"Aku mau kita bercerai mas!." ucap Gania kepada Desta dengan sangat lantang.
"Aku dan adikmu tidak mempunyai hubungan apa-apa Gania?." Desta mencoba ingin menjelaskan namun Gania menolak.
"Tidak ada apa-apa? tidur bersama tanpa sehelai kain apapun kamu bilang tidak ada hubungan apa-apa, apa kamu gila?."
"Bagaimana kita akan bercerai, kamu sedang hamil?."
"Aku akan menggugurkan anak ini!." Gania yang pergi begitu saja dari hadapan Desta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi cahya rahma R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 30
Enam bulan pun berlalu, hari demi hari, waktu demi waktu, Gania sudah bisa move on dari kejadian yang telah menimpanya dulu. Walaupun sulit karena rumah tangganya hancur, bayi yang ada di dalam rahimnya keguguran, dan tubuhnya yang sampai sekarang terkadang masih sakit karena insiden kecelakan. Semua itu Gania terima dengan ikhlas, mungkin sangat sulit baginya tapi dia harus tetap melanjutkan hidup, dan menjadikan kejadian kemarin sebagai pembelajaran.
Kini hidup Gania kembali normal, setiap hari dia hanya di sibukkan dengan pekerjaannya di kantor. Gania memutuskan fokus untuk kerja dari pada harus mencari pacar atau suami, Gania memutuskan untuk sendiri dengan jangka lama, karena trauma yang telah ia alami kemarin.
"Tok.."
"Tok.."
Suara pintu yang sedang di ketok oleh seseorang.
"Ya masuk." teriak Gania.
Jihan selaku sekretaris serta asisten Gania seketika masuk ke dalam ruangan.
"Selamat pagi buk, maaf ibu kedatangan tamu." ucap Jihan.
"Tamu? siapa?." tanya Gania menatap ke arah Jihan.
"Pak Nevan buk."
"Oh.. suruh saja masuk." perintah Gania.
"Baik buk." Jihan yang kembali keluar dari dalam ruangan.
Tidak lama, setelah itu Nevan masuk ke dalam ruangan Gania.
"Hay.. apa kamu sedang sibuk?." Nevan yang berjalan mendekat ke arah Gania yang masih duduk di kursi kebesarannya.
"Hai.. silahkan duduk." Gania seketika beranjak berdiri dari kursinya lalu berjalan ke arah sofa di sebelah mejanya.
"Apakah aku mengganggu mu?." Nevan yang sudah duduk di sofa.
"Tidak.. aku sedang tidak banyak pekerjaan." jawab Gania yang juga duduk di sofa. "Tumben ke sini, ada perlu apa?."
"Kenapa? emang ngga boleh?."
"Boleh.. cuman heran aja ngga biasanya datang ke sini."
"Sebenarnya aku mau mengajak mu makan siang nanti di luar."
Gania seketika berpikir. "Sepertinya aku tidak bisa siang ini, aku ada janji makan siang dengan klain ku, mungkin bisa lain waktu."
"Oke.. no problem." jawab Nevan.
"Bukankah seharusnya kamu berada di rumah sakit? memang dokter cerdas seperti mu bisa libur ya.."
Nevan yang mendengar ucapan Gania seketika terkekeh. "Dokter juga manusia biasa Gan.. bukan alien."
Gania pun juga ikut terkekeh saat mendengar jawaban dari Nevan."Iya-iya."
"Bagaimana, apakah kamu sudah memikirkan ucapan ku waktu itu?."
Gania yang mendengar ucapan Nevan kembali teringat beberapa hari yang lalu, saat Nevan menyatakan perasaan kepadanya. Jujur Gania benar-benar merasa bingung bagaimana harus membalas perasaan Nevan. Gania merasa Nevan adalah laki-laki yang baik, masa depan nya jelas, bahkan keluarganya juga jelas, namun rasa trauma masih menyelimuti dirinya.
"Apa kamu masih trauma, Gan? baiklah aku tidak akan memaksa kamu untuk menjawab sekarang."ucapan Nevan.
Gania seketika menarik nafasnya, lalu kembali ia hembuskan. "Maaf Van.. aku belum bisa menjawab perasaan mu kepadaku, jujur saja kejadian waktu itu membuat ku sangat takut, takut akan mengenal laki-laki, takut akan cinta dan takut untuk memulai rumah tangga, mungkin aku akan membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menerima perasaan dari seseorang."
"Kamu tidak menolak ku kan Gan?." tanya Nevan.
"Tidak.. aku hanya membutuhkan waktu saja, tapi apakah kamu sanggup untuk menunggu ku dengan waktu yang lama? kamu boleh kok menjalin hubungan dengan wanita lain, karena jamu juga berhak bahagia Van."
"Tidak.. mau tiga tahun, lima tahun, atau sepuluh tahun pun, aku akan tetap menunggu mu, Gania. Aku akan terus menanti jawaban dari mu."
Gania yang mendengar ucapan Nevan menjadi terharu, walaupun Gania mempunyai masa lalu yang amat pahit dan memprihatinkan, namun Nevan tetap ingin memilikinya dan menunggunya.
"Apakah kamu akan menolak lagi jika nanti malam aku bawa pulang, Gania."
Gania yang mendengar ucapan Nevan terkejut. "Hah.. apa kamu mengajak ku ke rumah mu?."
"Iya.. bahkan kemarin mama dan papaku juga menyuruh mu untuk datang ke rumah, sudah lama bukan, kamu tidak bertemu dengan mereka?."
"Iya.. terlahir aku bertemu tante Selly dan om Ridwan sebelum menikah, mungkin tiga tahun yang lalu."
"Sudah lama bukan? bagaimana kalau malam nanti kita ke rumah, pasti mama dan papa senang, bagaimana?."
"Boleh.. tapi aku malu Van..." Gania yang tiba-tiba memasang muka cemberut.
"Why? apa yang membuat mu malu? kamu cantik, cerdas, direktur, bahkan pebisnis wanita terkondang di kota ini." puji Nevan.
Gania yang mendengar pujian dari Nevan seketika tersenyum. "Hih.. apa sih.. kamu terlalu berlebihan."
"Memang seperti itu faktanya, aku bicara secara fakta, bukan mitos."
"Aku malu di depan kedua orang tua mu Van, karena masa lalu ku, masa lalu ku terlalu pahit."
"Gan.. mana mungkin kedua orang tua ku memandang dirimu dengan masa lalu, yang mereka tahu kamu adalah wanita yang baik, lagi pula kedua orang tua ku dan ayah mu tuan Maxim juga kenal, untuk apa kamu malu."
"Namanya orang Van.. kan kita tidak tahu isi hati seseorang.*
"Jadi kamu menilai kedua orang tuaku buruk?."
"No.. bukan begitu..* Gania yang melambaikan tangan ke arah Nevan. "Aku hanya khawatir saja."
"Tidak ada yang perlu di khawatirkan, kamu tenang saja, ya sudah aku pulang dulu kalau begitu, mau ambil pesanan roti buat nenek, Nanti malam kamu dandan yang cantik ya.. aku jemput di rumah." Nevan yang sudah beranjak berdiri dari tempat duduknya.
"Iya.. hati-hati di jalan jangan ngebut-ngebut." Gania yang juga beranjak berdiri dari tempat duduk.
Nevan yang sudah melangkahkan kakinya tiba-tiba berhenti saat mendengar ucapan Gania. "Hah.. kamu bilang apa tadi, coba ulangi lagi?." Nevan yang menoleh ke arah Gania.
"Kenapa? aku bilang hati-hati di jalan, jangan ngebut-ngebut, emang ada yang salah?."
Nevan mengulum senyum ke arah Gania. "Terimakasih atas perhatiannya cantik."
"Hahaha.." Gania seketika tertawa mendengar ucapan terimakasih dari Nevan." Emang boleh segombal itu?."
"Boleh dong.." Nevan yang mengerlingkan mata kanannya ke arah Gania, lalu kembali melangkahkan kakinya untuk keluar dari dalam ruangan direktur. "Sampai ketemu nanti malam.* Nevan yang melambaikan tangan lalu menghilang dari sebalik pintu ruangan.
Gania yang melihat ulah Nevan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu kembali duduk di kursi kebesarannya.