Karna menolong seseorang membuat Rafdelia menjalani kehidupan yang tidak di inginkan nya tetapi seiring berjalannya waktu Rafdelia menjadi menerima takdir kehidupannya.
ketahui kelanjutan kisah hidup Rafdelia dengan membaca cerita ini dari awal ya teman.
SELAMAT MEMBACA..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febri inike putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Semua yang ada disana terdiam mencerna kalimat Rafdelia barusan dan baru sadar kalau ternyata ia hanya bergurau.
"Yaa dok... Pintar ngelawak juga sekarang... Maksudnya bukan itu." sorak yang lain. Tony pun ikut tertawa dan geleng-geleng kepala karena dia terlalu serius tadi.
"Hehehe... Ok saya duluan... ni udah datang mobilnya." Rafdelia terkekeh dan segera keluar dari ruangan itu.
Setelah Rafdelia menghilang dari pandangan mereka, Tony bertanya pada yang lain.
"Emm. O iya saya boleh minta nomor teleponnya dokter Rafdelia?"
"O ada nih dok..." Viko memberikan nomor ponsel Rafdelia pada Tony. Sedangkan Lala dan Boby hanya saling berpandangan karena mencium sesuatu yang berbeda disini. Xixixi...
**********
Mobil online yang ditumpangi Rafdelia hampir sampai disebuah pusat perbelanjaan. Rafdelia ingin mampir berbelanja keperluan rumah dan stok kulkas terlebih dahulu sebelum pulang ke apartemen, karena memang stok bahan makanan di kulkas sudah hampir habis.
Drrrrt... Drrrrt...
Ponsel Rafdelia bergetar, terlihat ada panggilan telepon dari nomor tidak dikenal.
"Siapa ya? Nomor nya gak Ter save di ponsel aku..." batin Rafdelia.
"Halo... Siapa ya?" tanyanya sopan.
[ kamu kok gak tau nomor suami sendiri sih? Udah mau pulang? Aku jemput ya sekarang.] Zein berbicara diseberang sana.
"Mas Zein? O.... Aku gak tau nomor telepon mas. Ntar aku save deh. Aku udah diperjalanan ni mas, mau belanja dulu." jawab Rafdelia.
[ kok gak bilang-bilang mau belanja. Gak baik pergi sendirian tau! ]
"Ya... kan emang tugas aku belanja keperluan rumah, ngapain bilang-bilang? terus kalau gak pergi sendiri mau pergi sama siapa lagi?" tanya Rafdelia datar.
[ sama aku lah, masa sama suami orang. Dimana belanjanya, aku susulin sekarang ya.... ]
"Eh gak usah... Mas kan harus kekantor sekarang. Lagian kalau kita belanja berdua, apa nanti kata orang? Jangan menimbulkan kecurigaan deh mas. Udah ya, ni aku udah sampai. Aku tutup ya mas..." Rafdelia menutup panggilan telepon dari Zein.
Rafdelia masuk ke pusat perbelanjaan yang baru saja buka pukul 08.30 pagi ini. ia senang karena sepagi ini belum terlalu ramai orang berbelanja. Ia mendorong troli belanja dan mulai berjalan ke bagian bahan makanan terlebih dahulu.
Ketika akan lanjut ke bagian perlengkapan kamar mandi, tiba-tiba ada tangan yang mengambil alih troli belanja di tangan Rafdelia
"Ya Allah... Mas Zein..." Rafdelia benar-benar kaget karena Zein sudah berada disana bersamanya.
"Udah gak usah terharu gitu. Iya aku tau kamu senang kan aku susulin..." Zein terus berjalan mendorong troli belanjanya melihat produk-produk mandi di rak bagian kanannya.
"Mas... Tunggu bentar... Kok bisa tau aku disini??" Rafdelia berbicara sangat pelan seperti berbisik sambil melihat kanan kiri takut ada yang melihat mereka sedang berdua.
"Apa yang aku gak tau. Dimana pun kamu berada aku pasti taulah." Zein tersenyum manis kepada Rafdelia yang gelisah.
"Ah terserah mas aja. Tapi kita jaga jarak aja ya biar gak jadi bahan perhatian orang." Rafdelia mundur sedikit lebih jauh dari posisi Zein suaminya itu.
"Kamu ini ribet banget sih. Mana aku tahu nanti apa aja yang mau di beli kalau kamu jauh-jauh gitu. sini dekat aku!" Zein menarik tangan Rafdelia.
"Mas... Aku takut... Kamu kok santai banget sih, bukannya kamu juga takut orang tau tentang kita..." Rafdelia berusaha melepas pegangan tangan Zein.
"Gak takut sih... karena paling orang mikir aku lagi belanja ditemani asisten rumah tangga." Zein terkekeh puas melihat tau wajah Rafdelia yang memerah karena kesal.
"Enak aja aku asisten. Emang aku keliatan kayak ART?" Rafdelia marah namun masih bertanya dengan polosnya.
"Umppph..." Zein menahan tawanya.
"Iya sih kurang lebih..." Zein melihat Rafdelia dari atas sampai bawah lalu tertawa terbahak-bahak sambil terus berjalan. Ia suka sekali melihat wajah Rafdelia yang sedang marah.
"Mas Zein!!! Aku cubit perut kamu ya!" Rafdelia mengarahkan tangannya ke perut Zein hendak mencubit.
"Eh gak gak... Aku bercanda aja Rafdelia... Kamu gak kayak ART kok..." Zein menghindari cubitan Rafdelia.
"Tapi kayak apa?" Rafdelia bertanya lagi.
"Kayak ibuk-ibuk ..." Zein makin tertawa puas.
"Ketika Rafdelia akan mencubit lagi Zein menggenggam tangannya dan menatap kedalam mata Rafdelia serius.
"Dengar dulu cantik... Ibuk-ibuk itu maksudnya ibuk dokter, paham!" wajah Rafdelia seketika bersemu merah bukan karena marah tapi karena disebut cantik oleh Zein... Wanita mana yang tidak suka jika dipuji cantik, iya kan? He...
"Jadi aku cantik ya??" Rafdelia tertawa lebar sambil memegang pipinya, sungguh terlihat manis. Hal itu membuat darah Zein berdesir cepat dari ubun-ubun sampai ke ujung kaki.
"CK, jangan sok cantik! Cepat belanjanya!" Zein memalingkan wajahnya kearah lain sambil melanjutkan langkahnya yang terhenti tadi.
"Kok sok cantik sih? Padahal dia sendiri yang bilang cantik tadi. Issh.. Benar-benar baik, bentar bentar jutek lagi. Fix bipolar!" Rafdelia mengikuti Zein dari belakang.
Tanpa mereka sadari, dari tadi ada orang yang mengikuti mereka diam-diam. Siapakah itu?