Di universitas ada seorang gadis yang nampak sangat misterius. Penampilannya amat persis seperti kutu buku, dengan kacamata tebal, baju sederhana, buku yang selalu dalam genggaman. Bahkan cara berjalannya pun nampak begitu sangat lamban, sampai-sampai kerap kali jadi bahan tertawaan bagi orang sekitar
Beberapa orangpun mulai berani melakukan pembullyan terhadap sang gadis, namun nahas. Tak lama setelah perundingan tersebut, tersebar kabar jika pelaku pembullyan di temukan dalam keadaan mencengangkan. Tubuh mereka di penuhi luka hingga membuat ngeri bagi siapapun yang melihatnya. Mereka juga pernah sekali di temukan dalam keadaan tidak bernyawa di gedung belakang universitas. Berita panas itu menyebar begitu cepat memenuhi artikel kampus. Tak ada yang tahu, siapa sebenarnya sang Gadis? Benarkah dia pelaku tersembunyi itu ataukah ada oranglain yang membantu di belakang sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tu es belle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan sang Daddy
PLAK
suara tamparan menggema sangat nyaring dalam ruang tamu kediaman Benedict.
Yang di tampar mendongak, menatap sang Ayah yang menampilkan wajah kecewa. Jemari Aslan menunjuk wajah putra sulungnya seraya berkata dengan suara sarat akan emosi
"Dimana otakmu kau gunakan? Tidakkah kau malu akan tingkahmu seperti iblis?"
Dia adalah Arnawama Lev Benedict.
Tangan Arna mengelus pipi bekas tamparan sang Ayah, kemudian dia menegakkan badan. Tinggi mereka terlihat sama, meskipun Ayahnya tidak lagi muda. Matanya menatap seseorang yang tengah berdiri di belakang sana, itu Ibunya, Alena. Dengan mata yang sudah beriak memandang ke arahnya
Dalam hati beribu kata maaf terucap saat melihat air mata kecewa sang Ibu, lalu Arna mengalihkan pandangan pada sang Ayah yang masih menunjuk wajahnya
"Maaf Dad, aku nggak ber--"
PLAK.... belum sempat ia membela diri pukulan kedua sudah melayang kembali di pipi Arna, perih, panas, bahkan Arna merasa tulangnya retak
Bukan hanya kuat pukulan itu, tapi tangan siapa yang memukulnya
Alena merasa geram, anak sulung yang dia besarkan dengan kasih sayang, cinta, kelembutan, serta keutuhan keluarga malah berbuat tidak pantas
Aslan menarik pelan bahu istrinya, suaranya sangat lembut ketika berkata "Tenangkan dirimu Sunshine, kesehatanmu akan menurun"
terdengar tarikan nafas sang istri, keduanya pergi meninggalkan anak sulung mereka tanpa berniat untuk mendengarkan alasan apapun.
Di sisi Arna, pria itu mengepalkan tangan erat. Rahangnya mengerat, entah informasi dari mana sampai Ayahnya bisa membongkar semua kebusukan yang dia lakukan selama ini. Sudah sangat rapi, tapi kenapa bisa ketahuan. Batin Arna
Arna mendongak, menatap langit langit berhiaskan lampu gantung mewah berhias kristal, masih jelas dalam ingatan pria itu kejadian siang tadi sebelum dia di panggil untuk pulang kerumah utama Benedict
🦇🦇🦇🦇🦇
"tok.. tokk...
Ariella dengan malas berjalan kearah pintu kontrakan, dia sudah hapal ketukan menggebu siapa ini
ketika membuka pintu, Ariella menghela nafas. Dalam hati membenarkan tebakannya
"Arieeeee....." pekik Alana seraya memeluk sahabatnya dengan menggoyangkan tubuh keduanya
Ariella menepuk bahu Alana, melerai pelukan mereka "Sudah, Ayo masuk dulu. Malu di lihat penghuni kostan" ujar Ariella menarik lengan Alana masuk kemudian mengunci pintu
Alana menghempaskan tubuh di atas kasur, sudah seperti rumahnya sendiri batin Ariella, dia tersenyum melihat sahabatnya
Alana menepuk sisi sebelahnya, gadis itu sudah duduk. Dia menyodorkan bingkisan putih "Buat kamu, dari aku yang manis" katanya berbangga diri
"Dih, sok cantik lue" ujar Ariella menerima bingkisan, setelah meletakkan dia atas nakas dekat lemari baju Ariella balik mendekati Alana
"Kapan balik? kenapa gak bilang? Terus abang tau kamu pulang kemari?"
Ariella diam, menoleh sejenak pada Alana lalu berdiri. Dia membuka kulkas, mengambil dua botol air mineral
"Nih, minum dulu. Ngoceh terus, nggak capek apa?"
Alana menerima botol minum itu, usai menenggak setengah isinya gadis kembali meneror Ariella dengan pertanyaan yang sama
"JAWAB!!!" Kata Alana lagi
"sebenarnya, gue kabur"
Mata Alana membola, detik berikutnya dia berkata "emang Abang nyiksa kamu, kenapa sampai kabur?"
Ariella menggeleng pelan "Abang kamu sangat baik, malah aku yang berpikir seperti anak kecil. Gue nggak betah disana" ujarnya sambil menunduk
Alana mengernyit heran
"Maaf Al, gue beneran minta maaf--"
"stop" Alana menempelkan jari telunjuk pada bibir Ariella
lalu, Alana melanjutkan perkataan sambil terkekeh kecil "aku faham kamu gak mungkin betah di sana, secara abang Arna itu sedingin es kutub"
syukurlah, anak ini tidak berpikir terlalu jauh batin Ariella, ikut tertawa kecil mendengar ujaran Alana
penasaran bngt...