan candi di Khmer, " kataku sambil menghisap rokok yang telah aku sulut.
Pras memberi isyarat pada teman temannya agar diam. Sehingga aku melanjutkan, bahwa ada beberapa lain yang mengatakan mereka di kucilkan karena fisik yang tegap dan kuat berbeda dengan orang Jawa pada umumnya.
Pieter Johanes Veith, menuturkan fisik orang Kalang atau Wong Kalang ini mirip dengan orang Negrito Filiphina yang berkulit hetam legam fan berambut keriting. Juga ada anggapan orang Kalang berasal dari Kedah, Kelang dan Pegu yang datang Ke jawa pada tahun 800 M.
"Pada masa masuknya Hindu, orang Kalang semakin di batasi lagi karena dianggap tidak ada jelas asal usul atau nenek moyang mereka. Terlebih diperkuat dengan sistem kasta di Agama Hindu", ujarku.
"Nah, Kak, mereka membangun candi sejak kapan dan kenapa membangun candi, " tanya Pras.
"Nah, akhirnya mereka bertanya dengan penasarannya," ujar Ima.
Ima memandang Anika dan mereka mengajak nya untuk mengadu telapak tangan.
Keempatnya mereka tertawa ngakak. memang mereka ada saja cara bergurau. Dan cara cara semacam itulah yang membuatku betah dengan mereka. Bahkan kalau tidak ketemu lebih seminggu ada rasa rindu untuk mereka. Sebab keempatnya telah aku anggap sebagai adik dan keluarga sendiri. Aku sudah tak ada rahasia untuk mereka. Dan mereka juga demikian selalu terbuka padaku.
"Kemungkinan pada masa Mataram Kuno. Referensi tentang kapan Wong Kalang membangun candi dan atas perintah dari raja siapa, aku belum mendapatkan kepastiannya," ucapku.
Aku juga menuturkan pada mereka, Bahwa mereka akhirnya membangun lokasi tinggal di tepi sungai, tepi gunung dan pada tanah tandus. Bahkan sebagian dari mereka hidup berpindah pindah atau nomaden. dari hutan satu ke hutan yang lain.
Sistem lingkungan yang keras dengan cara hidup yang demikian menjadikan orang kalang ini semakin kuat dan tangguh. Maka pada masa Majapahit ada yang menuturkan orang orang kalang ini dimanfaatkan tenaganya yang kuat untuk proyek proyek besar. Seperti menebang pohon, juru angkut bahkan sebagai prajurit tempur pada medan perang.
"Pada beberapa artikel di internet, saya menemukan mereka di datangkan dari sekitar Gunung Lawu, di mungkinkan dari Magetan, dari Desa kalang," ujarku.
"Di tempatku ada wilayah namanya juga ada Kalangnya, " ujar Pras.
"Di Sooko?" tanya Hengki
Pras mengangguk.
"Kondisi geografisnya bagaimana? " tanyaku.
"Dekat dengan air terjun Pletuk Jurug," ujar Pras.
"Adakah situs atau punden yang ceritanya terkait dengan kepahlawanan hewan?" tanyaku.
"Namanya Desa apa, Sih Pras? " tanya Ima.
"Kurang tahu kalau persoalan ada dan tidaknya Punden dengan kisah kepahlawanan hewan. Namun nama lingkungan tersebut Kalang Ider, " kata Pras.
"Kalang Ider? " tanyaku.
Pras mengangguk sambil meminum kopi yang telah dituangkan di lepek.
mari terus saling mendukung untuk seterusnya 😚🤭🙏
pelan pelan aku baca lagi nanti untuk mengerti dan pahami. 👍
bantu support karyaku juga yuk🐳
mari terus saling mendukung untuk kedepannya