Yaya_ gadis ceria dengan sejuta rahasia.
Ia selalu mengejar Gavin di sekolah,
tapi Gavin sangat dingin padanya.
Semua orang di sekolah mengenalnya sebagai gadis tidak tahu malu yang terus mengemis-ngemis cinta pada Gavin. Namun mereka tidak tahu kalau sebenarnya itu hanya topengnya untuk menutupi segala kepahitan dalam hidupnya.
Ketika dokter Laska memvonisnya kanker otak, semuanya memburuk.
Apakah Yaya akan terus bertahan hidup dengan semua masalah yang ia hadapi?
Bagaimana kalau Gavin ternyata
menyukainya juga tapi terlambat mengatakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Kecurigaan Savaro membuat Yaya mengerjap-ngerjapkan mata menatap cowok itu terheran-heran. Dia bingung maksud cowok itu apa. Tiba-tiba ia lupa sesaat kalau cowok didepannya ini menakutkan.
"Aku emang nyari kakak buat bayar utang. Aku nggak tahu kakak itu kelas berapa, tadi tuh aku nyari ke seluruh kelas sepuluh tapi nggak ketemu-ketemu, terus aku nyari di seluruh kelas sebelas hampir nggak ketemu-ketemu juga. Aku hampir nyerah karena udah capek nyari, tapi pas berhenti di kelas paling ujung areanya kelas sebelas aku tiba-tiba liat kakak lagi duduk di sudut kelas bareng kakak kelas yang lain. Aku lega banget pas nemu, karena aku bisa bayarin utang aku secepatnya."
jelas gadis itu panjang lebar.
Giliran Savaro yang takjub mendengarnya. Ia mencondongkan wajahnya ke bawah, menyamakan posisinya dengan tinggi badan gadis itu. Matanya terus menatapnya dalam-dalam mencari kebohongan, ia masih yakin gadis itu sedang berbohong. Pasti nih cewek udah susun strateginya. Batinnya terus menatap makhluk didepannya.
Tapi semakin lama ia menatap gadis itu, dirinya mulai ragu. Ia tidak menemukan kebohongan di mata gadis itu. Ia jelas tahu arti tatapan itu, tatapan polos dan penuh kebingungan. Bahkan sikap takut yang ditunjukkan gadis itu tadi kini berubah menjadi rasa bingung seolah ia lupa rasa takutnya pada cowok itu. Menarik, batin Savaro.
"Bukannya lo nggak punya duit?" selidik cowok itu lagi. Ia masih ingat jelas kalau tadi pagi nih cewek bilang tidak punya uang.
"Aku minjem temen barusan. Hehe."
jawab Yaya polos sambil cengengesan. Lagi-lagi tingkahnya membuat cowok didepannya ini tercengang.
Savaro sungguh ingin menertawai tingkah lucu gadis itu tapi ditahannya. Ia tidak mau citranya sebagai cowok galak dan ditakuti satu sekolahan itu jatuh didepan gadis mungil ini.
Tunggu, minjem? Nih cewek minjem duit sama temannya buat bayar utang ke dia? Huh! Yang benar saja.
"Lo segitunya pengen bayar utang ke gue sampe ngutang ke orang lain? Hah." Savaro mencibir. Benar-benar bodoh. Katanya dalam hati.
"Habisnya, mendingan ngutang ke temen nggak bakal diapa-apain daripada nggak ganti rugi bukunya kakak, bisa-bisa gigi aku dirontokin semua. Hiih..."
ungkap Yaya lebih kedirinya sendiri dan langsung merinding karena mikirin giginya yang bakal dirontokin sama kakak kelas didepannya ini kalau sampai ia tidak ganti rugi buku yang dia rusakin.
Dahi Savaro berkerut samar. Ia teringat ancaman sarkasnya tadi pagi. Ohh... Jadi nih cewek bela-belain nyari dia dan bayar utang itu supaya giginya tidak di rontokin?
Savaro tertawa dalam hati. Setakut itukah cewek ini sama ancamannya? Tiba-tiba terbersit pikiran jahil di otaknya. Ia menyeringai menatap Yaya.
"Gimana dong, buku yang lo rusakin itu harganya lebih dari tiga ratus ribu. Berarti gigi lo belum selamat." kata Savaro menakut-nakuti. Dalam hati ia tertawa senang. Asyik juga godain cewek yang masih polos begini.
Mata Yaya langsung membulat besar mendengar perkataan Savaro. Hatinya kembali gusar.
"Aduh gimana ya. Uang aku tinggal segini. Ini pun sisa uang yang dikasih papa buat jajan aku seminggu ini."
Yaya mengeluarkan beberapa lembar uang yang sudah tidak sampai lima puluh ribuan dan disodorkan ke cowok didepannya itu dengan kedua tangannya. Biar deh dia relain jajannya ke cowok itu, daripada nanti giginya yang korban.
Savaro menatap Yaya dan uang yang disodorkannya itu bergantian. Ia ingin tertawa melihat ekspresi takut yang ditunjukkan gadis itu tapi tidak jadi ketika mendengar kalau itu adalah uang jajannya selama seminggu.
Alis cowok itu terangkat. Yang bener aja, masa uang jajannya segitu doang selama seminggu. Untuk ukuran siswi yang sekolah di sekolah terkenal ini, itu sedikit tidak masuk akal. Pasalnya hampir semua pelajar di sekolah ini berasal dari latar belakang orang kaya.
"Lo anak beasiswa?" tanyanya refleks tapi ia malah keheranan karena cewek itu tiba-tiba tertawa kencang.
"Nggak mungkinlah, di kelas aja aku peringkat akhir, masa iya anak beasiswa." jawab Yaya merasa lucu.
Savaro mendengus pelan, cewek aneh. Tapi ia merasa penasaran sama nih cewek. Cowok itu mau ngomong lagi tapi terhenti karena ponsel cewek itu berbunyi.
"Siapa nih?" tanya Yaya setelah menempelkan hpnya ditelinga. Itu nomor baru jadi ia tidak tahu siapa.
"Lo dimana?" tanya seseorang diseberang dengan suara datarnya. Alis Yaya terangkat. Ia seperti pernah mendengar suara itu tapi dimana ya? Ia mulai berpikir mengingat-ingat. Tak lama kemudian wajahnya berubah ceria.
"Gavin yah?" serunya melompat senang.
"Balik kelas sekarang, gue nggak mau kelompok kita kena hukum karena lo bolos."
Yaya berpikir-pikir lalu mengingat ia punya tugas kelompok pelajaran matematika bareng Gavin dan Bintang juga beberapa teman sekelas lainnya yang ia tidak tahu nama mereka.
"Oh iya-iya aku lupa." gadis itu menepuk kepalanya sendiri.
"Oke aku ke sana sekarang ya. Gavin aku..,"
Sebelum gadis itu melanjutkan kalimatnya Gavin sudah memutuskan kontak sepihak membuatnya berubah cemberut. Tingkahnya itu tak luput dari pengamatan Savaro yang masih berdiri didepannya. Gadis itu menatapnya balik.
"Kak, maaf banget ya tapi aku harus masuk kelas sekarang. Nih uangnya nanti aku tambahin ya."
Gadis itu menyodorkan dua lembar uang ke Savaro lalu bergegas pergi. Cowok itu menatap kepergiannya dengan ekspresi tidak terbaca. Sekali lagi Savaro mencatat di otaknya kalau gadis itu adalah gadis teraneh yang pernah ditemuinya.
***
Yaya berhenti sebentar didepan kelasnya, menenangkan jantungnya yang masih ngos-ngosan akibat berlari lalu masuk kelas. Ia berjalan cepat ke arah bangku Gavin yang sudah ramai dipenuhi beberapa teman kelasnya yang sekelompok dengan mereka.
"Gavin!" seru Yaya semangat. Beberapa teman sekelasnya yang lain menatapnya jengah.
"Aduh, gue sih seneng sekelompok sama Gavin, tapi kenapa harus sekelompok sama cewek bego ini juga sih, bikin bad mood aja." cibir cewek yang bernama Yasmin. Cewek disampingnya mengangguk setuju.
"Cih." Yaya berdecih.
Bodoh amat sama mereka. Pandangannya balik fokus ke Gavin yang sedang menatapnya dari atas kebawah memperhatikan penampilan gadis itu dengan alis terangkat. Rambutnya berantakan dan seragamnya awut-awutan, tadi pagi juga ia sempat perhatikan kemeja cewek itu yang tampak basah dan menguning tapi pasti itu karena kecerobohannya sendiri. Mungkin ia habis minum jus dikantin dan tidak sengaja mengenai seragamnya hingga basah. Tapi bagaimana dengan sekarang? Darimana saja gadis ini dan apa yang dilakukannya selama jam istirahat tadi sampai gayanya berantakan gini?
"Heh, lo liat tuh gaya lo dekil banget, bau lagi, nggak malu apa deket-deket sama Gavin. Sampe nempel-nempel segala, iuwww. Nggak liat apa Gavin natap lo jijik gitu."
Hina Clara dengan raut wajah jijik, tuh cewek yang duduk di sebelah Yasmin tadi. Kedua cewek itu saling berpandangan senang. Yaya memasang raut wajah sebalnya merasa tidak terima di hina sama dua cewek full makeup itu. Gayanya memang berantakan sekarang, tapi dia tidak bau juga kali.
Di sisi lain, Gavin melemparkan tatapan tajamnya ke cewek-cewek itu. Ia tidak suka mendengar mereka menghina orang apalagi sampai membawa-bawa namanya. Padahal maksudnya melihat Yaya murni karena rasa penasarannya. Karena tidak biasanya gadis itu bertingkah aneh seperti hari ini.
Walaupun cowok itu sering jengkel di kejar-kejar dan ditempelin terus setiap hari sama Yaya, tapi jujur saja ia lebih terbiasa begitu, daripada harus melihat cewek itu bertingkah aneh dengan dunianya sendiri.