Semua KARENA Kamu

Akhir pekan, adalah hari yang sangat dinantikan oleh para penggila kerja. Karena dihari itu, akan banyak moment yang dilewati mereka dengan orang orang tercinta.

Seperti Abra dan Irena, yang kembali berkencan. Sementara Okan masih termenung menyediri diapartemen, setelah Windi pergi ketoko bunganya.

Kalau keluarga Abimana dan Pamungkas, mereka tentu sedang mencemaskan Okan. Mereka juga masih memikirkan langkah apa yang harus diambil untuk masalah cinta Okan kepada Esra.

Sedangkan Esra, wanita itu sudah bersibuk diKafe & Resto. Ya, pelarian Esra adalah dapur. Memasak, berkreasi dengan berbagai macam bahan makanan dan minuman. Hanya itu yang bisa membuat mood Esra kembali, dan semua fikiran yang menyesakkan bisa sejenak teralihkan.

Okan teringat lagi ucapan Irena, ia langsung meraih jaket serta kunci mobil, dan bergegas pergi ketempat dimana Esra berada.

Tanpa memperdulikan sekitar, Okan langsung mencekal tangan Esra yang sedang menata cake kelemari kaca, dan membawa wanita itu keruang kerjanya.

"Kakak..!!" pekik Esra terkejut.

Okan menutup pintu lalu menguncinya, setelah ia dan Esra berada didalam ruangan. Okan juga menghimpit tubuh Esra kedinding, jarak yang amat dekat dan intim, membuat Esra menelan ludahnya dengan susah payah.

"Loe udah tau kan sekarang siapa yang dihati gue, siapa yang gue mau, cuma elo Ra..!" lirih Okan menatap sendu wajah Esra.

"Kak, ak-----

Belum sempat menyelesaikan ucapanya, bibir Esra sudah dibungkam secara paksa oleh Okan. Mata Esra membola, ia meronta berusaha melepaskan kungkungan Okan. Tapi percuma, Okan semakin mengeratkan cekalannya.

"Kak..!!" ucap Esra setelah ciuman Okan terlepas.

"Gue mau elo, gue cinta banget sama loe." bisik Okan ditelinga Esra.

"Kak jangan kaya gini..!" dengan suara yang terbata bata, Esra mencoba kembali melepaskan diri. Hembusan nafas Okan yang menerpa area telinga serta lehernya, membuat wanita itu meremang.

"Gue mau loe Ra, gue mohon kasih kesempatan gue untuk memiliki loe. Gue enggak bisa tanpa elo Ra...!" ucap lemah Okan menatap Esra seraya menyusuri wajah Esra dengan jarinya.

Esra semakin meremang, rengkuhan tangan Okan disalah satu tangannya juga semakin erat.

"Ra...!" lirih Okan menyatukan keningnya dengan Esra, tetap masih membelai lembut wajah dan bibir Esra dengan jari jarinya.

"Kakak..!" suara merdu Esra keluarkan. Tanpa sadar mata wanita itu terpejam dengan bibir yang sedikit terbuka, semua karena sentuhan Okan diwajah hingga lehernya.

Bahkan tangan Esra yang berada dipundak Okan, seketika bereaksi, meremas perlahan bahu kokoh pria itu.

Okan pun terbuai, ia terbawa suasana sendu berselimut kabut hasrat. Okan mempertemukan bibirnya dan Esra, lalu mulai bergerak perlahan. Satu tangannya juga sudah bergerak menyusuri setiap inci lekuk tubuh Esra.

Okan langsung melesatkan lidahnya kala Esra membalas ciumannya. Pergulatan bibir disertai lidah pun mereka lakoni. Okan bahkan semakin berani memberi remasan dibagian tertentu tubuh Esra.

Okan menurunkan tali spageti baju Esra yang berbalut beleser. Bagian pundak beleser itu juga Okan turunkan.

"Kak..!" erangan lirih Esra saat satu area dadanya diremas bersama kecupan disekitar leher hingga kedada bagian atas.

"Kak stop...!" ucap Esra mencekal tangan Okan yang menelusup masuk meraih satu bukit putih sebersih salju.

Okan tak bergeming, ia malah kembali membenamkan ciuman kebibir Esra dan bergerak memaikan ujung bukit pemilik hatinya itu.

Esra mendesah ditengah ciuman Okan, tubuhnya semakin meremang, tangannya yang berada ditubuh Okan sudah mencengkeram, meremas menyalurkan rasa yang ia terima.

"Ra...!" lirih Okan dengan nafas memburu. Kabut nafsu kian menebal, melihat tampilan kulit putih bersih bagian Atas Ersa yang terekspos. Ditambah dengan dada Esra yang naik turun karena nafasnya tersengal, semakin terlihat menggairahkan.

"Ah..!" pekik Esra saat kembali Okan bermain main dipuncak gunung bersaljunya. Dan semakin merancu tak karuan, kala bibir dan lidah Okan bermain main disana.

Okan membawa tubuh Esra kesofa diruangan itu, tanpa melepas cumbuannya. Aksi Okan semakin liar setelah ia berhasil menindih Esra.

"Kakak stop, please kak...!" jerit Esra berusaha mendorong Okan yang semakin tidak terkendali.

"Gue mau loe, gue mau loe hamil anak gue biar gue bisa memiliki loe." ucapan gila Okan.

Esra menganga sempurna, ia semakin berontak. "Jangan buat aku jadi benci sama kakak, stop kak...!"

"Terserah, yang penting elo jadi milik gue." balas Okan tegas.

Seperti orang yang kehilangan kewarasan, Okan malah menanggalkan kain penutup area bawah tubuh Esra.

"Kakak jangan begini, aku mohon kak. Jangan buat aku kecewa, inget papa sama mama kak..!" ucap Esra bergetar menangis "KAKAK STOP...!"

Okan membeku, matanya langsung teralihkan kewajah Esra yang sudah diwarnai lelehan airmata. Ia menelan salivanya dengan berat.

"Kak...!" lirih Esra terisak.

Okan mengepalkan tangannya erat "brengsek...!" umpatnya memukul sandaran sofa kemudian bangkit dari atas tubuh Esra.

Tangis Esra langsung pecah, sementara okan berdiri frustasi, mengusap wajahnya kasar lalu berkancah pinggang berusaha menetralkan emosinya.

Okan bergerak menghampiri Esra, usai tersadar karena isak tangis wanita itu. Ia membantu Esra duduk, membenarkan tatanan baju wanita itu, melepas jaketnya guna menutupi paha Esra yang terbuka karena hari ini wanita itu mengenakan dress payung sebatas lutut.

"Maaf Ra, maaf sayang...!" lirih Okan memeluk erat Esra.

Tangis Esra tergugu didalam pelukan Okan. "Pergi dari sini kak..!" lirihnya kemudian.

"Iya gue pergi, tapi loe stop nangisnya. Maafin gue Ra, maaf...!" jawab Okan melerai pelukannya lalu menghapus airmata dipipi Esra.

Cukup lama Esra baru bisa menghentikan tangisnya dengan Okan yang tetap betah memandangi wajahnya.

"Gue harap suatu hari nanti loe mau terima gue dan hidup bahagia sama gue. Akan selalu gue tunggu saat itu Ra..!"

Esra hanya diam menanggapi ucapan itu.

"Gue cinta banget sama loe, maafin gue. Gue menunggu hari dimana loe mau menerima gue Ra..!"

Imbuh Okan sebelum akhirnya ia bangkit berdiri dan pergi meninggalkan Esra yang menatapnya dengan tatapan sejuta arti.