Kael Draxon, penguasa dunia bawah yang ditakuti dan dihormati pada masa nya. Namun, di puncak kekuasaan nya, Kael Draxon di khianati oleh teman kepercayaan nya sendiri, Lucien.
Di ujung kematian nya, Kael bersumpah akan kembali untuk balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon asep sigma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nexus Core
Ronan Lucien duduk di kursi kulit hitam di belakang meja besar yang mengilap, menatap layar holografik yang melayang di depannya. Diagram rumit perangkat berbentuk chip dengan inti bercahaya memenuhi layar tersebut. Perangkat itu adalah Nexus Core, sebuah inovasi yang disebut-sebut mampu mengubah dunia dengan kemampuan hebatnya.
“Kita berada di depan sebuah revolusi,” kata Ronan pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Suaranya tenang, tetapi penuh dengan keyakinan.
Di sisi lain meja, Dr. Gregor—seorang pria tua dengan kacamata tebal dan rambut memutih—menggelengkan kepala, wajahnya penuh dengan keraguan. “Ronan, kau tahu betul kekuatan Nexus Core ini. Jika digunakan dengan bijak, itu bisa membuat perubahan besar pada kehidupan manusia. Tapi...”
“Tapi apa?” potong Ronan sambil menatap Gregor tajam.
“Tapi jika salah langkah,” lanjut Gregor, “perangkat ini bisa menjadi senjata paling berbahaya yang pernah diciptakan manusia.”
Ronan tersenyum tipis, sedikit mengejek. “Gregor, setiap teknologi baru selalu membawa risiko. Risiko adalah harga yang harus kita bayar untuk kemajuan. Jika kita takut melangkah, kita tidak akan pernah mencapai apa pun.”
Hologram di layar bergeser, menampilkan simulasi penggunaan Nexus Core. Manusia-manusia yang dimanja dengan kecepatan informasi dan kehebatan teknologi.
"Lihatlah Gregor, mereka tak perlu pergi ke rumah sakit untuk mengecek kesehatan harian, mereka bisa mendapatkan informasi secara aktual dan cepat, pekerjaan mereka juga di permudah. Lalu yang paling intinya dengan adanya Nexus Core ini tidak ada lagi batasan antara manusia dan teknologi." Kata Ronan sambil menunjuk layar dengan antusias
“Kau lihat itu?“ lanjut Ronan. "Itu adalah masa depan yang aku bayangkan. Dunia di mana Lothar Industries menjadi pusatnya. Dunia yang bebas dari kebergantungan pada energi lama. Aku tidak akan membiarkan siapapun menghentikan ini.”
“Tapi bagaimana dengan pengujian keamanan? Kita bahkan belum tahu bagaimana dampaknya terhadap lingkungan dalam jangka panjang. Ini terlalu berbahaya!” Gregor mencoba memperingatkan.
Ronan berdiri, berjalan mendekati jendela besar yang menghadap kota. Malam mulai tiba, lampu-lampu jalanan dan gedung perlahan menyala, menciptakan pemandangan kota yang berkilauan.
“Aku sudah memikirkan segalanya, Gregor. Nexus Core di rancang sempurna. Tidak ada yang bisa menyalahgunakannya..... kecuali aku.”
Gregor terdiam, menatap punggung Ronan yang berdiri tegap di depan jendela. Dia tahu bahwa pria muda itu adalah penerus yang ambisius, pewaris nama besar Lucien, yang tidak akan berhenti sebelum mencapai tujuannya.
Ronan berjalan ke meja kerjanya dan mengetikkan sesuatu di panel kontrol. Layar holografik berubah, memperlihatkan diagram jaringan kompleks yang terhubung dengan setiap Genesis Core yang akan dipasang.
“Semua chip terhubung ke server pusat. Aku memegang kendali penuh,” jelas Ronan dengan nada tenang namun tajam. “Aku bisa memonitor, memengaruhi, bahkan mengendalikan pikiran mereka jika diperlukan. Tidak ada yang bisa menyembunyikan apa pun dariku.”
Gregor terdiam. “Kau... kau ingin mengendalikan semua orang?”
“Bukan mengendalikan, Gregor. Aku ingin memastikan mereka mengikuti arah yang benar,” kata Ronan sambil menatap Gregor dengan sorot mata yang dingin. “Lihat dunia ini. Penuh kekacauan, keserakahan, dan egoisme. Dengan Genesis Core, aku bisa menciptakan harmoni. Tidak ada lagi keputusan bodoh, tidak ada lagi pemberontakan. Aku bisa membawa umat manusia ke arah yang lebih baik.”
“Aku sudah memerintahkan tim pengembangan untuk menyelesaikan prototipe Nexus Core,” lanjut Ronan. “Fasilitas rahasia di utara sudah siap untuk uji coba. Aku ingin laporan kemajuan dalam waktu seminggu. Kita tidak punya waktu untuk berlama-lama.”
Gregor mengangguk ragu. “Aku hanya berharap kau tidak melupakan satu hal, Ronan. Kekuasaan besar datang dengan tanggung jawab besar. Jika Nexus Core jatuh ke tangan yang salah...”
Ronan menoleh, wajahnya dingin tanpa emosi. “Itulah sebabnya kita harus memastikan bahwa teknologi ini tetap di bawah kendali kita. Aku tidak peduli seberapa besar risikonya, Gregor. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menghalangi rencana ini.”
Gregor tidak berkata apa-apa lagi. Dia bangkit dari kursinya, membawa dokumen-dokumen penting sebelum meninggalkan ruangan.
Setelah pintu tertutup, Ronan kembali duduk. Tatapannya jatuh pada diagram Nexus Core yang berputar di layar holografik. Dia mengangkat gelas anggur di mejanya, menyesapnya perlahan.
“Dengan ini, aku tidak hanya akan mengubah dunia,” bisiknya pelan, seolah berbicara pada Nexus Core itu sendiri. “Aku akan menjadi dunia.”
Namun, tanpa disadari Ronan, di sudut ruangan terdapat sebuah perangkat kecil berbentuk bulat yang tersembunyi di balik pot tanaman. Perangkat itu berkedip pelan, merekam seluruh percakapan mereka. Seseorang, entah siapa, sedang mengawasi... dan mereka tahu lebih banyak dari yang Ronan bayangkan.
...****************...
Pagi itu, udara di luar terasa sedikit lebih segar dari biasanya, meskipun awan-awan tebal masih menggantung di langit. Kael sudah terbangun lebih awal, sebelum alarm berbunyi. Tubuh Zayne, meskipun lebih muda, terasa kaku dan asing bagi Kael. Setiap kali ia bergerak, ada rasa seperti memulai kembali, seolah-olah tubuh ini belum sepenuhnya menjadi miliknya. Namun, itu tak menghalangi niatnya untuk berlatih. Ia harus kuat, lebih dari sebelumnya.
Kael duduk di tepi tempat tidur, menyandarkan punggungnya pada dinding, dan menghela napas panjang. Ia masih merasakan ketegangan di otot-otot tubuhnya, meskipun ia sudah berlatih keras beberapa hari terakhir. Mengetahui bahwa waktunya untuk membangun kekuatan fisik semakin terbatas, ia tahu bahwa ia tak bisa lagi menunda.
Setelah mengumpulkan nyawa sejenak. Kael pergi ke kamar mandi, mencuci muka dan memakai baju olahraganya. Lalu keluar kamar
Tiba-tiba, suara pintu kamar sebelah terbuka. Kael menoleh dan melihat Taron yang keluar dari kamarnya, rambutnya kusut dan matanya masih terlihat setengah terpejam. Taron menguap, lalu menatap Kael dengan ekspresi bingung.
“Pagi-pagi sekali, Zayne?” Taron bertanya sambil melangkah keluar, menatap Kael yang sudah siap dengan pakaian olahraga.
Kael mengangguk ringan sambil melakukan pemanasan. "Ah, aku hanya mau meregangkan tubuh dan sedikit latihan. Tubuhku sedikit sakit gara-gara pertarungan kemarin."
Taron menggelengkan kepala, lalu berjalan ke kamar mandi. “Kau aneh, Zayne. Kalau aku jadi kamu, mungkin aku akan tidur lebih lama untuk istirahat. Tapi kalau itu yang bikin kau merasa lebih baik, aku nggak bisa melarang."
Kael terkekeh. "Hahaha, kau benar. Namun, aku tidak mau kejadian kemarin terulang. Dan kalau pun nanti ada kejadian seperti itu lagi, setidaknya aku bisa melawan mereka tanpa kesulitan."
Saat Taron menuju kamar mandi, Kael kembali fokus pada pikirannya. Elira, perasaan cemas itu masih membayanginya, tetapi ia menekan kekhawatirannya. Ada hal yang lebih besar yang harus ia persiapkan—misi, kekuatan, dan tekad untuk mencapai tujuannya.
Taron akhirnya keluar dari kamar mandi, wajahnya segar meski belum sepenuhnya terbangun. "Nanti siang kau mau kemana Zayne? Apa kamu punya kesibukan?"
Kael menggeleng. "Tidak ada, memang kenapa gitu?" Tanya Zayne (Kael).
"Kau kan belum pernah ke kota, bagaimana kalau kita ke kota siang nanti? Aku terlalu jenuh kalau di asrama seharian." Ajak Taron.
Kael berpikir sejenak. Menurutnya, tidak ada salahnya untuk sedikit memanjakan diri, dan siapa tau dia bisa mendapatkan informasi lebih saat di kota nanti.
"Hanya kita berdua?" tanya Kael.
"Iya, tapi. Kalau kau ingin ajak bibimu boleh saja. Sekalian membuat dia melupakan kejadian kemarin." usul Taron.
"Yasudah, nanti siang kita berangkat ke rumahnya dulu."
Taron mengangguk. "Kalau begitu aku lanjut tidur dulu ya bro, hehe." jawab Taron sambil nyengir memperlihatkan gigi nya yang kuning.
Kael terkekeh kecil, "ada-ada saja kelakuannya."
Kael melangkah keluar menuju taman kecil di belakang gedung. Hari ini akan dimulai dengan lebih banyak latihan—dan lebih banyak tantangan. Tapi ia sudah siap, atau setidaknya ia harus siap.