Percintaan antara gadis konglomerat dari ibu kota dengan pria miskin pinggir desa. Hidup di daerah yang memandang kasta dan mengelompokkan orang sesuai kekayaan yang mereka punya, bagaimana kah mereka berdua akan bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29.Impian Pertama.
Altaros, daerah terpencil bagian paling Timur.
Sekitar mampir dua jaman mereka mengendari mobil Jeep dari ibu kota, akhirnya mereka berdua sampai di kawasan desa Altaros tepat jam 9 pagi. Saat ini, dua orang itu tengah menepi di pinggir jalan yang sepi. Bahkan mereka berdua sudah turun dari mobil dan sedang berdiri di tepian jalan.
Fahmi mengedikkan kepalanya bertanya dengan hanya menggunakan gestur tubuhnya. Setelah dia mendapatkan tatapan mata kebingungan dari Lily, barulah dia kembali melihat ke arah sekitar yang dipenuhi oleh pepohonan-pepohonan rimbun.
"Mau sejauh apa pun kita memandang, tempat ini tetap saja sepi, Lily. Tidak ada pengunjung atau orang-orang di sini." ujar Fahmi saat menelisik sekitar dan hanya mendapatkan sebuah kicauan burung liar yang mungkin bertengger di dahan-dahan pohon yang banyak.
Sekali lagi aku katakan, di kawasan timur provinsi Costagon memang masih alami. Pedesaan asri dan hutan-hutan yang masih mengembuskan udara yang segar. Jadi, wajah burung-burung masih punya banyak populasi di sini.
Lily yang mendengar tutur kata Fahmi yang terdengar mengganggu dan masih meremehkan informasi dari pembantu kesayangannya, terlihat bergerak menepuk pundak laki-laki itu hingga menoleh untuk melihat ke arah dirinya.
"Kenapa?" tanya Fahmi yang melihat raut wajah cantik Lily terlihat kesal.
Lily yang mendengar pertanyaan dengan raut wajah yang dibuat biasa saja semakin kesal. Dia dengan raut wajah yang marah melakukan sebuah isyarat tangan, "Beneran kok. Kata Alice kita hanya harus masuk ke dalam hutan, lalu berjalan ke timur untuk mencapai tempat itu."
Fahmi membuat raut wajah datar. Soalnya isyarat tangan itu sudah dari tadi dia dapatkan dan Lily ternyata kembali melakukannya, "Iya, tapi mobilnya kita parkir di mana?" tanyanya dengan tanpa ekspresi.
Nah, itulah alasan mereka berdua berdiri diam terlalu lama di tempat itu. tempat parkir, di daerah yang dikelilingi hutan belantara ini, mereka tidak menemukan sebuah tempat parkir seperti di tempat wisata kebanyakan. Meninggalkan mobil itu Fahmi tidak mau. Masalahnya itu bukanlah mobil pribadinya, tapi menyewanya di rental penyewaan yang ada di ibu kota. Jika sampai mobil itu hilang, dia bisa-bisa dimintai ganti rugi yang tidak ngotak jumlahnya. Saat menyewanya saja Fahmi mengeluarkan hampir 10.000 zero.
"Kita tinggalkan saja mobilnya di sini." Lily membuat isyarat tangan dengan pelan, tapi itu langsung bisa membuat Fahmi melongo. Tidak, mana mau dia meninggalkan kendaraan orang di tempat yang sepi begini.
"Gila kamu ya? Ini tempat terpencil, Lily. Bagaimana nanti kalau ...."
Fahmi tidak melanjutkan kata-katanya lantaran melihat wajah Lily yang tiba-tiba murung. Dia tidak suka melihat itu. Jujur saja, murungnya Lily entah kenapa bisa membuat hatinya merasa tidak enak serta dia juga tidak suka dengan itu. Fahmi hanya senang saat Lily membuka mulutnya untuk tawanya, walaupun tidak ada suara yang keluar. Laki-laki itu tidak peduli dengan suara si perempuan yang tidak ada, dia senang saat melihat ekspresi bahagia Lily keluar.
"Apa tempat ini aman?" tanyanya dan itu berhasil membuat Lily yang tadinya menunduk murung, langsung mendongak untuk menatapnya dengan ceria. Dua orang yang terlihat berpakaian senada itu saat ini saling menatap satu sama lain, "kamu bisa menjamin itu, 'kan?" tanyanya lagi mencoba memastikan hatinya yang masih berat untuk melepas mobil ini di sini.
Lily mengangguk kepalanya dengan gerak yang mantap. Sorot mata hazel miliknya terlihat ingin mengatakan "Aku jamin itu".
"Baiklah, kalau begitu kita masuk ke hutan sekarang. Tapi, aku peringatkan satu hal. Jangan coba-coba pergi jauh dariku. Soalnya hutan ini masih banyak binatang buasnya," peringatan Fahmi dengan sorot mata yang benar-benar terlihat memperingatkan.
Lily dengan wajah yang antusias terlihat menganggukkan kepalanya. Dia bahkan sampai mengacungkan jari jempolnya untuk menjawab peringatan itu. Sesaat Fahmi yang melihat itu terlihat membentuk seutas senyum tipis.
"Silahkan, kamu jalan masuk duluan," ujar Fahmi sembari menunjuk ke arah samping, tepat ke arah semak belukar yang menutupi pembatas antara area hutan dan jalan.
Lily menganggukkan kepalanya. Dia terlihat berjalan lebih dulu. Kedua tangan wanita itu terlihat menyingkirkan semak belukar yang menghalangi jalannya. Sementara Fahmi, laki-laki berkemeja ungu pudar itu, terlihat bergerak membuka bajunya, lalu dia mengikat lengan panjang pakaian itu di pinggangnya. Alhasil, Fahmi saat ini hanya menggunakan singlet warna hitam, membuat kulit ototnya yang liat terekspos.
"Jalanan santai saja, Lily!" peringat Fahmi lagi sembari berlari karena ternyata gadis itu sudah meninggalkannya cukup jauh.
Altaros, bagian dalam hutan
Lily menghentikan kakinya yang berlari, lalu menoleh ke arah Fahmi yang masih mengejarnya di belakang. Sungguh, ternyata wanita 20 tahun itu sangat-sangat lincah. Saat ini dia terlihat seperti bukan gadis pendiam yang hobinya selalu diam dan berwajah murung. Air mukanya sedari tidak pernah berhenti memancarkan kebahagiaan. Saat ini jantungnya sedang berdetak sangat cepat.
Dia terlihat mengedikkan kepalanya diikuti oleh gerakan tangannya yang seperti memanggil Fahmi, "Cepatlah, Fahmi. Suara air terjunnya sudah mulai kedengaran!" kata wanita itu dengan menggunakan isyarat tangan yang cepat.
Fahmi yang mendengar itu jelas tidak mengerti. Dia berdiam diri hanya untuk memindai dan menikmati raut wajah Lily saja. Kelelahan? Jelas tidak, Fahmi sebenarnya bisa saja menyalip wanita itu, tapi dia tidak ingin melakukannya karena mengawasi dari belakang jauh lebih leluasa. Pikirnya, biarlah Lily terlihat semakin antusias.
Di sisi Lily, dia yang masih menggunakan tas besar khas orang yang naik bukit, kembali bergerak dengan sangat lincah. Fahmi yang melihat itu tertawa kecil, lalu kemudian kembali mengejar si wanita.
Sudah cukup lama mereka berjalan-jalan di hutan, tapi Fahmi belum ada satupun melihat macan kumbang ataupun harimau yang melintas. Maksudnya, dia bukan bermaksud untuk meminta hewan-hewan ganas itu muncul. Hanya saja dia merasa aneh saja, tapi biar begitu dia juga merasa tenang karena perjalanan mereka menuju air terjun tidak mendapatkan gangguan.
Altaros, kawasan hutan paling dalam.
"Perhatikan langkahmu, Lily! Hati-hati!" teriak Fahmi saat melihat Lily yang tadinya berjalan cepat, terlihat mulai berlarian. Mau tidak mau, dia yang tadi hanya mengikuti dengan berjalan santai di belakang, terlihat ikut berlari kecil.
Di tengah-tengah hutan yang sepi dan dipenuhi pepohonan ini, suara air yang jatuh dan air yang mengalir semakin jelas di indera pendengaran Fahmi dan Lily. Posisi dua orang itu masih terlihat berjarak. Lily masih terlihat berlari di depan Fahmi, dan laki-laki itu masih terus mengawasi dari belakang.
Sementara di sisi Lily, wanita itu terlihat berhenti berlarian. Peluh sudah bercucuran di keningnya, pun raut wajah letih sudah terlihat jelas di wajahnya. Akan tetapi, itu tidak membuat semangatnya memudar. Saat ini, tepat di depan matanya, mimpi pertamanya akan dia dapatkan. Disaat mengingat itu, entah kenapa Lily menjadi tambah bersemangat.
"Ayo, kamu tidak selemah ini, Lily. Kamu itu wanita ku-"
"Ayo, aku bantu berlari. Air terjunnya seperti sudah dekat. Mimpi pertamamu akan segera kamu dapatkan, teman." Tiba-tiba Fahmi muncul dan langsung menyeret Lily untuk kembali berlari.
Mereka berdua saat ini sudah terlihat berlari beriringan. Tujuan mereka adalah sesuatu yang ada di balik semak belukar yang ada di depan mereka.