SURAT CINTA DARI BU DOSEN
"Eh mau kemana kamu, Cak? Aku ada bimbingan, katanya mau nunggu sampai aku pulang? Nggak bawa motor loh aku, mau numpang malah ditinggal." Topan menghentikan langkah Cakra yang tiba-tiba beranjak dari sana. Keduanya sedang terduduk di taman belakang gedung hendak menunggu jam kegiatan selanjutnya.
"Aku juga mau bimbingan to. Emangnya kamu doang?"
"Loh udah dapet to dosen pembimbingnya?" tanya Topan terkejut karena sejak kemarin Cakra pusing sendiri memikirkan itu. Bukannya apa, semua dosen pembimbingnya galak-galak bagi Cakra. Baru lihat saja sudah membuatnya tak konsen. Bagaimana mau lancar kalau begini.
Belum lagi diam-diam semua judul skripsi yang ingin ia ajukan di tolak tetapi berharap ingin lulus tahun ini. Apa bukan mimpi itu namanya. Cakra mumet sendiri. Dia juga malu dengan kekasihnya yang baru tiga bulan ini dia pacari. Target tahun ini lulus dan bisa foto bareng dengan Lani.
"Udah dong, aku dapat Pak Narto. Itu loh yang rambutnya pakai wig warna putih semua. Alhamdulillah aku dapat dia. Setau aku dia yang paling slow dari pada yang lainnya."
"Pak Narto uban?" tanya Topan memastikan.
"Iya, keren toh aku dapat dia. Udah tua gampang ditekuk-tekuknya."
"Begitu katamu pakai rambut palsu! Tuir itu!"
"Owh salah Yo aku. Ya sudah ayo! Kamu juga mau bimbingan 'kan? Gas lah! Biar cepat lulus, aku bosen kuliah terus. Mau cepat jadi orang." Cakra melangkah menuju ruangan dosennya dan diikuti oleh Topan.
"La opo sekarang nggak jadi orang? Monyet toh kamu?"
"Kalau kata orang dulu tuh kalau doain gitu. Semoga besok gede jadi orang yo, Le! Mungkin yang diliat demit kali," jawab Cakra asal dan Topan pun menanggapi dengan anggukan. Sama-sama agak lain keduanya.
"Eh tunggu-tunggu!" Topan mencekal tangan Cakra lalu menahan sahabatnya agar lebih dulu menghentikan langkahnya. Menatap ke arah depan dengan kedua mata tak berkedip hingga membuat Cakra bingung sendiri.
"Ada apaan? Matamu sehat? Mendelik-mendelik kayak kemasukan batu kerikil."
"Sstt! Kamu tadi bilang 'kan kalau bimbingan sama Pak Narto? Loh itu bukannya Bu Viola? Keponakannya Pak Narto 'kan?"
"Mana?" tanya Cakra dan diarahkan kepalanya oleh Topan. Agak gemas juga karena Cakra yang melihat kesana kemari padahal ruangan dosen pembimbingnya ada di depan mata.
"Matamu lurus!" sentak Topan geregetan.
"Iya! Lambemu sampe di kupingku panas! Bau lagi, abis makan codot to?" sahut Cakra dan memperhatikan ke arah depan. "Lah iya, apa mungkin aku bakal dapet bimbingan dari dia ya? Alah nggak mungkin! Dia itu dosen baru di sini."
"Tapi dengar-dengar dia itu jenius. Dosen termuda yang aku dengar. Lulusan luar negeri lagi. Umurnya masih 28 tahun."
"Halah ya itu sudah tua namanya. Kalau umur dua puluh sudah menjadi dosen baru aku percaya jadi dosen muda," sahut Cakra. "Kita aja udah 22 tahun."
"Terserah kamu! Capek aku ngomongnya. Ya udah aku ke ruangan sana dulu. Salaman bentar, masuk bareng, lulus bareng!" Topan mengulurkan tangannya lalu menyalami tangan Cakra. Lebih dulu membaca basmallah sebelum keduanya masuk ke ruangan dosen pembimbing masing-masing.
"Selamat siang Pak," ucap Cakra saat melihat Pak Narto duduk dan di sampingnya ada wanita cantik yang tadi dia bicarakan dengan Topan.
"Bimbingan?"
"Iya Pak, kemarin sudah saya ajukan proposalnya," jawab Cakra sopan tetapi dia bingung mengapa Pak Narto memberikan proposal miliknya pada Bu Viola. "Cakra Pambudi kan namanya?"
"Benar Pak," jawab Cakra lagi.
"Duduk dulu! Wis kayak tiang berdiri di situ."
Cakra meringis lalu duduk di hadapan dua orang itu. Dia berpikir tak mungkin jika dosen pembimbingnya ganti. Sudah benar-benar Pak Narto yang sebentar lagi akan pensiun, tapi mengapa harus menghadapi dua orang sekaligus.
"Kamu itu yang ditolak-tolak ya dengan dosen pembimbing sebelumnya? Gimana nggak, masih banyak yang harus kamu revisi begini. Saya saja bacanya pusing sendiri. Kamu nanti dilanjut sama Bu Viola ya. Dapat kamu saya jadi harus pensiun. Migren saya kambuh."
Cakra tercengang mendengar itu. Memangnya sehancur apa proposal yang ia buat. Sepertinya sudah banyak benarnya dari pada salahnya. Rasanya kok mau ngamuk saat dibilang buruk begitu. Cakra melirik Bu Viola dan dia terlihat mencoret bagian-bagian yang salah dan menuliskan sesuatu di sana.
"Loh Pak, Bapak beneran mau pensiun?" tanya Cakra saat melihat Pak Narto beranjak dan rapi ingin ingin pulang.
"La iya, apa saya bohongan." Pak Narto menoleh ke arah Bu Viola dan menepuk pundak beliau. "Lanjutkan ya! Kamu jangan lupa minum obat asam lambung karena menghadapi seperti ini harus memiliki stok sabar yang tinggi."
"Baik Pakdhe, hati-hati di jalan! Salam sama Budhe." Terlihat Bu Viola menyalami tangan Pak Narto. Cakra pun segera beranjak ikut menyalaminya. Sedikit tak rela jika dia mendapatkan dosen pembimbing Bu Viola. Selain belum begitu kenal, dari wajahnya yang jutek membuat Cakra cepat menilai jika dosen yang satu ini sama killer nya dengan yang lain.
Usai salaman, Cakra pun kembali duduk. Dia memperhatikan berkas proposal yang kembali digeser ke hadapannya.
"Gimana Bu?"
"Bisa kamu lihat sendiri!" jawabnya singkat lalu fokus pada pekerjaan yang lainnya. Melihat itu Cakra hanya bisa menarik nafas dalam lalu membuka proposal miliknya. Banyak sekali coretan pulpen merah di sana dan ada satu lipatan kecil kertas putih.
Sejenak Cakra mendongak menatap dosen cantik yang ada di hadapannya kemudian membuka surat tersebut.
"Jadi pacar saya, maka kamu akan wisuda tahun ini. Setelah itu masa depanmu pun saya jamin."
Cakra syok membaca rangkaian kalimat. Yang tertulis di kertas itu. Ini gimana konsepnya, ingin mendapatkan bimbingan tetapi justru diminta menjadi pacar.
"Bu maksudnya apa ya?" tanya Cakra yang kini menatap Bu Viola dengan tatapan penuh tanya. "Ibu nembak saya?"
"Kamu sudah membacanya bukan? Saya hanya minta kerjasamanya saja, maka saya akan membantu kamu."
"Tapi saya sudah punya pacar loh Bu. Ibu mau jadi yang kedua? Kalau mau ya nggak masalah. Saya memang setampan itu Bu, tapi saya mikir lagi. Setia itu penting Bu. Jadi lebih baik saya bersakit-sakit dahulu berenang kemudian."
"Kamu yakin?"
"Iya yakin, setia itu nomor satu," jawab Cakra dengan pedenya.
"Hanya tiga bulan dan itu hanya untuk menjadi pacar kontrak. Jangan terlalu kepedean saya terpesona dengan kamu. Saya butuh kamu ada alasan bukan karena menginginkan. Bagaimana?"
Cakra terdiam memikirkan itu. Tak munafik jika ia juga mau lulus tanpa pusing-pusing. Ujian skripsi lancar tanpa banyak drama. Bisa foto pakai toga bersama ayang.
"Oke! Tiga bulan tanpa ada yang tau dan aman tanpa berita miring di kampus."
"Deal!" Keduanya pun saling bersalaman dengan tujuan yang berbeda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Erna Wati
seru ni lanjut
2024-10-22
0
Ita rahmawati
lucu
2024-10-04
0
Feeza_MCI
waduh Cakra di tinggal kawin Arita malah di tembak sama dosen🤣🤣
2024-08-25
0