Airin dan Assandi adalah pasangan suami istri yang saling dijodohkan oleh kedua orang tuanya dari kecil. Namun Assandi sangat tidak suka dengan perjodohan ini. Dia merasa ini adalah paksaan untuk hidupnya, bahkan bisa bersikap dingin dan Kasar kepada Airin. Namun Airin tetap sabar dan setia mendampingi Assandi karena dia sudah berjanji kepada orang tuanya untuk menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Akankah Airin sanggup bertahan selamanya? Ataukah Assandi akan luluh bersama Airin? Atau malah rumah tangga mereka akan retak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DewiNurma28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Assandi Sakit
Rania mengajak Airin untuk makan bersama di kantin. Tetapi Airin menggeleng, dia ingin makan bekal pemberian kakeknya di kelas.
"Kenapa nggak dibawa aja sih ke kantin?"
"Tidak Ran, aku disini saja sambil belajar persiapan ambil beasiswa kuliah."
Rania mendengus kesal, "Oke, baiklah aku akan ke kantin sendiri."
Airin menganggu, dia kemudian mengambil kotak bekal yang dia bawa.
Dirinya lupa jika kotak bekal milik Assandi masih dibawanya. Airin segera keluar mencari keberadaan Assandi.
Namun, laki-laki itu tidak terlihat batang hidungnya.
"Kemana perginya Mas Sandi. Biasanya dia ada di perpustakaan, kalau tidak pasti ada di kantin dan lapangan basket." Gumamnya.
"Tapi kok tidak ada semua ya." Lanjutnya.
Airin berjalan lagi mengelilingi lorong sekolah. Dia bahkan menuju toilet pria untuk mengecek Assandi di sana.
"Heh, kamu ngapain disini? Buta apa nggak bisa baca ini toilet pria." Maki salah satu siswa yang keluar dari sana.
Airin menunduk malu, "Ma-maaf kak, saya hanya ingin mencari teman saya."
"Mencari teman kok sampai ke toilet." Gumam siswa itu yang kemudian pergi meninggalkan Airin.
Perempuan itu menghela napas lega, karena sudah tidak ada siswa di dalam.
Dia berjalan masuk mengecek ke dalam toilet, "Disini juga tidak ada."
Tiba-tiba saat dia akan melangkah keluar. Terdengar suara orang yang sedang mual.
Airin mendekati salah satu pintu toilet yang tertutup. Dia mengetuk pelan untuk memanggil orang itu.
Tok...
Tok...
Tok...
"Kak, apa kamu baik-baik saja?" Tanya Airin.
Tetapi orang itu tidak menjawabnya, hanya ada suara mual yang masih menggema.
Airin khawatir mendengar orang itu mual berat. Bahkan tidak bisa berhenti.
"Kak, lebih baik ke UKS saja. Jangan ditahan disini."
Cklek...
Pintu toilet itu terbuka menampilkan wajah Assandi yang sudah kacau penuh dengan air.
Airin terkejut melihat suaminya itu, "Loh, ternyata kamu mas? Apa kamu sakit?"
Assandi melambaikan tangannya agar Airin menjauh darinya.
Dia kembali memasuki toilet untuk memuntahkan lagi semua isi di perutnya.
Airin semakin panik melihat suaminya itu sudah lemah tidak berdaya. Bahkan sekarang Assandi sudah tergeletak di lantai toilet.
"Mas, ayo ke UKS sekarang."
Airin mengalungkan lengan Assandi di pundaknya. Dia menuntun tubuh suaminya itu menuju ruang UKS.
Rania yang baru selesai makan di kantin melihat bingung Airin dan Assandi menuju ke UKS. Dia berjalan menghampiri mereka yang sudah membaringkan Assandi di ranjang.
"Rin, kenapa dia?"
Airin menggeleng, "Aku tidak tau Ran, tadi dia mual terus di toilet."
"Hah, Assandi mual?"
"Iya Ran."
"Jangan-jangan kamu hamil Rin." Ucap Rania dengan lantang.
Membuat semua siswa yang ada di UKS menatap penuh tanya ke arah Airin.
"Heh, kamu kok ngawur sih bicaranya. Aku tidak hamil, bahkan sekarang aku sedang datang bulan." Jelas Airin.
"Orang hamil kan bisa juga datang bulan Rin, meski nggak banyak sih."
"Lagian yang mual Mas Sandi bukan aku."
"Eh, ada loh yang hamil istrinya tapi yang mual muntah suaminya."
"Kalian itu kalau disini cuma ngobrol, mending keluar sana. Bikin kepalaku tambah pusing." Sahut lemas Assandi.
Rania menatap sinis Assandi, "Sedang sakit masih bisa bicara begitu."
"Sudah Ran, kamu kembali ke kelas saja. Tolong beritahu guru yang mengajar jam sekarang. Kalau Mas Sandi sakit dan aku akan menemaninya di sini."
"Baiklah, akan aku bilangkan ke guru. Jaga dirimu ya Rin."
Rania mengusap pelan lengan Airin sebelum pergi keluar UKS. Airin tersenyum membalas ucapan dari Rania.
Dia berbalik mendekati Assandi yang sudah memejamkan matanya.
"Mas, masih merasa mual?"
Assandi menggeleng pelan, matanya masih terpejam menahan gejolak di perutnya.
"Permisi, biar aku chek keadaannya." Ucap salah satu siswa yang menjaga UKS.
Airin mengangguk dan menggeser tubuhnya untuk menjauh. Dia melihat siswa itu memeriksa dahi, leher, dada dan perut Assandi.
"Sebaiknya, kamu izin saja San."
"Kenapa memangnya kak?" Tanya Airin panik.
"Bawa pulang aja suamimu ini, periksakan dia ke rumah sakit."
"Karena dia sudah kehabisan cairan akibat muntah terlalu banyak tadi." Lanjut siswa itu.
Airin mengangguk, "Baiklah kak."
Dia berjalan membantu Assandi untuk turun dari ranjang. Mereka berdua keluar bersama menuju ruang wali kelas untuk meminta izin.
Airin menyuruh Assandi agar menunggunya sebentar. Karena dia harus mengambil tasnya dan tas Assandi di kelas.
Saat dirinya keluar kelas, hatinya merasa sakit melihat Assandi sudah di bantu Rosy berjalan menuju mobil.
Apalagi itu bukan mobil milik Assandi, melainkan mobil milik Rosy.
Airin berlari mengejar mereka berdua, "Tunggu!"
Dia berteriak memanggil mereka. Rosy dan Assandi menoleh menatap Airin yang mengejarnya.
"Kalian mau kemana?"
"Membawa Assandi pulang, kan dia tidak bisa mengemudi." Jawab Rosy.
"Tapi kan, dia membawa mobil."
"Aduh, kamu jangan polos banget kenapa!! Aku sedang sakit, kalau aku mengemudi yang ada bisa menyebabkan kecelakaan karena tidak fokus!!" Bentak Assandi.
"Emangnya kamu bisa apa mengemudikan mobil?" Lanjutnya.
Airin menggeleng pelan, dia menatap sedih suaminya yang sudah dibawa masuk ke mobil oleh Rosy.
Dia merasa kecewa dengan dirinya, karena tidak bisa berbuat apa-apa disaat Assandi sakit seperti saat ini.
Air mata Airin menetes membasahi pipinya. Dia meremas tas Assandi yang masih dibawanya.
Airin mengusap air matanya, dia berjalan pelan menuju pintu gerbang. Tapi langkahnya terhenti karena Nando sudah menarik tangannya.
"Kamu mau kemana?"
Airin menggeleng pelan.
"Kamu mau mengikuti mobil itu dengan berjalan kaki gitu?"
Airin mengangguk pelan.
Nando menghela napasnya, "Ayo akan aku antar kamu mengejar suamimu."
Airin menatap senang mendengar Nando mau membantunya.
"Benarkah mas? Apa tidak apa-apa?"
Nando mengangguk, "Iya, tapi kamu janji jangan menangis lagi."
Airin mengangguk mantab, dia segera memasuki mobil Nando yang tidak jauh dari sana.
Mereka keluar sekolahan disaat jam pulang sekolah belum selesai. Tapi Nando sudah meminta izin terlebih dahulu dengan alasan tidak enak badan.
Karena sebelumnya dia melihat Airin sedih akibat membantu Assandi yang sedang sakit. Maka dari itu, Nando ingin membantu Airin dengan meminta izin pulang cepat.
Selama perjalanan Airin selalu berdo'a untuk kesembuhan Assandi.
Matanya memancarkan kekhawatiran kesehatan suaminya.
Nando merasa cemburu karena Airin yang sekarang sudah dimiliki orang lain.
Apalagi hati perempuan itu juga sudah terpenuhi dengan perasaan cinta kepada Assandi.
Nando bisa melihat dari setiap gerak gerik tubuh Airin yang bisa terbaca.
Tapi Nando sangat senang karena teman kecilnya itu bisa mendapatkan keluarga. Meski bukan keluarga angkat, tetapi keluarga mertua dengan menikahi Assandi.
Sekarang mobil yang dikemudikan Nando sudah memasuki halaman rumah Leo.
Disana terlihat mobil Rosy terparkir rapi berdekatan dengan mobil Leo.
Airin segera keluar dari mobil dan berlari menghampiri Assandi yang sudah duduk lemas di ruang tamu bersama Rosy.
"Mas Sandi." Panggil Airin pelan.
"Eh, ambilkan air dingin dan handuk kecil dong. Tubuh Assandi sekarang panas." Ucap Rosy.
Airin merasa kesal karena perempuan itu menyuruh seenaknya dirumah kakeknya.
Tapi sekarang dirinya tidak bisa membantah. Karena kesembuhan Assandi adalah yang paling utama.
Jadi, Airin berdiri menuju dapur untuk mengambil air dan handuk kecil.
Dia kembali ke ruang tamu berpapasan dengan Leo yang baru saja menuruni tangga.
"Untuk apa itu Airin?" Tanya Leo penasaran.
"Oh ini, Mas Sandi demam kek."
Airin segera berlalu menuju Assandi dan Rosy. Disana Rosy meraih baki yang dibawa Airin.
"Kenapa kamu yang malah disuruh-suruh seperti itu???" Teriak Leo menggema.
Semua orang yang ada disana menoleh menatap Leo dengan wajah panik.
"Kamu itu istrinya Assandi!! Bukan pembantunya!!! Dan kamu!!" Tunjuk Leo ke arah Rosy.
"Siapa kami?? Main sentuh-sentuh cucuku." Lanjutnya.
Rosy gelagapan bingung karena ini pertama kalinya bertemu dengan kakek Assandi.
Dia berdiri berjalan menghampiri Leo, "Sa-saya Rosy kek, cinta pertamanya Assandi."
Leo mengamati Rosy dari atas hingga bawah, "Apa kamu tidak tau jika Assandi sudah menikah?"
Rosy menunduk, "Saya tau kok kek."
"Kenapa masih disini kalau kamu sudah tau!!" Bentak Leo.
Rosy terpekik kaget, dia menatap takut wajah Leo. Bahkan sekarang kakinya sudah melangkah mundur.
"Pulang kamu!! Jangan mendekati cucuku lagi!! Dia sudah beristri sekarang!!"
"Ta-tapi kek."
Leo melotot tajam ke arah Rosy. Membuat perempuan itu menunduk takut.
Assandi menghela napas lelah mendengar kakeknya membentak Rosy. Dia tidak bisa berbuat apa-apa karena tubuhnya yang lemah.
"Cepat keluar!!"
"Kek, jangan begitu, biarkan Rosy disini." Bela Airin.
"Kamu itu istrinya, kok malah membela perempuan lain yang genit dengan Assandi."
"Ta-tapi kek, siapa tau Mas Sandi akan sembuh jika bersama Rosy."
"Terus maksud kamu jika dia bersama kamu malah tambah sakit begitu!!??" Teriak Leo.
Airin sangat takut melihat wajah marah dan teriakan Leo. Karena ini pertama kalinya melihat kakeknya itu sangat murka.
Biasanya jika bersama mertuanya, kakeknya hanya akan marah sewajarnya. Tapi sekarang, Leo marah melebihi batasannya.
"Rin.." Panggil Assandi lemah.
Airin menunduk mendekati Assandi, "Iya mas."
"Jangan menambah masalah, biarkan Rosy pergi." Ucap Assandi.
Nando yang masih berdiri di belakang Airin menatap Assandi dengan bingung.
Laki-laki itu tidak menyangka, jika Assandi sama sekali tidak membela Rosy.
"Cepat kamu keluar!! Dan jangan pernah kamu kembali ke rumah ini lagi!! Paham!!!"
Rosy berbalik badan dan keluar menuju mobilnya. Dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Sedangkan Leo mendengus kesal karena melihat Rosy yang tidak sopan berlari begitu saja di hadapannya.
"Sekarang kalian berdua masuk ke kamar, rawatlah suamimu di kamar, Airin." Ucap Leo.
Airin mengangguk mengiyakan, dia membantu Assandi berjalan menaiki tangga. Sesekali Airin memeluk pinggang Assandi agar tidak terjatuh.
Karena tubuh suaminya saat ini sangat lemah bahkan suhu badannya sangat tinggi. Airin tidak ingin terjadi apa-apa dengan Assandi.
Kisah cinta yang cuek tetapi sebenarnya dia sangat perhatian.
Alurnya juga mudah dipahami, semua kata dan kalimat di cerita ini ringan untuk dibaca.
Keren pokoknya.
The Best 👍