Mungkin benar kata pepatah. Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
Cinta memang terkadang hadir tanpa di rencanakan bahkan kita manusia tidak bisa memilih pada siapa kita jatuh cinta. Termasuk pada gadis kecil yang sama sekali tidak pernah ia sangka menjadi akan menjadi jodohnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Menguji keteguhan iman.
Papa Shaleh dan Mama Roro sudah membawa baby Dalu berjalan-jalan menyusuri daerah di sekitar putra mereka menjabat sebagai Danki. Memang tidak begitu jauh sebab baby Dalu pun belum genap satu bulan.
Kini rumah Bang Arbath terasa hening dan begitu sepi. Komandan Kompi serbu itu pun mondar-mandir tidak tenang. Sebelumnya memang ia akui jika dirinya begitu berhasrat setiap berdekatan dengan Dindra namun saat Papanya seakan 'memberi lampu hijau' untuk berbuat 'celaka', seketika itu juga nyalinya menciut. Jelas hati dan pikirannya berperang hebat sebab hal ini sudah menjadi urusan nya dengan Yang Diatas.
Tepat saat itu Dindra keluar dari kamar namun seperti biasa saat melihat Bang Arbath, Dindra langsung kembali menutup pintu kamar.
Sebelum pintu tersebut tertutup rapat, Bang Arbath mencoba menghalangi namun naas tangannya tak sengaja terjepit.
"Aawwhhh.. Sakiit Diiin..!!! Kenapa sih kamu selalu menghindar dari saya????" Kata Bang Arbath mengibaskan tangan kanan nya yang sempat terjepit pintu.
"Urus saja sahabat Om itu, prihatin lah dengan keadaannya..!! Tidak usah hiraukan Dindra..!!" Pekik Dindra selalu naik darah setiap membahas tentang Bang Farial.
"Dindraaa.. dengarkan saya dulu..!!!"
"Nggak.. nggak mau, Dindra mau pulang ke rumah Papa..!!" Pekik Dindra selalu mengancam pulang ke rumah Papanya jika sedang marah dengan Bang Arbath.
"Dindraaa..!!!!"
"Nggak maauuuuuu... Dindra nggak mau menikah sama orang yang masih punya perhatian dengan masa lalu Dindraa..!!!!" Tak hentinya Dindra bernada suara tinggi.
"Dindraaaaaa... Cukuuuupppp..!!!!!!!" Bentak Bang Arbath pada akhirnya. "Menurut lah apa kata saya..!!!!"
Dindra terkejut mendengar bentakan yang selama ini tidak pernah ia dengar. "Om.. bentak Dindra???" Tanyanya dengan wajah syok.
"Saya tidak pernah ingin membentakmu, tapi tolong hargai keberadaan saya di rumah ini. Saya tau kamu benci dengan Rial, tapi kamu tidak bisa mengubah kenyataan bahwa Rial adalah ayah biologis dari Dalu...!!!!!"
Dindra menunduk histeris. Matanya berkaca-kaca menahan perasaan tak karuan dalam hatinya.
"Om Ar, jahaat..!!"
"Dindraa.. sayangkuuu, saya tidak bermaksud begitu..!!" Bang Arbath mulai kelabakan melihat lelehan air mata Dindra. Bang Arbath mendekati Dindra namun Dindra berkali-kali menepisnya. "Sayaaang..!!!"
"Dindraa benci Om Ar..!!"
"Iyaa.. iyaaa.. Om Ar yang jahat, Om Ar nggak ngerti perasaan Dindra. Maaf ya sayang..!!" Ucapnya lembut sembari berusaha menenangkan Dindra.
Tangan Dindra masih mengibas kesana sini sampai akhirnya Bang Arbath menangkap kedua tangan Dindra dan memeluknya. "Ada apa Dindraaa?? Kenapa kamu jadi seperti ini???"
"Abang tidak tau sakitnya di khianati apalagi saat kita tidak bisa menjelaskan hal yang sebenarnya, saat kita sedang cinta-cintanya dengan pasangan kita. Dindra hamil sendirian....... Kenapa malah Om Ar yang mengisi hidup Dindra??? Yang menggantikan peran Bang Rial menjadi suami Dindra??" Teriaknya dalam pelukan Bang Arbath.
"Saya pun pernah merasakannya, saat cinta-cintanya. Saat berharap hanya saya yang menjadi sandaran hidupnya.. ternyata dia bersandar pada dada pria lain. Saya melihatnya beradu mesra dengan pria lain dan merintih puas di dalam kamar yang saya pakai sholat setiap hari. Taukah kau hancur dan sakitnya hati saya saat itu???" Ucap Bang Arbath terasa berat tercekat namun ia pun ingin Dindra segera pulih dari keterpurukan hatinya. "Semua sudah saya ikhlaskan. Saya membesarkan hati, memukul diri saya sendiri agar selalu bisa bersandar bahwa dia bukanlah yang terbaik bagi saya. Saya tau hatimu sangat sakit, tapi kita juga berhak memiliki kehidupan yang baru. Tinggalkan semua sakit yang ada.. karena kita sudah punya obatnya..!!" Refleks Bang Arbath mengecup kening Dindra.
Dindra mendongak dan menatap kedua bola mata Bang Arbath. Tatapan Dindra seakan membius perasaan Bang Arbath. Tangan Bang Arbath perlahan menutup pintu kamar lalu menyambar bibir manis Dindra. Bibir manis bersemu merah jambu.
Sekuat-kuatnya Bang Arbath menahan diri, pikiran dan hatinya berperang hebat. Lama tidak berdekatan dengan seorang wanita membuat perasaannya tak karuan. Batinnya gelisah merasakan hasratnya sebagai seorang pria begitu membuatnya tertekan.
"Om Ar mau apa?" Gumam Dindra ikut gelisah. Ada rindu namun sekaligus takut ia rasakan.
"Kita sudah sama-sama dewasa. Tentu kamu paham maksud saya.!!" Kata Bang Arbath.
"Tapi kita belum nikah, Om."
Bang Arbath hanya bisa memercing menahan rasa saat dirinya kini 'terjepit' masalah besar.
"Saya nggak minta macam-macam. Hanya nyerempet saja..!!" Bujuk Bang Arbath, tangannya sudah meraba dua buah kelapa hijau.
"Jangan Om..!!!"
"Kenapa? Nama Dindra sudah resmi jadi istri saya sekarang..!!" Kata Bang Arbath terus mengejar Dindra.
"Nanti Om Ar lari kalau ada apa-apa."
"Nggak akan, saya bukan Rial yang lari dari tanggung jawab." Jawab Bang Arbath, nafasnya sudah terdengar begitu berat.
Dindra menyingkirkan tangan Bang Arbath dengan rasa takutnya apalagi Bang Arbath masih belum mau melepaskannya.
.
.
.
.